-¦- -¦- -¦- 53 -¦- -¦- -¦-

43 4 0
                                    

Hari libur tiba. Sudah sekitar dua minggu lebih liburan sekolah berlalu, bersamaan hari natal dan tahun baru. Di berbagai tempat, banyak beberapa sudut terlihat merayakan hari natal. Para pedagang menjual pernak-pernik. Tidak terkecuali para penjual kembang api berbagai ukuran. Tiap tahun mereka pasti ada di sana.

Namun, seperti liburan yang lainnya. Fifi masih saja di rumah. Menghabiskan waktu rebahan, makan dan mengscrol ponselnya. Keluarganya tidak mengambil liburan di luar rumah tahun ini. Tiap tahun akan seperti itu. Antara malas dan tidak ada biaya. Terakhir kali mereka liburan tiga tahun yang lalu, ke tempat saudara di Jawa Tengah. Setelah itu, beri salam pada ranjang yang sudah setia menemaninya.

Tapi, malam ini dia akhirnya keluar dari rumahnya. Pergi seorang diri ke minimarket. Memang, kalau urusan ke tempat itu dia yang mengambil alih. Mencuci piring, menjemur sampai melipat baju. juga bagiannya. Menge-pel, memasak adalah bagian Ibunya. Walaupun dia tidak bisa mengambil alih semuanya. Dia sudah cukup membantu Ibunya di rumah. Deterjen dan sabun cair adalah barang yang harus dia beli malam ini. Jaraknya cukup jauh, dia juga jalan kaki. Sekitar sepuluh menit untuk sampai ke pasar moderen itu.

Begitu sampai, dia langsung membeli apa yang di perlukan. Di tambah mie instan untuk dirinya sendiri. Selagi dia mendapatkan uang jajan. Kenapa tidak dia gunakan?

"Ini aja?" tanya sang kasir sembari menghitung barang. Fifi hanya menganguk saja. Mencari uang di sakunya. "Ada yang mau di beli lagi?" tanya sang kasir. Fifi mengeleng. "Ada promo hari natal sama tahun baru buat rotinya. Beli dua gratis satu!" tawarnya. Gadis itu kembali menggeleng. "Ada minuman juga, beli satu gratis satu," katanya lagi.

Fifi diam saja. Memberikan uang pada sang kasir. Dan dengan cepat dia keluar dari sana setelah berterima kasih. Dia salut, seumur hidup dia belum pernah bisa membayangkan dirinya menjadi kasir. Dia tidak bisa seperti itu. Dia gadis gila, tapi dia masih punya rasa malu. Dan berkali-kali dia akan katakan. Dia memberikan semangat pada para kasir di seluruh dunia.

Merasa tidak ada lagi urusan, dia pulang. Berjalan ke arah sebelumnya. Tidak ada kata-kata keluar dari mulutnya hari ini. Hanya gumaman, bernyanyi dalam hati di antara ramainya kendaraan. Malam ini juga begitu cerah, tidak ada bintang, tidak ada bulan dan awan. Hanya langit hitam gelap di atas sana. Langkahnya santai, begitu dia sampai dia depan rumah makan padang. Kedua kakinya berhenti sebentar. Melirik ke arah sana.

Memutar kembali ingatannya tentang dia dan Dewa di tempat ini. Ketika dia tidak sengaja duduk di atas motornya itu. Ketika Dewa mendorongnya sampai jatuh dan pertengkaran sengit mereka. Baru menyadari mungkin itu awal dia jadi saling cekcok. Dan ancaman yang berbalik padanya. Bahkan aib laki-laki sendiri itu sudah terlupakan karena semua masalah rumit ini. Kebenaran jika dia pembalap, Wahyu si anak tawuran dan tamparan itu. Masalah kecil itu terlupakan begitu mudah.

Fifi menghela napas. Sebaiknya dia lupakan dua laki-laki itu. Ini hari libur. Jangan membebani pikirannya sendiri.

Tetapi, ketika dia berniat melanjutkan langkahnya. Sebuah motor melintas di melewatinya. Dia sempat terkejut, hampir saja tertabrak. Matanya melirik pada motor yang sedang di parkir di depan toko pakaian khusus laki-laki di sana. Begitu si pengendara melepas helmnya, terlihat siapa itu.

"Dewa?"

Dia turun dari motornya. Mengambil kunci motor. Menghampiri Fifi yang masih berdiri terdiam di sana. "Dari mana lo?" katanya.

Fifi mengangkat kantung plastiknya. "Shoping," balasnya. "Lo sendiri"

Dewa menunjuk toko di depan itu. "Beli baju, keknya baju gue udah kek gembel semua,"

"Gembel apa?" cibirnya. Dewa sendiri tertawa geli. "Kayanya lo tuh beli baju mulu, ya? Jaketlah, sepatu, celana. Gue nggak ngerti lo ini suka belanja atau memprioritaskan gaya lo itu,"

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang