Part 15

905 88 3
                                    

Pagi hari, Gaege terbangun dari tidurnya, ia dapati di sampingnya ada Tama yang masih terlelap tidur sebelum akhirnya ia berjalan memutar untuk menuju keluar kamar. Namun, ia terhenti, dan alangkah terkejutnya melihat tubuhnya tepar di lantai bersama buku di samping kepalanya.

"Lho, Mas Brendon?" panggil Gaege. "Mas, Mas kok tidur di bawah? Masuk angin badan saya entar!" katanya, berusaha membangunkan Brendon, ia goyang-goyangkan juga badannya.

Tama yang mendengar itu, ikut terbangun, dan kaget melihat mereka. "Papa kenapa?!" pekiknya.

Dan tak lama, Brendon membuka mata, ia mengangkat badannya susah payah dan wajahnya kelihatan pucat. "Mas, Mas kenapa?" tanya Gaege kemudian.

Brendon yang siap bangkit terduduk lagi, memegang kepalanya. "Hrgh ...." Ia mengerang.

"Lho, Mas? Mbak! Mbak Beatrice! Kanya!" teriak Gaege panik, dan Tama langsung melompat ke ayahnya.

"Saya ... saya gak papa." Brendon menggelengkan kepala, mulai membaik. Ia kemudian menghela napas panjang.

"Papa kenapa?" Tama memeluknya, kelihatan sedih.

Brendon balik memeluknya. "Papa gak papa, Sayang."

Kemudian tak lama, para perempuan pun datang, menolong Brendon bangkit sebelum akhirnya membaringkannya lagi ke kasur. Kanya, tanpa pikir mengecek kening pria tersebut.

"Demam tinggi," katanya.

"Saya gak papa, saya gak papa." Dan Kanya sedikit menjauh, menyadari nyaris ia lupa jika itu bukan suaminya.

"Mas, Mas istirahat aja, biar aku siapin kompres dan sarapan." Beatrice lalu buru-buru menuju ke dapur.

"Gaege, kamu jaga Mas Brendon, aku ke dapur dulu bareng Mbak Beatrice. Jaga anak-anak juga, ya!" katanya, sebelum akhirnya beranjak pergi.

"Lah, aku ditinggal di sini? Aku pengen mandi, pengen sarapan juga! Bawain juga, kek!" Gaege sebal sendiri, mengecak pinggangnya. Kemudian, matanya menatap ke arah Brendon yang kini dikerubungi anak-anaknya.

"Papa gak papa, Sayang ...." Ia mengusap puncak kepala dua anaknya yang kelihatan khawatir.

"Gak papa gimana." Gaege menggumam seraya geleng-geleng miris. Kemudian, ia menatap ke arah buku yang tadi jatuh di samping Brendon tadi, pun langsung memungutnya. "Hm?" Ia membukanya kemudian sebuah gambar di ruang hukum ada di sana, ada pula wajah yang mirip dengan wajah Brendon di sana.

Halaman demi halaman diisi banyak lukisan, mulai dari pernikahan, kemudian liburan, dan keluarga. Semua gambar ini pun ada yang mirip dengan foto yang digantung di beberapa dinding di rumah ini.

"Keknya dapet memori, nih." Ia lalu meletakkan buku tersebut ke meja lagi, kemudian menatap sekitaran. "Tu para maut mana, deh?" Ia kemudian berjalan keluar, melewati dua wanita yang masuk ke kamar.

"Gaege, kamu mau ke mana?"

"Bentar, manggil si maut!" sahutnya, dan ia keluar dari rumah.

"Eh? Si maut?" Kanya terlihat bingung.

"Apa ... Mas Brendon dapetin ingatannya kembali?" Beatrice pun masuk ke kamarnya disusul Kanya.

Gaege kini berdiri di luar, terlihat halaman yang begitu sepi karena jarang-jarang ada tetangga, matanya kemudian menatap ke atas. "Maut, di mana lo, Maut! Tu orang udah inget!" panggilnya menatap ke atas.

Dan ia mondar-mandir di sana, menunggu, sementara itu ada mobil yang melintas kemudian terhenti tak jauh, menatap ke Gaege yang tak menyadari hal tersebut. Bahkan, di dalam mobil itu, ada beberapa pria dengan telepon setia di telinga.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

MY HUSBAND, YOUR HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang