T I G A P U L U H L I M A

5.1K 323 6
                                    

Satu minggu setelah mempersiapkan segala keperluan untuk acara pengesahan Revan dan Aora, kini mereka berdua sudah berada di Gedung Djakarta.

Pernikahan itu hanya dihadiri orang terdekat saja. Revan melarang Vraska, Vania, dan mamanya untuk menghadiri pernikahannya.

Revan tidak mau Vraska dan Vania mempunyai niat buruk kepada Aora. Ia juga masih belum bisa memaafkan Diana, sehingga dia sengaja tidak mengundang mama kandungnya itu.

Dua kali dalam hidup. Untuk kedua kalinya, Revan mengalami jantung nya berdetak sangat kencang tidak karuan.

Rasa gugupnya kali ini sangat menguasai tubuhnya, bahkan rasa gugup itu juga menguasai otaknya. Karena rasa gugup itu, otak Revan terasa sangat buntu. Sekarang ia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih.

"Mas, sudah waktunya," salah satu Wedding Organizer datang dan memperbaiki kerah jas Revan yang sedikit berantakan.

Perlahan Revan bangkit dari duduknya, ia menghirup nafas panjang-panjang, lalu kembali membuangnya perlahan.

Dalam hati Revan berdoa dan meyakinkan diri sendiri bahwa ia pasti bisa menghadapi ini.

Karena sekarang belum akhir dari segalanya. Masih ada beberapa cobaan yang pastinya akan mereka hadapi di masa depan.

Revan berjalan memasuki gedung dan duduk di depan penghulu. Tidak perlu menunggu lama, Aora juga memasuki gedung Djakarta dan duduk di samping calon suaminya.

Wow!!

Revan sangat takjub melihat kecantikan dan pesona Aora. Bahkan Aora lebih cantik dari dugaan lelaki itu.

Saking kagumnya, Revan tidak sadar jika dari tadi ia sudah diperingati untuk memulai berjabat tangan dengan bapak penghulu.

"Mas Revan...?" penghulu itu mencolek sedikit pergelengan tangan Revan.

"Eh iya pak maaf."

"Baik kita mulai--"

---

"Sah?"

"Sah!!"

"Sekarang kalian sudah sah menjadi suami-istri. Semoga menjadi keluar yang sakinah mawadah warahmah. Aamiin."

Revan dan Aora berdiri bersama-sama. Istri Revan itu mencium tangan kanan suaminya dengan tulus.

Setelah diintruksi WO untuk menaiki panggung, orangtua Revan dan orangtua Aora ikut naik pelaminan dan foto bersama-sama dengan perasaan bahagia.

---

Aora memeluk Dedy dan Rini. Aora menangis. Kali ini ia benar-benar akan meninggalkan kedua orangtuanya yang sudah merawatnya sejak kecil.

"Ra, jaga diri baik-baik ya disana," perlahan hati Rini ikut tersentuh dan rasanya ia sangat tidak tega melepaskan Aora.

"Ra, dengerin kata-kata papa. Kalo sampai Revan ngelakuin kekerasan dalam berumah tangga, langsung bilang papa. Kalo ngancem, tetep bilang ya!"

"Awas kamu macem-macam sama Aora. Habis kamu sama papa," Dedy mengancam Revan dengan tajam.

Kecaman itu pun berhasil membuat Revan meneguk ludah dan hanya bisa menjawab Dedy dengan anggukan pelan.

"Pa, ma, Revan sama Aora berangkat ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

---

Jarak antara gedung Djakarta dan rumah Revan lumayan memakan waktu yang lama.

Saat tiba, Aora dan Revan langsung merapikan barang-barang yang sudah Aora bawa bersama-sama.

Tiba-tiba pintu kamar mereka berdua terbuka, "Pengantin baru nih?" ucap Vraska yang tidak ada sopan santunnya sama sekali.

"Gak sopan ya lo!" bentak Revan cukup keras. Revan paling tidak suka jika ada orang yang mengganggu privasi dirinya. Apalagi sekarang ia sudah mempunyai istri, kini ia tidak mau ada yang mengganggu Aora.

Tidak ada yang boleh menyentuk Aora, kecuali dirinya.

"Sensi amat bos, sakit hati nih gue," Vraska dramatis.

"Emm. Sebagai gantinya karena lo udah nyakitin hati gue, gue mau foto kalian berdua."

Cekrik..

Vraska langsung memotret Revan dan Aora tanpa izin. Sejenak Revan masih tidak mengucapkan kata apa pun. Matanya terus menatap Vraska dengan tajam.

Aora kebingungan. Karena biasanya Revan akan langsung mengamuk jika di pancing seperti ini.

"Revan, Vraska baru aja foto kita," Aora menyenggol bahu Revan pelan.

"Titik terendah kalo orang lagi marah itu diem Ra," jawab Revan tegas, matanya tidak bergerak sedikit pun.

Setelah menegaskan kalimat tadi, Revan langsung berdiri dan menutup pintu kamarnya dengan keras.

"SHIT!! JARI GUE!!" teriak Vraska kesakitan. Wajahnya tampak memerah padam.

Dengan santainya Revan membuka pintu itu, lalu menatap kembali wajah Vraska seksama.

"Dalam hitungan ke tiga kalo gak minggir, gue bakal jepit lagi. Satu-dua--"

Jedor!

Tidak sampai hitungan ketiga, Revan sudah membanting pintunya dengan sangat keras. Bahkan lebih jeras dari sebelumnya.

"AAAAA BANGSATTT! ANJING! ANAK TAI!!" umpat Vraska habis-habisan.

Dengan seluruh tenaganya, Vraska membuka pintu lalu melepas jari nya itu.

Sungguh bukan main. Tiga jari Vraska yang terdiri dari jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis menjadi korban kekerasan Revan.

Tunggu! Ada apa ini?! Jari tengah Vraska sangat letoy bak tidak ada tulangnya. Bahkan, dari ketiga jari itu, yang paling sakit adalah jari tengah.

Jangan-jangan...?

"Aaaaaa!!!"

Baby Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang