BAB 4 SEEKOR BERUANG ATAU DUA?

84 23 0
                                    

JOE HAVEMEYER meletakkan senapannya, lalu berlutut di sisi Jensen yang tidak sadarkan diri. "Kalian melihat kejadiannya?" tanya Havemeyer pada anak-anak.

"Kami melihat seekor beruang lewat di depan tenda kami," kata Bob. "Ia menuju kemari, lalu kami mendengar bunyi tong sampah terguling.

Setelah itu kami melihat kilatan cahaya, disusul suara mendengking. Setelah itu terdengar suara Mr. Jensen menjerit."

Di losmen, lampu-lampu kamar menyala semua. Anna muncul di ambang pintu.

"Joe? Ada apa?" serunya.

"Jensen," jawab Joe dengan pendek. "Ia rupanya mencoba memotret beruang. Binatang itu menyerangnya. Sebaiknya kita bawa saja ke dokter."

Saat itu Mr. Smathers muncul di ambang pintu, lalu berdiri di belakang Anna. Rambutnya yang beruban dan sudah jarang nampak acak-acakan. Mantel mandi dipakainya terbalik.

"Ada keributan apa?" tanyanya.

Hans dan Konrad ikut ke luar, lalu menuruni tangga serambi. "Ada kejadian apa di sini?" tanya Hans.

Jensen mengerang. Ia membalikkan tubuh, menarik lututnya ke dada, berusaha duduk. Havemeyer duduk di tangga. Tampangnya ketakutan sekali. Tapi sekaligus juga lega. "Anda tidak apa-apa?" tanyanya pada Jensen.

Juru foto itu mengernyitkan muka, lalu meletakkan tangan kanannya ke tengkuk. "Ada yang memukul aku," katanya.

"Anda boleh mengucap syukur, karena masih bisa bernapas," kata Havemeyer. "Orang lain yang diserang beruang, tidak bisa bercerita lagi mengenai pengalaman mereka."

Jensen berlutut, lalu berdiri. Ia bersandar ke dinding rumah.

"Aku memang diserang," katanya. Ia menggeleng-geleng, seperti hendak menjernihkan pikiran. "Aku diserang- tapi bukan oleh beruang tadi. Ada orang menyelinap, lalu memukul tengkukku dari belakang."

"Ah!" kata Havemeyer dengan nada tidak percaya. "Pasti beruang itu yang memukul Anda. Ia terkejut ketika lampu blitz Anda tiba-tiba menyilaukannya. Beruang bisa cepat sekali gerakannya."

"Itu juga saya ketahui. Tapi bukan beruang yang tadi itu yang menyerangku. Aku melihatnya muncul dari jendela kamarku. Aku cepat- cepat mengambil kameraku, lalu ke luar. Saat aku sedang membidik ke arah beruang, tahu-tahu kudengar ada orang di belakangku. Saat itu lampu blitz menyala, dan tidak sampai sedetik kemudian-bukk!"

Jensen menegakkan tubuhnya, lalu menatap dengan mata terbelalak ke arah Mr. Smathers, yang berdiri di sisi Anna di beranda.

"Anda!" teriak Jensen. "Anda, dengan pikiran konyol Anda tentang binatang-Anda-lah yang memukulku tadi! Apakah Anda beranggapan aku ini melanggar hak kebebasan pribadi beruang itu?"

"Sudahlah, perasaan Anda saat ini sedang kacau," kata Havemeyer, sambil membimbing Jensen. "Kita ke dokter saja sekarang."

"Aku tidak perlu dokter. Polisi harus dipanggil kemari!"

"Mr. Jensen," kata Jupiter, sambil melangkah maju. "Bisa saja tadi ada seekor beruang lagi. Kami bergegas kemari, begitu terdengar suara Anda berteriak. Kami melihat seekor beruang lari ke atas lereng tempat main ski. Tapi kami juga mendengar bunyi sesuatu yang lari merambah semak di antara pepohonan di sebelah sana."

"Bukan beruang yang memukulku tadi!" kata Jensen berkeras, sambil memandang Mr. Smathers dengan marah.

"Bukan kebiasaanku menyakiti sesama makhluk," kata Smathers dengan sikap tersinggung. "Lagi pula, tidak mungkin aku yang memukul Anda.

Aku tadi sudah di tempat tidur. Kalau tidak percaya, tanya saja pada Mrs. Havemeyer. Ia ada di serambi dalam, ketika aku ke luar dari kamarku."

Anna Schmid mengangguk.

"Itu memang benar, Mr. Jensen," katanya. "Ketika mendengar sesuatu di luar, aku dengan segera pergi melihat. Aku berada di ujung atas tangga, ketika Mr. Smathers membuka pintu kamarnya."

"Kejadiannya begitu cepat," kata Havemeyer menenangkan. "Anda tidak mungkin bisa mengingatnya dengan persis. Apalagi setelah kepala Anda kena pukul."

"Tengkuk," kata Jensen mengotot. "Tengkukku yang ditinju. Sejak kapan beruang bisa meninju?"

"Sudahlah-masuk saja dulu, nanti kita memanggil dokter," kata Havemeyer membujuk-bujuk. Ia berbicara dengan lembut, seperti menghadapi anak yang sedang marah.

"Aku tidak perlu dokter!" teriak Jensen. "Panggilkan polisi. Di sini ada penjahat, yang suka menyerang orang tak bersalah!"

"Orang tak bersalah, selarut ini mestinya sudah berbaring di tempat tidur," kata Mr. Smathers, "dan bukan menakut-nakuti makhluk lain dengan jepretan lampu blitz kameranya!"

"Kameraku!" Dengan cepat tangannya bergerak, hendak mengambil bekas-bekas kameranya yang tergeletak di tanah. "Nah, hebat!" Dipungutnya dua bagian yang sudah terlepas, lalu dipandangnya dengan marah gulungan film yang tergantung-gantung. "Perusak!" seru Jensen. Tuduhan itu rasanya seperti diarahkan pada Mr. Smathers.

"Kamera jika jatuh, tentu saja rusak," kata Smathers. "Dan jika Anda ingin memanggil polisi, aku dengan senang hati mau memberi keterangan, apabila mereka sudah ada di sini nanti. Tapi sementara ini aku akan masuk lagi ke tempat tidur. Jangan bangunkan, selama tidak ada alasan penting untuk itu."

Smathers masuk lagi ke rumah, meninggalkan Jensen yang masih marah- marah.

"Mr. Smathers benar," kata Havemeyer. "Memang sebaiknya kita semua tidur saja lagi." Ia menoleh ke arah Trio Detektif. "Bawa kantung tidur kalian ke dalam," katanya pada mereka. "Jangan tidur di luar, mengingat adanya beruang berkeliaran di sini."

"Itu tadi bukan beruang!" seru Jensen.

"Kalau bukan beruang, lalu apa?" balas Havemeyer. "Jupe tadi mendengar sesuatu berlari menerobos semak di bawah pepohonan yang di sebelah sana. Jadi kecuali ada seseorang dari desa yang secara tiba- tiba menjadi penjahat, mestinya itu seekor beruang yang lain.

Bagaimana sekarang-kita memanggil dokter, atau tidak? Jika kita memanggil sheriff*, paling-paling ia akan mengatakan pada Anda, jangan suka berkeliaran malam-malam, karena itu mengganggu ketenangan satwa liar." (fn=kepala polisi desa)

Kata-katanya itu benar. Dan Jensen juga menyadarinya.

"Ya, ya, baiklah. Tapi aku tidak memerlukan dokter. Ia tidak perlu dipanggil." Sambil mengusap-usap tengkuk, ia naik ke serambi belakang, lalu masuk ke dapur.

Lima belas menit kemudian, Jupe dan kedua temannya sudah berbaring kembali ke dalam kantung tidur masing-masing, yang dipindahkan ke ruang duduk yang lapang. Mereka menunggu di dalam ruangan yang gelap, sampai di tingkat atas tidak terdengar apa-apa lagi. Setelah itu barulah Pete membuka mulut.

"Jensen tadi masih mujur," katanya. "Tidak banyak orang yang cuma begitu saja keadaannya, setelah diserang beruang. Tentu saja jika yang menyerangnya itu memang beruang."

"Pikiran kita serupa," kata Jupe sambil mengerutkan kening. "Mungkinkah beruang memukul orang sampai pingsan, tapi tanpa meninggalkan bekas apa-apa? Sedang kulit pada tengkuk Jensen, lecet saja pun tidak!"

"Tapi penyerangnya tidak mungkin orang dari losmen ini," kata Bob. "Hans dan Konrad, bukan kebiasaan mereka memukul orang. Joe Havemeyer ada di dalam kantor ketika peristiwa itu terjadi, sedang Anna dan Mr. Smathers saling memberi kesaksian bahwa kedua-duanya saat itu masih di dalam rumah. Biar ia mampu memanjat dinding sekali pun, mustahil Mr. Smathers bisa begitu cepat kembali ke kamarnya, sehingga Anna melihatnya ke luar dari situ lagi ketika ia hendak menuruni tangga."

"Jadi yang menyerang, kalau bukan seekor beruang lain, haruslah seseorang yang bukan dari losmen ini," kata Jupe. "Besok pagi begitu hari sudah terang, kita ke kerumunan pepohonan di sebelah selatan, ke mana penyerang tak dikenal tadi lari setelah memukul Mr. Jensen. Iklim selama ini memang kering, tapi lingkungan pepohonan itu mestinya cukup lembab, sehingga jejak orang yang lari di situ akan nampak di tanah.

Siapa pun yang memukul Jensen, jejaknya mestinya nampak di situ. Setelah melihatnya, kita akan bisa tahu apakah yang memukul itu beruang - atau manusia."

(20) TRIO DETEKTIF : MISTERI GUNUNG MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang