Memulainya

6 2 0
                                    

Dia terus bicara tentang hubungan kami, dia ingin agar aku mengerti apa yang akan kami hadapi didepan. Dia jenis perempuan yang tidak mau main-main dalam menjalani suatu hubungan. Dan dia meminta pengertian juga kemantapan hatiku.

Dia, perempuan ku, Anesta yang akan aku perjuangkan dengan segenap kemampuanku.

"Anesta, dengarkan aku. Aku tau maksudmu. Bukan karena kita harus menikah dalam waktu dekat. Tapi aku tau bahwa kita juga harus serius dalam menjalani suatu hubungan"

"Aku, laki-laki yang akan menemanimu. Apapun itu keadaannya. Aku berjanji Anesta, kita akan berjuang bersama-sama sampai mendapat restu dari mamamu dan dari keluargamu"

"Aku, akan membuktikan bahwa aku serius dengan perasaanku. Aku serius dengan hubungan kita. Aku akan menepati perkataanku. Tahukah sayang, Aku mencintaimu", ku peluk erat dirinya.

Aku tidak ingin dia pergi meninggalkanku atau aku pergi meninggalkannya. Aku hanya inginkan dia dalam hidupku. Mungkin terlalu cepat, kami baru saling mengenal. Tapi aku tahu, aku mencintainya.

Selama aku bicara, dia diam dan menatapku. Aku tahu dia mencari jawaban dimataku. Apakah aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku.

Kupandangi wajahnya, kuusap pipinya dengan ibu jariku. Ku cium bibirnya dengan lembut dan dalam. Dia pun membalas ciumanku dengan lembut. Andaikan suatu saat dunia berhenti, aku ingin berhenti saat aku sedang menciumnya. Akhirnya, aku menarik diriku. Aku menahan gejolak yang timbul dari ciuman kami.

Sekali lagi kutatap matanya, "Aku mencintaimu, Anesta". Kata-kataku nyaris berbisik.

"Aku pulang ya, besok dan besok dan besok lagi aku akan datang, karena aku akan terus merindukanmu"

"Aku tunggu. Aku mencintaimu Mahesa", balasnya nyaris berbisik.

"Besok dan besok, dan besok lagi aku akan menunggumu. Karena aku selalu merinduimu"
=========

Biarlah saat ini, kami begini dulu. Merasakan cinta kami yang baru saja bersemi. Kami tidak akan berusaha untuk menguncupkannya, tapi akan berusaha untuk membuatnya semakin mekar.

Aku belum ingin bercerita pada mama, aku ingin menikmati debaran jantungku. Menikmati keindahan dirinya, menikmati setiap helaan nafasnya saat dia bilang dia mencintaiku.

Saat ini menceritakan pada mama hanya akan merusak keindahan imajinasi ku. Suatu saat, bila waktu yang kurasa tepat sudah tiba. Aku akan mengatakannya.

Saat ini aku hanya ingin menyimpan dia dihatiku. Mahesa, kamu sudah membuatku melambung.
==========

"Nes, masuk ya? Boleh nggak?"

"Eh, masuk aja De. Pintunya nggak dikunci"

"Aku ketiduran lagi De. Aduh, udah gelap ya"

"Iyalah, sering banget sih sekarang ketiduran sampai gelap"

"Iya, capek banget rasanya. Lagian cuacanya mendukung buat tarik selimut. Sejuk!"

"Pasti belum makan ya Nes?"

"Iya, laper aku De, kita makan yuk!"

"Nih, aku bawain nasi goreng. Tadi aku makan bareng Jo, aku main ke rumahnya trus kami jalan sekalian makan nasi goreng ditempat biasa. Aku ingat kamu, trus aku beliin sekalian"

"Aku mikirnya ntar kalau kamu udah makan ya buat makananmu tengah malam. Kamu kan kalau makan banyak Nes".

"Hahahaha, aku serakus itu ya!. Eh, kok nggak sekalian es jeruk atau es teh manis sih!"

"Ngelunjak!"

"Hahahaha, bukan ngelunjak!, tapi nggak tau diri!"

"Ya, itu mirip lah!"

"Makasih ya De buat nasi gorengnya, apalagi disaat dompet mulai menipis. Anugerah banget lho ini", kupersembahkan senyum terbaikku.

"Iya iya, tapi nggak usah kayak gitu juga senyumnya, bikin mual hahahaha!".

"Hahahaha, masak mual sih?", kulihat senyumku dicermin

"Ih, beneran bikin mual hahaha"

"Tuh, kannnn aku bilang juga apa!, nggak percaya sih, bikin mual tau!"

"Hahahaha, aku mau makan dulu, trus mandi trus selesaikan Bab 1 mungkin sampai tengah malam. Besok aku janjian sama dosen pembimbing skripsi mau serahkan Bab 1. Semoga malam ini, juga bisa memulai sedikit Bab 2"

"Ya udah, segera makan, mandi trus kerjakan Bab 1. Nggak usah kebanyakan berkhayal, main, nongkrong atau sejenisnya. Aku udah mau mulai mengerjakan bab 2. Katanya mau lulus bareng, kita wisuda bareng".

" Iya, iya. Siap bos!"

"Dea, aku mau cerita. Tapi nanti ya, kalau aku udah selesai mandi"

"Cerita apa? Penting?"

"Nggak penting, tapi kalau nggak diceritakan rasanya ngganjel disini", kataku sambil menunjuk dadaku.

"Ntar ya, aku makan trus mandi trus cerita sebentar. Tunggu ya"

"Iya, aku tunggu. Sana gih!"

===========

"Aku bingung harus mulai dari mana ya ceritanya. Tadi kan aku pulang penelitian trus ternyata Mahesa udah dikos, nunggu aku"

"Kamu pulang sama siapa? Tadi kan hujan"

"Pulang sendiri, jalan kaki"

"Kebiasaan deh kamu itu, sukanya pulang jalan kaki padahal kan hujan, mana jauh lagi. Pasti duitmu tinggal dikit ya?"

"Hahahaha, kok tau sih!. Anggap aja olah raga"

"Eh, jangan nyela terus dong. Dengerin dulu!"

Kebiasaan Dea itu, kalau aku cerita suka menyela. Kadang pertanyaan atau omongannya tuh nggak penting dan nggak nyambung. Akhirnya aku sering lupa yang mau diceritakan yang bagian mana. Sering nggak fokus gitu.

Makanya kalau mau cerita ke Dea, aku sering bilang, "Dea, aku mau cerita. Tolong dengerin dan nggak dipotong. Dengerin sampai selesai"

Tadi aku lupa menyisipkan kalimat saktiku biar nggak dipotong atau disela sama si cantik ini.

"Iya iya, trus trus gimana dong ceritanya?"

"Nah, dengerin dulu ya"

Kutarik nafas dalam memenuhi paru-paruku, "Tadi aku udah cerita ke Mahesa soal mama dan keluargaku yang nggak akan setuju dengan hubungan kami"

"Aku ceritakan alasan ketidaksetujuan mereka. Terus terang saat aku mengatakannya aku takut kehilangan dia"

Aku berhenti mengambil jeda, mengingat saat-saat itu.

"Tapi cepat atau lambat dia harus tau kalau memang kami berniat melanjutkan hubungan pertemanan menjadi kekasih. Aku memutuskan lebih cepat mengatakannya daripada nanti saat hubungan kami semakin lama, dia tau dan memilih mundur. Itu lebih menyakitkan buatku"

"And thank's God, dia meyakinkanku kalau dia akan berjuang bersamaku untuk mendapat restu dari mama dan keluargaku. Ya bukan berarti kami akan menikah besok sih. Cuma memang kami serius dengan hubungan kami"

"Sekarang gimana perasaan kamu Nes?"

"Udah lega, udah melewati satu tahap. Semoga tahapan berikutnya kami bisa melewatinya"

"Aduh, seserius itu ya kesannya De?"

"Aku ikut bahagia Anesta. Mendengar kamu bisa bersamanya dan kalian tetap bersama walaupun apa yang terjadi, aku berharap yang terbaik untuk kalian berdua"

"Aku yakin Anesta, perjalanan kalian panjang dan banyak perjuangannya tapi kalian akan terus bersama sampai maut memisahkan kalian berdua"

"Semoga ya De, berharapnya sih begitu. Udahan ah mimpinya!. Kerjain yang jadi tugas ku sekarang. Se le sai kan Bab 1!"

"Hahahaha, betul...!"

"Semoga lancar ya Nes mengerjakan tugasmu, nggak kebanyakan melamun. Biasanya kalau baru jadian suka kayak gitu. Banyakan melamun"

"Ih, jangan godain terus dong!"

Anesta dan Mahesa ( Sudah dicetak )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang