Obrolan ringan yang hanya bertahan sebentar saja, tiba-tiba Gio tersadar, setelah sejak tadi disindir dan diberi kode-kode oleh Darren agar segera meninggalkannya bersama Vivi,"La, balik yuk...kesian nih couple, baru jadian masa udah diganggu, udahan lah ngobrolnya, lagian dari tadi kita disindir-sindir gitu, berasa ga sih lo,"
"Hahaha...iya nih, ya udah yuk, bye Vi...bye Dar,"Carla tersenyum lalu berdiri dan melipat bangku lipat yang dibawanya bersama Gio dari dalam mobilnya, melambaikan tangannya, begitupula dengan Gio
Sepeninggalnya Carla dan Gio, Darren beniat mengajak Vivi untuk pergi ke suatu tempat yang sering dia kunjungi, tempat dimana tidak ada satu pun orang yang tau
"Vi, ikut gue yuk,"Darren menggenggam tangan Vivi yang terulur di atas meja, Darren merasa tangan Vivi sedikit berbeda, sedikit dingin.
"Vi, lo sakit?kok tangan lo dingin?"
"Dar, kita pulang aja ya, udah mendung banget, dari tadi juga kedenger gemuruh petir,"Vivi menatap langit yang semakin berwarna abu-abu, raut wajahnya kini berubah jadi lebih muram.
"Iya juga sih, ya udah ga apa-apa, gue anter lo pulang ya, tapi lo bener ga apa-apa kan?"tanya Darren cemas.
"Ya ga apa-apa,"
Tiba-tiba saat mereka berdiri dan Darren menggandeng tangan Vivi, kilat menyambar, terdengar suara petir yang cukup kencang.
Gluduk...Gluduk...Gluduk....
"Aaahhhhh...."Vivi memeluk Darren kencang, menutup matanya rapat-rapat.
Darren membalas pelukan Vivi, menepuk pelan bahunya, mencoba menenangkan Vivi,"Lo setakut itu sama petir ya, tenang Vi, gue ada disini, jangan takut ya,"
"Gue takut...gue benci petir, gue benci hujan, gue...."masih dengan mata terpejam, Vivi terus bergumam, tiba-tiba pandangannya semakin gelap, dia tidak sadarkan diri.
Darren memeluk Vivi semakin erat, saat mengetahui Vivi tidak sadarkan diri, dia pun panik, segera menggendong Vivi ala bridal style, membawanya ke dalam mobil yang terparkir tak jauh dari taman.
Tak lama kemudian hujan turun, tapi petir dan kilat sudah menghilang, hanya suara rintik hujan yang terdengar dari dalam mobil Darren.
Darren mencoba menyadarkan Vivi, dengan menggoyangkan minyak kayu putih ke kiri dan ke kanan, tepat di bawah hidung Vivi.
"Uh....ma...pa...bangun...jangan tinggalin Vivi....hua....hu...hu....hu..."air mata Vivi menetes di pipinya.
"Vi...Vi...aduh...gimana ini, Vi sadar dong, lo kenapa sih,"Darren mulai panik
"Ga....."Vivi membuka matanya, air matanya mengalir, dia kembali memejamkan matanya dan menutup telinganya rapat-rapat.
"Vi....duh...syukur deh kamu udah sadar, kamu kenapa?kok tiba-tiba pingsan, hei...lihat aku hm..."Darren menyentuh pipi Vivi dengan kedua tangannya, hangatnya sentuhan tangan Darren, membuat Vivi sedikit lebih tenang, dia membuka matanya perlahan, menatap mata Darren yang hanya berjarak dua sentimeter dengannya.
"Kamu kenapa?jangan takut, ada aku disini, tenang ya,"pertama kalinya Vivi mendengar suara Darren yang biasanya begitu menyebalkan, kini begitu lembut dan menenangkan, isak tangisnya tak lagi terdengar, Vivi seakan terbius dengan perkataan yang baru saja diucapkan Darren.
Keduanya kini hanya saling menatap, Darren tidak mengerti apa yang dirasakan Vivi, tapi dia tahu ada sesuatu yang mengganggunya, tangan Darren yang berada di pipi Vivi, tiba-tiba pindah ke telinganya.
"Jangan dengar suara di luar sana, cukup tatap mataku saja, kalo kamu sudah lebih tenang, kita baru pulang ya,"Vivi menganggukkan kepalanya.
Lima menit kemudian, Vivi sudah lebih tenang, hujan pun sudah mulai reda, hanya rintik kecil dan halus yang terlihat di luar sana.
"Gimana?sekarang udah lebih tenang?"tanya Darren menatap Vivi, tersenyum padanya.
"Ya, makasih ya,"Vivi menyunggingkan senyum kecilnya yang hampir tak terlihat.
"Ya sama-sama, ya udah kita pulang ya sekarang,"Darren menyalakan mobilnya, memutar sebuah lagu melow yang cukup menenangkan hati, hingga membuat Vivi tertidur lelap. Beberapa kali kepalanya hampir terjatuh, beberapa kali juga Darren menahan kepala Vivi dengan tangannya sambil menyetir.
"Ya ampun, tidurnya nyenyak banget sih, udah nyampe aja masih ga kebangun, jadi ga tega banguninnya,"Darren berbicara pelan, setengah berbisik, agar Vivi tidak terbangun dari tidurnya.
"Uh...ehm...."Vivi membuka matanya, mengangkat kedua tangannya ke atas untuk merengangkan otot-otot tangannya.
"Hoaaammm...."tanpa sadar Vivi membuka mulutnya lebar-lebar, saat melirik ke kanannya, ada Darren yang sudah mengulum senyumnya, memperhatikan Vivi dengan seksama.
"Hehehehe...."Vivi nyengir lebar, malu dengan sikapnya.
"Idih...kenapa?malu hahaha....ga apa-apa lanjutin lagi aja, aku seneng kok liatnya hehehe..."
"Ga, apaan sih...udah lah gue mau turun, thanks tumpangannya, bye..."Vivi hendak membuka pintu mobil, tapi tidak bisa dibuka.
"Dar, buka dong, gue mau turun,"rengek Vivi.
"Kamu lupa ya, kalo kita udah pacaran, kok tadi bilangnya thanks tumpangannya, emang aku mobil online,"ucap Darren merenggut, menekuk wajahnya.
"Oh iya...hehehe...sorry, Dar bisa ga kita jangan panggilnya aku kamu, kayak biasa aja, gue lo, ga terbiasa gue,"
"Ya udah, tapi gue panggil lo Pipi boleh ya,"tawar Darren
"Eh...kok Pipi?"Vivi mengerutkan keningnya.
"Iya, nama lo kan Vivi, tapi muka lo chubby gitu, makanya gue panggil lo Pipi,"balas Darren sambil mencubit pipi Vivi.
"Dih...terserahlah...kalo gitu gue panggil lo Dadar hahaha..."Vivi tertawa lebar, puas meledek Darren
"Kok Dadar sih, emang aku telor apa, ya udah deh ga apa-apa, terserah kamu aja,"ucap Darren mengalah.
"Ya udah, udah malem...gue pulang ya, lo juga hati-hati baliknya,"pesan Vivi yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Darren.
"Eh...Pi...bentar..."Darren menarik tangan Vivi saat dia membuka pintu mobil
"Kenapa lagi?"Vivi kembali menutup pintu mobil, memutar tubuhnya kembali ke posisi duduknya.
"Ga, gue cuma mau bilang, terus terang gue tadi kaget waktu lo tiba-tiba pingsan, gue ga tau lo kenapa, tapi kalo lo ada masalah, atau ada sesuatu yang membuat lo jadi trauma, lo bisa cerita ke gue, terlepas dari kita pacaran atau enggak, gue mungkin bad boy, gue mungkin menyebalkan dimata lo, tapi gue siap dengerin cerita lo, jadi kalo ada sesuatu bilang ya, jangan ditutup-tutupin, gue janji ga akan maksa lo cerita, sampai lo yang cerita sendiri ke gue,"
"Panjang banget, berasa dicermahin gue hehehe...iya, maaf juga udah ngerepotin lo tadi yah Dadar, gue akan cerita kalo ada apa-apa, jadi lo harus siap kapanpun gue mau cerita, oke..."Vivi melipat jempol dan jari telunjuknya membentuk huruf o, sementara jari lainnya dibiarkan terbuka. Darren hanya membalasnya dengan anggukan singkat.
"Gue turun ya, hati-hati pulangnya, bye..."Vivi melambaikan tangannya, membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy (COMPLETE)
Teen FictionDarren seorang siswa SMA yang terkenal tampan, pintar, dan berprestasi, namun tak pernah disangka saat di luar jam sekolah, dia sering membully bersama teman-temannya, merokok bahkan mabuk-mabukan, meski begitu dia tidak pernah mempermainkan wanita...