Prolog

0 2 2
                                    

"Bunn," anak kecil berusia 8 tahun menahan tangan sang bunda agar tidak meninggalkannya sendirian di kamar. Padahal kan ada adeknya yang juga tidur di kamar itu.

"Ada apa Hamzanya bunda, sudah malam loh ini." Bunda memeluk dan mengusap kepala Hamza. Pikirannya jauh meneliti apakah ada kesalahan yang dilakukan sehingga Hamza bersikap demikian.

Namun, diteliti lebih jauh juga tetap tidak ditemukan. Hari ini Hamza tidak melakukan kesalahan, atau justru dirinya yang telah melakukan kesalahan?

"Hamza ada apa? Bunda punya salah ya sama Hamza?" Bunda memang terbiasa mengajari anak-anaknya untuk saling mengingatkan jika memiliki kesalahan agar terbiasa mengintropeksi diri.

"Bunda sibuk sama Haura dan Hilal, bahkan bunda gak sempat mengecek hafalan Al-Bayyinah Hamza." Dari nada suara terdengar kekecewaan. Rupanya dia sedang cemburu melihat bunda tidak memiliki waktu.

Bunda tidak tinggal diam, dia mengangkat wajah Hamza agar memandangkan ke arahnya. Memperlihatkan bahwa semua itu tidak benar.

"Hamza, bukannya jagoan bunda ya? Kalau melihat bunda kesusahan, sibuk, kenapa gak Hamza bantu aja? Biar ada waktu setelahnya untuk bersama Hamza."

Hamza mengerjapkan mata, meneliti mata sang bunda. Selang beberapa detik kemudian dia menangis. Merasa  bahwa perasaan cemburu tadi hal yang sia-sia. Kenapa dia tidak melakukan seperti ide bunda.

"Iya bunda, besok Hamza bantu. Tapi bunda harus nyediain waktu setiap malam buat ngedongeng yaa," tidak sanggup melihat sang anak menangis, bunda mengusap air mata Hamza. Lalu berkata "Insyaa Allah, besok Bunda cerita tentang Hamzah bin Abdul Muthalib, idolanya bunda sampai ngasih nama kamu itu."

"Wahh Hamza mau bun, hoamm."

"Nah sudah ngantuk kan, ke kamar mandi yuk kita wudhu terus jangan lupa mengibas-ngibaskan kasur agar setan gak numpang tidur. Haura juga tidur, ketahuan bunda loh daritadi nyimak pembicaraan Hamza hihi." Bunda menggandeng tangan Hamza agar turun dari kasur dan tangan satunya mengusap rambut Haura, adek Hamza yang berusia 5 tahun.

"Hihi, bundaa, Haura mau ikut wudhu bareng oppa," Haura segera turun dari kasur, menyusul bunda dan Hamza.

"Apaan sih ra, manggil oppa segala, siapa yang ngajarin?" Hamza bergandengan dengan Haura dan Bunda menuju kamar mandi.

"Bunda yang ngajarin manggil Oppa." Spontan Haura dan Hamza melirik ke bunda. Bunda hanya tersenyum merasa keluarganya selucu ini. Dia memang sudah tidak mengidolakan hal itu. Tapi tetap saja rasanya lucu melihat anak perempuan memanggil kakak dengan sebutan itu.

"Gausah manggil Oppa, panggil abang aja ya. Bang Hamza, oke?!." Hamza menyatukan ujung jari telunjuk dan jempolnya sehingga membentuk huruf O dan tiga jari lainnya dibiarkan terbuka.

"Bundaaa! eh ternyata di sini. Hilal bangun, abi bingung gimana biar dia tidur lagi." Sosok laki-laki memakai piyama berwarna biru muda sedang menggendong bayi. Bunda pun mengambil alih bayi itu dan menyerahan Hamza serta Haura kepada abi.

"Gapapa bunda, Hamza sama Haura biar wudhu sama abi hehe." Hamza memberikan jempolnya tanda merasa baik-baik saja. Dia harus mengerti bagaimana repotnya bunda membagi waktu untuk dia dan adik-adiknya.

Duhh Hamza maniss.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Quality Time"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang