Nabila 18 • Mahasiswa

4.8K 638 3
                                    

Bagaimana dia bisa terlihat begitu tenang? Pikirku saat melihat salah seorang teman sekelasku sedang di debat oleh dosen. Entahlah apa yang mereka diskusikan sedari tadi, karena sejujurnya kapasitas otakku tidak mampu memahami topik yang mereka debatkan.

"Gila, si Bagas keren banget ya, Na." Gumam Rena tepat disebelahku.

Aku menggerakkan kepala ke atas bawah menyetujui pendapatnya,"Bener banget, Ren. Makan apa coba dia ya," Balasku dengan suara tak kalah lirih.

Suasana kelas kami memang sedikit menegangkan. Semua orang terdiam dan hanya ada suara perdebatan antara Pak Irham dan Bagas yang entah mendiskusikan apa.
Orang-orang seperti aku dan Rena tentu tidak paham. Hanya duduk tenang dan tidak membuat keributan di bangku deretan paling belakang. Berdoa agar apa yang mereka perdebatkan belum menemukan titik temu hingga jam praktikum berakhir seperempat jam lagi.

"Bukan warteg langganan kita sih pasti, Na." Seketika aku memalingkan pandangan padanya.

Seperti biasa, Rena selalu memberikan jawaban ngawur atas pertanyaan - pertanyaan yang aku ajukan padanya. Dalam situasi tertentu, perempuan dengan rambut yang di gerainya ini memang tidak pernah cocok untuk diajak mengobrol serius.

"Dia emang beneran tajir banget kaya yang digosipin?" Aku mulai tertarik untuk menghibah bersama Rena.

Sejak pertama kali masuk, beredar rumor jika Bagas adalah seorang keturunan sendok perak di jurusan kami. Entah darimana rumor itu berasal dan bagaimana bisa menyebar, tidak ada yang tau pasti sama sekali.

Setiap apa yang dikenakan Bagas dan bagaimana pembawaannya, dia memang terlihat seperti anak dari keturunan orang berada. Apalagi dengan otaknya yang encer, memang seperti terlihat sudah mengalami pendidikan tambahan di luar yang pernah dia dapatkan secara formal.

Untungnya, wajahnya tidak terlalu tampan hingga membuatnya tidak terlihat sesempurna itu. Jika iya, seluruh orang di kelas ini mungkin akan merasa iri padanya.

"Nggak tau gue. Tapi denger-denger doi bapaknya anggota dewan gitu sih.... Mana doi gonta-ganti mobil mulu kan? Jadi kesannya kaya membenarkan gosip-gosip yang beredar itu," Lagi-lagi aku hanya mengangguk.

Rena selalu lebih tau seputar informasi seperti ini. Dan aku sebagai sahabatnya, tentu saja hanya tinggal menerima tanpa perlu repot-repot sama sekali.

***

"Oke anak-anak, tugas buat minggu depan adalah tugas kelompok. Dan untuk pembagian kelompoknya, akan saya share melalui grup WA,"

"Untuk yang masih bingung teknisnya, nanti bisa kolektifin dulu pertanyaannya pada pj, baru nanti dikirim ke saya. Saya akhiri praktikum hari ini, selamat siang dan wassalamu'alaikum wr.wb"

"Wa'alaikumsalam wr.wb." Koor seluruh penghuni kelas dengan wajah sumringahnya.

"Parah banget nggak sih, Na Bu Dela? Gue nyampe enek banget dengerinnya masa," Keluh Rena saat kami berjalan bersisian keluar dari kelas.

Setelah kelas praktikum dari Pak Irham yang hanya di isi dengan diskusinya beliau dengan Bagas, kelas selanjutnya memang bersama Bu Dela. Dosen muda dengan dua anak yang sangat mudah sensi dan sangat hobi berbicara. Kuliah dengan beliau tidak akan ada sejarah pulang cepat, dan seringkalinya justru melebihi jadwal yang telah ditetapkan.

"Udah lah Ren, biasanya juga gitu sih..." Respon ku sambil mengetikkan beberapa balasan WA dari teman-teman.

"Btw Na, tugas yang bikin paper itu, kelompok lo udah beres belum?" tanya Rena yang membuatku langsung tersadar akan tugas yang satu itu.

Seketika aku menggulirkan layar ke bawah, mencoba mencari grup chat bernama kelompok 5 yang ternyata sudah ada belasan chat yang belum kubuka.

Kelompok 5

Rani
Hai gaes

Bimo
Ada apa nih

Rendi
Yah udeh
Bimo, Galang, gue

Bimo
Haha

Rendi
@Galang
Ibunya aneh kita bertiga disatuin

Bimo
Kasih tau Ren kalo sekarang lu udah rajin

Rani
:v

Rani
Lu berdua kalo kuliah barengan terus gitu ya?

Rendi
Kagak Ran, kita berdua gapernah kuliah
Kalo praktikum iya

Bimo
Gue nggak masuk kuliah Ran

Rani
Lah kok di absen lu berdua kaga pernah bolong?

Rendi
Punya temen banyak itu gunanya buat dimanfaatin

Bimo
Anjir Rendi, wkwk

Rendi
Wkwkwk
Kan kita udh gede ya Bim
Masi aja diatur-atur suruh masuk kuliah
Di Belanda aja gak wajib masuk kuliah
Yang penting nilai bagus

Bimo
Asli Ren
Di Turki juga

Rani
Salah negara lu pada

Bimo
Negara maju Belanda sm Turki drpd Indonesia
Ye kaga?

Reno
Nah iya ran

Bimo
Gue ama rendi emang paham euro banget ran, gabisa ke asia2an

Rendi
Nah...

Rani
Wkwk dah lah
Serah lu pada

Rendi
Tapi tenang ae Ran kalo tugas aman kok

Bimo
Dibagi2 aja ya Ren
Tapi kalo lu sm gue sekelompok gabisa kerjasama kita Ren

Aku hanya meng geleng-geleng kan kepala saat membaca obrolan mereka di grup.

"Kenapa lo, Na?" tanya Rena yang mungkin merasa aneh melihat kelakuanku.

"Nih liat, temen lo nggak ketolong lagi deh Ren," Jawabku sembari mengangsurkan ponsel padanya.

Setelah beberapa saat Rena membacanya, ekspresi yang ditunjukkan nya benar-benar sesuai perkiraanku, "Anjir.... Gila emang mereka berdua. Bisa-bisanya elu sekelompok ama mereka bertiga. Hancur udah Na kelompok lu," Ucapnya menggebu-gebu

"Kagak tau juga gue Ren motivasi ibunya apa nyatuin mereka bertiga. Tapi untunglah masih ada si Rani. Lo tau kan dia rajinnya kaya gimana? Jadi gue masih fine-fine aje sih,"

Kulirik Rena menyetujui pendapatku, "Oh iya, balik gue nebeng lu ya?"

Lagi-lagi Rena hanya mengangguk, dan kami pun melanjutkan perjalanan menuju parkiran.

Point OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang