Sandra sudah siap dengan koper bawaannya. Di dalam kamarnya yang luas dan dingin, Sandra termangu sejenak. Ia memikirkan bagaimana jika ia bertemu dengan anaknya? Apa yang harus ia lakukan? Apakah anaknya akan menerimanya? Atau bahkan membencinya?
Tidak. Sandra tidak boleh memikirkan itu sekarang, yang terpenting saat ini adalah Sandra tahu anaknya harus dalam keadaan baik-baik saja. Atau ia akan sangat menyesal telah merelakan anaknya pada orang lain.
Tiba-tiba angin kuat membuat gorden jendela kamarnya berterbangan. Disusul suara gemuruh yang berdengung. Sandra beranjak dari duduknya dan membuka jendela kamarnya, melihat keluar ke halaman belakang rumah.
Halaman luas yang menghamparkan rerumputan, rumahnya memang seluas itu. Sandra tak pernah kekurangan selama menjadi istri Mark, materi yang ia dapat mungkin takkan pernah bisa Sandra hitung dengan jari. Sandra tak akan bisa menghitungnya.
Rumah yang jauh dari kota, hanya ada rumput hijau dan pepohonan yang menjulang di sekitarnya. Sandra hidup sendiri dengan ditemani beberapa asisten rumah tangga dan pengawal pribadi yang dibayar suaminya.
Tempat yang sepi dan tak ada satupun tetangga, Mark memilih membangun rumah di salah satu lahan pribadi yang letaknya berdekatan dengan kawasan di mana Sandra membuang bayinya.
Mark memfasilitasi segala keperluan Sandra, tapi tidak dengan turun tangan mencari anaknya. Mark merasa itu tak perlu.
Ia pikir, ini adalah keputusan yang tepat untuk membuat Sandra sadar jika memang ia telah membuang anaknya. Kemungkinan yang muncul dalam pikiran Mark selama ini adalah, Sandra sengaja masuk ke dalam kehidupannya dengan mengaku telah mengandung anaknya 16 tahun yang lalu.
Sekadar mengaku tanpa membuktikan, hanya itu yang Mark lihat. Maka dari itu, menguji Sandra dengan dituntut untuk menemukan anak mereka, adalah hal yang tepat.
Mark tidak akan jatuh miskin hanya karena menikahi satu wanita yang menginginkan hartanya. Adalah Sandra dalam bayangannya selama ini, tapi melihat kartu kredit-nya yang tak berkurang lebih dari 100 juta pertahun, membuat Mark terkadang mengernyitkan dahi.
Mark sering mendapat laporan, bahwa istri keduanya itu tak pernah keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan pribadi. Hanya untuk mengusut beberapa orang yang dapat dimintai informasi mengenai anaknya. Hanya mengenai anaknya. Terkadang Mark merasa bersalah. Tapi hukuman seperti ini, memang sesuai dengan apa yang telah Sandra perbuat.
Sandra dari balik jendela menemukan sebuah pesawat pribadi milik suaminya mendarat dengan sempurna di halaman belakang rumahnya. Sandra tersenyum senang, suaminya datang untuk menengoknya.
Buru-buru Sandra berlari keluar rumahnya. Menghampiri pintu belakang rumah yang sudah terbuka lebar.
Para pekerjaannya sudah berjajar rapi untuk menyambut kepulangan tuan rumah mereka setelah hampir setahun ini tak berkunjung.
Sandra berjalan perlahan saat melihat pria akhir 40 tahun turun dari tangga pesawat dengan setelah jas yang selalu bisa membuat Sandra terpukau.
Sandra menyambut dengan senyum malu-malu. Hanya ia yang merasa bahagia sekarang. Sudah lama Sandra tak melihat sang suami yang kini semakin terlihat tampan dengan balutan kesuksesan di usia hampir setengah abad itu.
Sandra memeluk Mark dengan cepat saat keduanya bertemu langkah. "Aku sangat merindukanmu, Mark!" gumam Sandra lirih.
Mark menatap lurus ke depan. Tak membalas gumaman Sandra yang ia dengar dengan jelas. Tak ada debaran rindu seperti yang diungkapkan Sandra padanya. Mark tak merasakan apapun pada wanita muda di depannya.
Sandra melepas pelukannya dan menatap wajah Mark dengan intens. Ia mencoba menyalurkan rasa bahagianya lewat rangkulan tangannya di leher Mark.
Mark mengelak, matanya sempat beradu pandang dengan mata kecoklatan milik Sandra. Mata yang indah … ah, Mark baru mengingatnya!
Mata yang selalu berkilau itu, pernah ia lihat jauh sebelum hari ini. Jauh sebelum kenal dengan Sandra. Mark ingat, mata ini sama dengan mata gadis yang saat itu tidur di kamar hotel yang sama dengannya. Di hari perayaan relasi, di mana seluruh pegawai dan karyawan diundang untuk memeriahkan pesta yang ia pimpin langsung.
Yah, mengapa baru sekarang Mark ingat? Sekarang semuanya terasa nyata tanpa sadar. Sandra memang memiliki kemungkinan hamil anaknya.
Saat tangan Sandra berniat turun, Mark menahannya. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Sandra. Membuat wanita itu terkejut.
"Kamu harus menemukan anak kita. Buktikan itu padaku," bisik Mark perlahan. Pria itu mencari jawaban lewat kontak mata Sandra. Tak lama, anggukan Sandra membuatnya sedikit lega.
Sandra tersenyum, rasanya ia akan menangis karena pelupuk matanya berkedut melihat sikap Mark yang terasa berbeda dalam sekejap. Terlebih, Mark ikut tersenyum sekarang.
Sandra terpaku dalam posisinya. Wajah mereka sangat dekat sekarang. Apakah mungkin Sandra akan merasakannya sekarang? Tapi harapan kejadian mesranya tiba-tiba lenyap. Karena Mark menjauhkan jarak mereka. Memberi ruang untuk bernapas.
Sebentar, ada yang aneh dari diri Mark. Apakah aneh jika jantungnya berdegup kencang saat ini? Mark membuang pandangannya lalu beralih untuk mengajak Sandra masuk setelah menghela napas.
"Ayo kita masuk!"
Di dalam rumah yang memang selalu sepi, cukup membuat Mark terenyuh, ia merasa terlambat menyadari kesepian Sandra selama ini.
Sementara dari arah dapur, Sandra datang dengan segelas minuman, lalu duduk di sampingnya.
"Bicarakan ini sekarang, aku mau mendengarnya sebelum kita berangkat ke kota," pinta Mark di tengah kegiatannya membaca majalah.
Sandra memulai ceritanya dengan perasaan amat senang. "Aku tahu informasi ini dari seorang wanita yang ternyata mengamatiku selama ini, ketika aku datang ke rumah itu."
Mark berkedip dengan tenang, kicauan burung dari luar rumahnya menghanyutkan emosi yang biasanya akan mencuat jika berdekatan dengan Sandra.
Tapi hari ini pun, Sandra terlihat berbeda. Ada aura yang meyakinkan dirinya untuk mendengar kelanjutan cerita Sandra.
"Widura?" Mark menghentikan kalimat Sandra.
Wanita itu mengangguk masih bersemangat. Tapi nama 'Widura' seperti melesat dalam ingatannya.
Sandra melanjutkan cerita dengan diakhiri penegasan atas permintaannya pada Mark semalam.
"Izinkan aku memiliki salah satu rumah di area komplek Siam Indah di kota nanti."
Mark terkejut. Bukan karena permintaan Sandra yang terdengar mahal ataupun aneh, Mark bisa melakukannya. Tapi keterkejutannya dikarenakan Mark tahu daerah itu.
Kawasan elit yang hanya dihuni oleh beberapa orang kaya dengan marga keluarga tertutup. Termasuk keluarga para saingannya. Dan tempat itu memiliki keamanan yang tak bisa ditembus oleh sembarang orang, semua orang di dalamnya tak pernah melepas topeng transparan yang berkedok penyamaran identitas.
Salah satu hasil proyek besar dari bidang keamanan negara yang bekerja sama dengan perusahaan yang berprinsip pada penyamaran di bawah tugas negara.
Setahu Mark, dari luar mereka sama seperti masyarakat umum yang menjelma menjadi rakyat demokratis yang aktif. Tapi tak ada yang benar-benar tahu identitas asli mereka.
Apa Sandra tak salah dengar? Jika memang benar, maka anaknya bisa berada di keluarga yang berbahaya atau bahkan berada di keluarga rival sengitnya.
"Apa tidak ada tempat lain yang bisa kamu tinggali selain kawasan itu?" Arah pikir Mark melayang ke mana-mana.
Sandra terdiam, kemudian menggeleng kecil. "Kurasa itu tempat yang dikatakan mantan pembantu dari majikan yang membawa anak kita. Aku hanya berharap anak kita memang berada di sana dan segera aku temukan," harap Sandra dengan mata berkaca-kaca.
Mark berdecih, "Apa kamu tahu, sebenarnya daerah apa itu?"
Temanggung, 7 Maret 2021
-Ara
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Brother (Sudah Terbit)
Novela Juvenil[Sudah tamat] Bayi mungil yang diasuh keluarga Mafia. Hidupnya nyaris sempurna meski hanya dengan pelukan kedua kakak kembarnya. Bhymesha Auri Shenata ditakdirkan untuk mengejar kebahagiaan, cinta, harga diri, dan keluarga. Mesha berada di posisi s...