Selamat datang, selamat membaca.
***
Matahari datang sudah sejak Zealire dan Doxi menginjakkan kaki di sini, keduanya hanya diam-diaman. Zealire yang pikirannya bercabang, dan Doxi yang hanya ingin menjadi pendengar saja.
Tak lama, kapal besar datang. Membuat Doxi berdiri dan membawa Zea ke gendongannya. Saat tangga-tangga di kapal diturunkan, tanpa banyak bicara, Doxi berjalan ke atas kapal itu. Dia membelalak tidak percaya saat melihat isi di kapal.
"Ini kapal apa pengungsian?" cibirnya halus.
PLAK!
"Siapa anak bodoh yang seenaknya masuk ke kapal orang?!" tegur Jocelyn setelah melempar sendok perak ke kepala Doxi.
Doxi menoleh, matanya terbuka lebih lebar lagi saat melihat Jocelyn. Pun gadis berbusana serbahitam itu. Dia langsung menaruh Zealire ke lantai dan menghambur ke pelukan Jocelyn.
Keduanya menangis terharu bersama, mengundang perhatian orang-orang di sekitar. Trapesium dan Freqiele yang melihatnya juga bingung, tetapi sedetik kemudian perhatian kedua anak itu teralih ke Zealire yang tampak kesakitan. Mereka menggotongnya ke dalam kabin khusus empat budak itu. Lalu, menyerahkan peta pada Xylo.
Bingung tak melihat Jocelyn, Xylo melongok ke depan sebentar, keluar dari area kemudinya. Hatinya serasa terbakar melihat Jocelyn sedang duduk bersandingan dengan seorang lelaki yang terihat lebih muda.
"Joce!" teriaknya dengan nada tak suka.
Tak menyahut, Jocelyn hanya menoleh sekilas, kemudian lanjut mengobrol dengan lelaki yang asing di mata Xylo. Hal itu membuat Xylo menghela napas panjang, kemudian berjalan menghampiri. "Aku memanggilmu, apa tidak terdengar?"
Doxi berdiri, kemudian mendorong pelan Xylo. "Kenapa, sih, om-om berkumis menyebalkan ini? Berisik sekali mulutnya," tegur Doxi dengan nada merendahkan sekaligus mencemooh khas milik.
"Anak kurang aj--"
"Dia adikku, ganggu saja. Sana pergi!" ketus Jocelyn, membuat Xylo membelalak. "Ah, iya, aku memiliki dua adik lagi, kami akan menjemputnya. Tidak apa-apa, 'kan?"
Xylo tambah lebar membuka matanya, dia menjambak rambut frustasi. Kapal ini sudah sangat ramai dan sepertinya kata 'Tuan' di sini sudah tidak berlaku lagi untuk dirinya. Jocelyn sangat pembangkang, meski dari awal sudah terlihat seperti itu.
"Ya sudah, kutunggu sepuluh menit. Cukup, 'kan?" tanya Xylo yang diangguki Doxi.
"Cukup, Om Kumis Tua!" sahut anak lelaki itu seperti tidak ada dosa.
Xylo menggertakkan gigi kesal. "Siapa yang kamu sebut tua? Kita hanya berbeda beberapa tahun saja pasti!"
Jocelyn hanya tertawa melihat itu, kemudian keduanya turun ke bawah. Baru saja akan melangkahkan kaki ke jembatan dermaga, satu kapal yang lebih kecil membuat Doxi dan Jocelyn mengernyit. "Sebentar, Dox. Itu seperti ...."
"HEI GADIS GAGAK HITAM!" seru seorang lelaki dengan suara menyebalkan. Hal itu otomatis membuat Jocelyn menyemburkan angin dari mulutnya, kesal.
"Siapa orang-orang itu, Kak?" tanya Doxi.
Jocelyn mengangkat bahunya acuh, kemudian meninggalkan dermaga bersama Doxi, sementara kapal kecil itu kian mendekat. Cello membatu satu per satu warga Sectermite yang tersisa itu turun dari kapanya, sementara Woody naik ke atas kapal uap Xylo untuk meminta izin.
Merasa sangat stres, Xylo menuruti saja. Lalu, perjalanan terakhir ke negara terakhir akan segera mereka mulai.
"Tujuan selanjutnya, Empcount, tiga puluh menit perjalanan."
***
Sampai jumpa, terima kasih.
***
Regard:
maylinss_
jurnalharapan
Erina_rahda
maeskapisme
Salsarcsp
nurullhr
Nitasw213
KAMU SEDANG MEMBACA
BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]
Fantasía[SUDAH TAMAT] Zealire Vurbent harus melanjutkan misi mencari peta hanya dalam waktu tiga hari. Bleedpool bukan tempat yang ramah untuk disinggahi. Perampok, bajak laut, penjarah, pembunuh, pengedar, bahkan semua jenis pelaku kejahatan ada di sana. M...