The Day I Lost | Ongoing

[1] Love Scenario

Kakiku terus melangkah, mengarungi jalanan Seoul yang dingin. Suara mesin mobil yang lewat juga semakin minim, malam yang larut ini nampaknya mampu menambah ketenangan untuk mereka yang lelah karena beraktivitas seharian.

Angin berhembus saat sebuah mobil melewatiku. Menembus tubuhku yang kini tak lagi berwujud. Perasaan itu kembali menghantui. Perasaan yang mampu membuat raut wajahku menjadi murung karena memikirkan bagaimana bisa aku menjadi seperti sekarang ini.

=The Day I Lost=

Aroma obat yang menyeruak mulai menyapa lubang hidungku. Warna lampu berwarna putih cerah membuat mataku menjadi sedikit silau. Berbagai suara dapat kutemukan disini. Suara tangis karena kehilangan, suara tawa karena sembuh, dan juga suara amarah karena pasien yang mulai menyerah atas kesembuhannya.

Ku kedipkan mataku saat sebelumnya aku tak sengaja menatap seorang lelaki yang baru saja melewatiku. Seorang lelaki yang mampu mengalihkan perhatianku untuk pertama kalinya setelah menjabat sebagai arwah tersesat kurang lebih 4 bulanan.

Tanganku perlahan menyentuh dada, merasakan detakan jantung yang berdegub tiada henti. Aku baru tahu kalau hantu ternyata bisa merasakan perasaan semacam ini.

Senyum lelaki itu masih menghantui saat ia melewatiku sambil berbicara dengan temannya. Melewatiku dengan begitu lembutnya. Dan aku, jatuh cinta dengan manusia pada pandangan pertama.

Tak ingin melewatkan kesempatan, aku pun mengejarnya. Membuntuti lelaki itu dari belakang tubuhnya yang tingginya hampir dua kali lipat dari tubuhku.

"Jeno-ya, kita sudah sampai," ucap temannya.

Seketika aku tersenyum saat gendang telingaku mengetahui siapa nama si pemilik tubuh ini. Lee Jeno, nama lelaki yang sukses membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Andai bukan karena jaket yang dia gunakan, aku sudah mengetahui namanya sedari tadi dengan melihat papan nama yang menempel di seragamnya. Untung saja lelaki manis di sebelahnya itu memanggil namanya.

"Jeno, nama yang bagus," ucapku senang.

Aku masih membuntutinya, mengekori mereka berdua hingga masuk ke dalam sebuah bangsal inap yang di dalamnya terbaring seorang gadis bermata bulan sabit. Di ujung ranjangnya, tertulis nama pasien dengan nama Jang Soyeon. Tubuhnya yang lemah dan lusuh itu masih menyempatkan diri untuk menyapa dua temannya yang baru saja datang di ruang inapnya.

"Terima kasih," ucap gadis itu saat Jeno dan temannya meletakkan keranjang berisi buah-buahan kesukaan sang pasien. Tak hanya itu. Setelah berhasil meletakkan keranjang buah di atas nakas, Jeno pun mengeluarkan sebuah boneka beruang di tangan sang gadis.

"Titipan dari Huang Renjun, semoga kau menyukainya."

Gadis yang sempat tersenyum cerah beberapa detik lalu kini merubah ekspresinya dalam sekejap menjadi murung. Raut wajahnya menggambarkan sebuah kekecewaan. "Kenapa tidak mengantarnya sendiri ke sini?" Suaranya lemah.

"Dia sibuk mengurus kegiatan OSIS di Sekolah, katanya lain kali," sahut si pria manis dengan name tag Na Jaemin.

"Sesibuk itu sampai tidak ada waktu untukku?" Suaranya sedikit tersengal, dan entah kenapa aku bisa merasakan kesedihan yang sedang dirasakan oleh gadis itu. Kesedihan yang tercipta karena sosok yang sangat kita rindukan dan kita inginkan kehadirannya, namun tak sesuai dengan realita yang kita harapkan.

Sejenak, aku jadi teringat dengan diriku sendiri. Realita seolah menamparku dengan sangat keras saat aku berharap bisa melihat jasadku sekali saja sebelum aku bisa kembali ke tempat dimana diriku seharusnya berada.

Iya, sejak aku membuka mata dan berubah menjadi arwah, aku tak pernah melihat dimana jasadku berada. Setiap Rumah Sakit di kota besar ini sudah ku arungi, mulai dari Ruang UGD, Ruang ICU, Bangsal Inap, Kamar Mayat, bahkan sampai Mobil Ambulance yang baru datang dari TKP pun ku periksa satu persatu tapi hasilnya tak pernah sesuai harapan.