10. Tekateki

1.5K 177 14
                                    

Hinata sibuk membereskan kamar tempat Naruto meletakan beberapa barangnya, pemuda itu sangat berantakan dan juga tak teratur entah bagaimana caranya pemuda itu hidup selama bertahun-tahun dengan kondisi barang seberantakan ini. Tangan Hinata terasa gatal ingin merapihkan barang-barang itu dengan tangannya sendiri. Saat Hinata terlalu  sibuk membereskan barang-barang Naruto hingga tak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya, Naruto berdiri tegap sambil bersedekap tangan di depan pintu. Sorot matanya tajam dan dingin saat memperhatikan gerak-gerik Hinata dari sini.

Hinata menoleh kebelakang karena merasakan aura pekat yang terus terarah kepadanya sedari tadi, dia tersenyum manis saat melihat Naruto tengah memperhatikannya. Ternyata aura dingin itu dari Naruto, pantas saja. “Nar, udah pulang dari tadi?” gadis cantik bermarga Hyuga itu menghampiri Naruto berniat mengambil tas pemuda itu namun yang Naruto lakukan setelahnya berhasil membuat jantung Hinata berkedut ngilu.

Naruto memeluk Hinata erat hingga tubuh gadis itu teragkat, pemuda itu sengaja menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Hinata untuk meresapi aroma khas gadis itu yang entah sejak kapan menjadi candunya. “Kenapa Nar?” tanya Hinata gugup, pasalnya untuk urusan skinship dengan laki-laki Hinata kurang berpengalaman.

“Cuma pengen meluk,” jawab Naruto sekenanya, dia sengaja mencium permukaan leher Hinata lembut hingga membuat gadis itu menegang.

“Nar, kamu ngapain?”

Pemuda itu tak menghiraukannya, Naruto sibuk member kecupan di ceruk leher Hinata sesukanya. Hanya mengecup, Naruto tidak ingin melakukan lebih dia takut Hinata akan sakit hati karena itu.

“Cuma pengen nyium, nggak boleh?” Naruto menjauhkan wajahnya kemudian menatap Hinata. Gadis itu meneguk ludahnya kasar lalu mengangguk kaku.

“B-boleh, t-tapi jangan kelewatan ya..”
Naruto tersenyum tipis lalu mengangguk, pemuda itu punya kontrol tubuh yang baik jadi Naruto tidak perlu takut akan melewati batas. Selagi itu tentang Hinata dia selalu bisa membatasi diri.

Naruto menggendong Hinata lalu merebahkannya ke kasur, Hinata menahan dada pemuda itu lalu menatapnya horror pasalnya pemuda itu sedang mengurung tubuhnya sekarang. “Lo mau ngapain Nar??” tanya Hinata was-was.

“Ck, percaya aja kenapa sama gue?” tanya Naruto kesal.

“Gak bisa,”

“Kenapa gak bisa??”

“Muka lo meragukan.”

Hinata tidak berbohong, sorot mata Naruto terlalu gelap untuk orang yang berkata jujur atau bisa di pegang omongannya. Naruto terlalu menakutkan untuk di percayai. “Mulai sekarang lo harus percaya sama gue,”

“Ada jaminan lo gak bakal ngapa-ngapain gue?” ya pertanyaan Hinata itu adalah hal yang paling rasional. Memangnya apa yang bisa jadi jaminan kalau sampai Naruto lepas kendali? Karena akibat buruk sesudah itu akan di rasakan oleh Hinata bukan Naruto jadi dia butuh suatu jaminan.

“Gue bakal nikahin lo.”  Jawab Naruto frontal. Hinata mendelik lalu mendorong dada Naruto menjauh sambil menggerutu.

“Sembarangan kalau ngomong, gue punya pacar Nar.” Protes Hinata sambil menatap Naruto kesal, sementara pemuda itu tampak acuh dan kembali menarik Hinata ke dalam pelukannya. Dia mendekap erat tubuh mungil Hinata lalu mengecup kepala gadis itu berulang kali.

“Gue gak peduli lo punya pacar apa enggak, lo punya gue dan lo sadar itu.”
Hinata hanya bisa terpaku saat mendengar apa yang Naruto katakan. Apa itu artinya tidak ada kesempatan untuk Hinata lepas dari genggaman Naruto? Apa itu artinya dia akan di kurung selamanya di sini?

“Gak usah takut, gue gak akan ngelarang lo ngelakuin apapun yang lo suka selain dua hal.”

Hinata mendongak hingga bola mata mereka saling bersitatap, “Apa?”

“Jangan ninggalin Bunda sendiri selagi gue gak ada apapun alasannya, dan jangan pernah coba pergi dari gue tanpa izin dari gue langsung.”

“Maksudnya?”

“Jangan tinggalin gue kalau bukan gue yang suruh,”

“Kalau gue ngelanggar?”

“Gue pastiin pacar lo mati detik itu juga.” Tukas Naruto tajam. Hinata meneguk ludahnya kasar lalu mengangguk kaku.

“Jangan sakitin dia,” lirih Hinata sambil meremas kemeja Naruto hingga kusut. Naruto mengangguk lalu mengulas senyum sarkas pada Hinata.

“Jadi anak penurut dan gue pastiin dia baik-baik aja.”

***

Hinata duduk manis di sisi ranjang tempat Toneri berbaring, seperti biasa dia banyak menghabiskan waktu untuk menangis dan bercerita bersama pemuda itu. Meski sekarang Toneri sama sekali tidak meresponnya setidaknya berada di sekitar Toneri membuat hati Hinata kembali baik-baik saja. Dia merindukan kekasihnya itu, masalah hidupnya terlalu pelik hingga rasanya Hinata ingin mati atau menyusul Toneri saja.

“Kamu kapan bangun?” monolog Hinata sambil menggenggam tangan kekar yang kini semakin kurus itu. “Aku kangen.”

Hanya ada suara dentingan jam yang menjadi melodi pengiring dalam ruangan berbau obat itu, Hinata terisak pelan lalu mengeratkan pegangan tangannya. Kenapa Tuhan sejahat ini kepadanya? Kenapa Hinata selalu di beri cobaan seberat ini? Kenapa harus dia?

“Nat.” Hinata yang merasa namanya terpanggil lantas menoleh, dia tersenyum tipis saat melihat Naruto berdiri di pintu ruang rawat Toneri sambil menenteng jasnya. Hinata mengusap air matanya kasar lalu berjalan ke arah Naruto.

Pemuda itu menarik dagu Hinata hingga gadis itu mendongak, Naruto mengusap buir air mata yang tersisa di sudut mata Hinata lalu mengulas senyum hangat. “Gapapa, udah jangan nangis.” Ujarnya lembut.

Hinata hanya mengangguk sambil berusaha keras menahan isakannya, entah dorongan dari mana dia bergerak pelan lalu menyusup kedalam pelukan Naruto. Hinata menenggelamkan wajahnya di dada bidang Naruto yang kokoh dan nyaman, gadis itu terisak menumpahkan segala rasa sakit hati yang ia tahan sendiri selama ini. Naruto membiarkan Hinata menangis sepuasnya, yang ia lakukan hanya diam dan memberikan Hinata tempat bersadar.

Sudah Naruto bilangkan dia tidak pandai mengekspresikan cinta? Dia hanya mahluk egois penuh ambsi yang tidak tau cara mengekspresikan cinta selain keinginan besar? Dia hanya tau cara mendapatkan bukan cara mempertahankan atau merebut perlahan.

Sedangkan bagi Hinata, Naruto itu seperti pengidap kepribadian ganda. Sosoknya bisa berubah kapan saja dan dimana saja, Hinata seperti di permainkan emosinya ketika bersama pemuda itu tapi tanpa Hinata sadari hal itulah yang membuatnya nyaman dan tertarik. Dia yang kategorinya lemah dan butuh sandaran menemukan tempat dimana dia bisa mengadu sepuasnya tanpa takut sesorang mengeluh karena apa yang Hinata tangisi terlalu banyak.

“Kalau udah nangisnya, ayo pulang.”



Next____

Ramein! Tembus 50 vote hari ini aku dobel up

The Choice | Namikaze Naruto ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang