Sixteen

7 1 0
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

Beberapa orang masih terjaga dan mereka menikmati tengah malam di geladak kapal. Di dalam juga banyak yang sudah terlelap, terutama para ibu dan anak. Setelah lama tidak merasakan nyenyaknya tidur, berkat empat pemuda penyelamat mereka bisa merasakan ketenangan kembali.

Cello duduk di salah satu kursi sembari memandang air yang entah berapa liter jumlahnya. Sejak satu jam lalu, posisinya selalu seperti itu. Duduk, menatap laut, meminum kopi, begitu saja. Dia sangat tidak sabar dengan perjalanan di laut ini. Mungkin terdengar kekanak-kanakan. Sungguh, jika dia memiliki kekuatan super, Cello akan mendorong kapal ini seribu kali lebih cepat supaya bisa menemukan pujaan hati sesegera mungkin.

Pria lain berjalan mendekat ke tempat Cello. Dia adalah Woody. Dari tadi, dia memperhatikan Cello yang tak kunjung beranjak dari tempat. Karena bosan sendiri, Woody memutuskan untuk menghampiri.

"Tidak ada yang tahu ada setan laut yang merasukimu, Tuan." Woody bermaksud menggoda Cello.

Pria yang diajak bicara menoleh, lalu kembali menghadap ke laut. "Bukan masalah besar kalau setan itu masuk ke tubuhku. Asalkan, ia punya kekuatan supaya cepat menpertemukanku dengan Freq," balas Cello, "hei! Jangan sampai kamu lupa dengan janjimu."

Woody mengembuskan napas. Dia juga sama seperti Cello, merindukan seseorang. Namun, dia tidak akan menyerah semudah itu. Dia percaya, dengan keyakinan dan usaha yang kuat ... sesuatu yang sulit digapai suatu saat akan tergapai juga. Woody yakin dia akan menemukan Trapesium, maka dia harus berusaha lebih kuat lagi. Sedikit lagi mereka akan sampai ke Bleedpool.

"Kalau aku ingkar janji, sebentar lagi kita tidak akan sampai di Bleedpool, Cello. Tapi, masih ada satu hal lagi yang harus dilakukan ketika sudah sampai di Bleedpool." Kalimat terakhir Woody membuat Cello penasaran. "Karena bukan Trapesium atau Freqiele yang mencari peta itu, kita harus menunggu beberapa hari untuk kedatangan kapal salah satu dari mereka. Kapal tuannya akan menjemput seseorang yang ditugaskan di sebuah negara. Bisa memahami kalimatku?"

Cello mengangguk. Dia kembali murung. Kalau Freqiele sudah bertugas di Famquite, berarti di Bleedpool beda orang lagi. Mau tak mau dia harus menunda sebuah temu.

Menangkap ekspresi murung Cello, Woody menepuk pundak rekannya. "Kutebak dia juga merindukanmu. Jadi, jangan murung begitu. Aku yakin, siapa pun tidak suka kalau kekasihnya murung. Bagaimanapun aku juga rindu Trapesium."

***

Di atas bebatuan yang dijadikan tempat berpijak, Zealire menatap mercusuar yang menjulang di depan mata. Dia ingin tahu lebih, kenapa Shaq mengatakan kalau mercusuar ini awal dibentuknya Bleedpool. Mungkin sambil berjalan dia bisa bertanya kepada pria di sampingnya.

Doxi menyadari raut wajah Zealire. Dia tahu pasti Zealire penasaran. Karena lama-lama bosan diam, Doxi memilih akan menceritakan hal menyebalkan itu kepada perempuan beban ini.

"Dahulu, di sini jadi tempat pemberhentian sementara narapidana. Namun, tidak tahu bagaimana caranya salah seorang narapidana berhasil kabur. Hal itu berlangsung sampai di sini ada beberapa narapidana yang kabur. Karena mereka bingung dapat uang dari mana untung mencukupi kebutuhan mereka, akhirnya mereka melakukan pembajakan terhadap suatu kapal."

Zealire menatap Doxi. Tidak ada angin, tidak ada hujan, pria ini mau menjelaskan kepadanya. Bahkan, dia sendiri tidak meminta. Tidak masalah, setidaknya rasa penasaran Zealire terkikis.

"Mereka membajak banyak kapal untuk kemudian diajak tinggal di Bleedpool. Setiap kapal narapidana berhenti di sana, ada satu-dua orang yang diam-diam mereka bawa untuk tinggal di Bleedpool. Yah, mereka sudah terlatih. Mencuri orang dari kapal pun penjaga tidak ada yang tahu. Jadi, yang payah siapa, ya?" Doxi lantas terkekeh. Sedikit merasa lucu dengan asal-usul tempat kelahirannya ini.

BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang