BAB 8 RAHASIA JOE HAVEMEYER

85 24 1
                                    

KETIKA anak-anak sudah hampir sampai di losmen, mereka melihat sebuah truk datang dengan pelan dari arah desa. Pengemudinya memindahkan persneling ke gigi yang lebih rendah, agar kendaraan berat itu mampu menanggulangi jalan yang menanjak itu.

"Rupanya itu semen yang dipesan untuk membuat kolam renang," kata Pete.

Truk membelok, memasuki pekarangan depan losmen, dan terus lewat pelataran parkir, menuju pekarangan belakang. Pengemudinya turun, lalu bersama Joe Havemeyer menurunkan muatan semen berkarung-karung serta pasir. Karung-karung semen ditumpukkan di atas papan-papan alas di dekat lubang galian untuk kolam renang. Hans dan Konrad tidak ada di situ.

"Banyak sekali semennya," kata Bob sambil memperhatikan.

"Kolam renangnya kan besar," kata Pete. "Luas, dan dalam. Tahukah sepupu Anna bahwa semen yang dipesan akan datang hari ini. Ia kan mengatakan ingin langsung membayar dengan uang tunai. Tapi sampai sekarang anak kuncinya yang hilang belum kita temukan kembali."

"Jika nama baiknya benar-benar seperti yang dikatakan, aku yakin ia akan bisa menandatangani penerimaan pesanan itu tanpa harus membayar sekarang ini juga," kata Jupe. "Atau mungkin juga suaminya yang akan membayar. Kan dia yang begitu bersemangat, ingin membuat kolam renang."

Anak-anak masuk ke losmen lewat pintu depan. Di ruang duduk tidak ada siapa-siapa. Tapi suara Hans dan Konrad terdengar di tingkat atas. "Anna!" Joe Havemeyer memanggil istrinya dari pekarangan belakang. "Anna! Coba kemari sebentar!"

Anak-anak mendengar langkah Anna yang mantap di dapur. Disusul bunyi pintu belakang yang dibuka, lalu ditutup lagi. Jupe, Bob, dan Pete berjalan dengan santai ke dapur. Jendela yang terdapat di atas tempat cuci piring terbuka. Lewat jendela itu mereka melihat Anna mendatangi Havemeyer, yang masih berdiri bersama pengemudi truk semen. Anna mengenakan celemek. Sambil berjalan menghampiri, ia mengeringkan tangannya pada selembar lap piring.

"Itu sudah semuanya yang kauperlukan?" tanyanya pada suaminya. Havemeyer mengangguk.

"Aku sudah bisa mulai sekarang," katanya.

"Baiklah." Anna menerima surat yang disodorkan pengemudi truk, lalu menelitinya sebentar. "Semuanya beres?" tanyanya pada Joe. "Sudah kuperiksa tadi," jawab Joe. "Surat tagihan itu cocok."

"Baiklah." Kini Anna berpaling pada pengemudi truk. "Aku sedang tidak punya uang tunai hari ini," katanya. "Majikan Anda tidak berkeberatan, jika semen itu baru kubayar minggu depan?" "Itu tentu saja bisa, Miss Schmid," kata orang yang ditanya. "Mrs. Havemeyer," kata Anna membetulkan.

"Ah, maaf! Mrs. Havemeyer. Jika Anda tandatangani saja surat tagihan itu agar ada catatan bagi kami bahwa semen yang dipesan sudah diterima, nanti kami bisa-"

"Menandatangani?" Untuk pertama kalinya Anna nampak agak sangsi. Sikap tubuhnya berubah. Nampak tegang.

"Begitulah kebiasaannya," kata pengemudi truk. "Jika kami tidak dibayar langsung sewaktu menyerahkan barang, surat tagihan harus ditandatangani."

"Oh," kata Anna. "Baiklah, kalau begitu. - Aku masuk saja sebentar ke dalam, untuk menandatanganinya."

"Tidak usah repot-repot." Pengemudi truk itu mengeluarkan bolpen dari kantung bajunya, lalu menyerahkan alat tulis itu pada Anna. "Ini-Anda tandatangani saja di mana Anda mau. Barangkali lebih enak jika kertas itu ditaruh saja di spatbor."

"Oh!" Anna memandang suaminya, lalu kembali menatap pengemudi truk. Lap piring yang dipegang diserahkannya pada suaminya, lalu diletakkannya surat tagihan ke spatbor truk. Dengan bolpen pinjaman ditulisnya sesuatu pada surat itu. Menurut ketiga remaja yang memperhatikan dari dapur, nampaknya agak lama juga wanita itu membuat tandatangannya. Setelah selesai, surat tagihan dikembalikan pada pengemudi truk, beserta bolpennya. "Bisa begitu, kan?" tanyanya. Pengemudi truk menerima kertas yang disodorkan sambil melihatnya dengan sekilas saja.

(20) TRIO DETEKTIF : MISTERI GUNUNG MONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang