ocho

1K 81 8
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
***

Entah berapa lama, namun sunyi lah yang memeluk dua pria beda usia tersebut. Bahkan sampai batang rokok pertama habis, tak ada satu patah kata pun keluar dari bibir mereka. Entah karena memang nyaman di dekap dinginnya angin malam, atau memang masing-masing sedang tidak ingin membuka suara. Terlalu penat akan semesta yang tidak pernah absen menumpuk beban di pundak.

Seungmin mematikan puntung rokoknya yang telah habis tembakaunya. Kemudian bangkit dari duduknya yang menghangatkan kursi besi beku tersebut.

"Kau selesai? Baiklah, terima kasih karena telah berbaik hati menemaniku malam ini. Aku akan membayarnya lain kali." Batangan nikotin yang menyelip pada jemari Changbin pun ia buang ke tanah yang tertimbun salju. Menginjak benda itu agar apinya benar-benar padam.

Seungmin belum menyahut, hanya melirik Changbin melalui ekor matanya seolah ingin mengatakan sesuatu namun tidak bisa. Ia hanya malas di pandang aneh oleh si stripper tersebut.

"Katakan saja." Seolah mengerti apa yang ada di dalam pikiran Seungmin, Changbin pun tersenyum tipis. Meski masih terasa getir.

"Apa kau masih berniat pergi ke sungai Han?"

Changbin mendongak menatap Seungmin yang berdiri menjulang tinggi tak jauh dari jaraknya. Terkekeh pelan mendengar pertanyaan yang diajukan pria itu padanya.

"Entahlah. Aku sedang tidak ingin pulang dan kurasa bermalam di pinggir sungai Han tidak akan buruk. Kenapa kau bertanya?"

Seungmin menggaruk tengkuk yang jelas tidak gatal sama sekali sembari membuang muka ke segala arah, asal tidak pada Changbin. Ia pun tidak mengerti kenapa harus bertanya hal seperti itu. Ah, sudah kepalang tanggung.

"Ayo pulang bersama ku."

Changbin sepenuhnya tidak mengerti akan ajakan yang terdengar terpaksa namun cukup tulus tersebut. Alisnya terangkat bingung, meminta jawaban yang lebih spesifik dari sang lawan bicara.

"Kau bisa bermalam di apartemen ku. Salju akan turun lebat saat hari berganti dan kau bisa mati kedinginan. Pikirkan pergi ke sungai Han lain waktu saja."

Changbin cukup naif karena masih percaya bahwa sekalipun orang jahat, mereka pasti masih punya sisi lembut serta kemanusiaan meskipun hanya berupa satu persen dari kemungkinan.

Barangkali ia benar.

***



Mesin mobil milik Seungmin berhenti ketika kendaraan tersebut telah berada di basement, area parkir gedung apartemen yang pria Kim itu tinggali. Changbin melepas sabuk pengamannya, dan segera menggulir perhatian pada sosok laki-laki yang telah berbaik hati memberikannya tumpangan sekaligus tempat menginap.

"Oh, kau lumayan kaya juga." Seungmin mengabaikan perkataan yang ditujukan sebagai pujian tersebut. Ikut melepaskan sabuk pengaman yang melilit dirinya itu sebelum membalas tatapan nakal dari yang lebih muda.

Changbin menyeringai tipis dan tanpa dapat Seungmin duga, laki-laki bernama lengkap Seo Changbin itu duduk di atas pangkuannya. Kedua tangannya mendarat nyaman pada pundak pria Kim tersebut. Sama sekali tidak ambil pusing dengan reaksi yang lebih tua tunjukkan padanya.

"Sepertinya aku memperlakukan mu terlalu baik, hmm?" Tentu tindakan Changbin itu sungguhan membuat Seungmin iritasi. Namun karena kepalanya masih merekam jelas perkara sakit dua jam lalu di taman sepi, kata-kata pedas yang telah antri di ujung lidahnya kembali ia telan bulat-bulat.

"Aku hanya ingin kau membuang rasa iba mu, padaku. Aku baik-baik saja dengan perlakuan kasar mu tadi, itu bukan permasalahan rumit."

Changbin memangkas jarak antara dirinya dan Seungmin, memiringkan kepalanya agar hidung bangir itu tidak saling bertabrakan. Lidahnya mengintip di antara deret gigi putihnya yang nampak lucu, kemudian sepasang jelaga itu menyorot seduktif. Salah satu tangannya naik pada leher Seungmin, jari-jari pendek itu menyapu permukaan kulit yang menguarkan aroma musk berpadu dengan amberwood, ditambah penyeimbang floral yang memberikan kesan maskulin bagi pria yang saat ini Changbin duduki itu.

Bibirnya menyungging manis.

"Mau kuberi tahu sebuah rahasia?"

Deru napas keduanya saling bertubrukan, seolah dapat bertukar oksigen melalui jarak yang tidak bisa dikatakan jauh tersebut. Bahkan Seungmin dapat merasakan bayang-bayang bibir Changbin menyapu miliknya.

"Sama seperti kau, aku juga bukan seorang gay atau memiliki ketertarikan pada laki-laki. Seperti yang kau katakan pula, aku memang hanya seorang pelacur." Ia menekan pinggulnya tepat pada sesuatu di bawah sana yang berada diantara bokongnya. Menghasilkan lenguh paksa berat lolos dari bibir seorang Kim Seungmin. "Tapi terkadang, aku juga menikmatinya."

Tepat setelah bisikan sensual itu lolos, Changbin meletakkan bibirnya di atas milik Seungmin. Mengadu kemampuan dengan cara melumat permukaan kering tersebut. Rasa tembakau masih menguak jelas kala keduanya bertukar ludah, Changbin memperdalam pagutan yang tidak seharusnya diterima oleh sang lawan tersebut.

Seungmin tadinya membawa kedua tangannya pada pinggang Changbin agar dapat mendorong tubuh dipangkuan nya tersebut pergi darinya. Namun sirna seketika berganti menjadi meremas sisi tubuh itu dan menariknya agar semakin mendekat.

Pemuda Seo itu masih memimpin cumbuan penuh gairah tersebut, bahkan kecipak basahnya beradu kuasa dengan nyanyian serempak para jangkrik malam itu. Seungmin tidak pernah menyangka bahwa bibir seseorang dapat membuatnya mabuk kepayang. Tentang bagaimana bibir yang lebih tipis dari miliknya itu mengulum bilahnya dengan sensual, lantas menghasilkan lenguh pelan di sela pertukaran saliva tersebut.

Lupakan tentang kebutuhan menghirup oksigen, paru-paru yang semakin menyempit terabaikan sempurna sana Seungmin dalam membawa lidah Changbin masuk ke dalam mulutnya untuk ia kulum penuh.

Tidak mungkin dalam satu malam Seungmin dapat mengubah orientasi begitu saja.



.
.
.
.
.
.
.
***



:)?

ANIMALS  | 19+ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang