❤️8 Memelukmu

17.4K 2.9K 96
                                    

Aku menapaki lantai di pasar Beringharjo ini. Kalau sedang mencari kain, benang atau yang berhubungan alat-alat jahit aku selalu ke sini. Sudah ada langganan di toko tempat alat jahit.

Karena hari ini matahari bersinar sangat terik, aku sedikit kehausan dan mencoba untuk mencari air minum setelah keluar dari pasar. Rencananya sehabis ini aku akan menjemput Ica di sekolahannya. Karena Hendra hari ini ada dinas luar kota.

Saat melangkah ke arah penjual es dawet yang ada di depan parkiran motor, langkahku sedikit terhenti. Padahal lalu lintas sangat padat. Aku berusaha untuk melangkah mundur dan menepi. Diantara banyak orang yang berlalu lalang di seberang ku, aku menangkap sosok yang sudah dua Minggu ini menghilang. Abimanyu.

Setelah malam itu dia mengatakan ingin memperjuangkan ku, dia tidak muncul lagi. Mungkin memang karena dia sibuk dan sudah beberapa kali dia itu selalu menghilang dan tak ada kabar. Tapi kali ini rekor terlamanya. Biasanya cuma 3 hari dan datang ke toko dengan mengatakan kangen kepada Ica.

Aku juga menghela nafas lega sebenarnya, aku yang meminta dia menjauh karena ini untuk kebaikan aku dan dia. Hanya saja kok sepertinya ada yang hilang.

Mataku menyipit saat melihat seorang wanita cantik kini melangkah bersama dengan Abimanyu. Mereka berbincang serius tapi sesekali aku bisa melihat senyum di bibir Abimanyu. Dan entah kenapa jantungku berdegup lebih kencang saat ini. Aku mencoba untuk bersembunyi di balik gerobak pedagang cimol saat Abimanyu dan teman wanitanya itu menyeberang jalan dan menuju ke arahku. Sangat dekat sekali bahkan aku bisa mendengar
"Nyu, nanti anterin ke penjual batik langganan ya?"

Suara merdu itu membuat aku sedikit menoleh dan Abimanyu posisinya memunggungi ku. Dia memakai ransel dan juga jaket jins. Penampilannya sungguh sangat timpang denganku. Aku hanya mengenakan sandal jepit, kaos oblong dan celana kulot warna hitam. Memang aku membuat keputusan yang benar.
Aku dan Abimanyu tidak akan pernah serasi.

******

"Bunda... Om Dokter nggak ke sini?"

Aku sedang menemani Ica makan bakso di alun-alun. Sore ini setelah pulang dari toko, Ica ingin naik mobil odong-odong yang memang ada tiap sore sampai malam di alun-alun Yogya ini. Alunan musik dan lampu warna warninya memang menarik bagi para wisatawan. Ica selalu minta itu dulu, setiap weekend dan Hendra menurutinya.

"Om dokter lagi sibuk Ica. Meriksa pasien."

Jawabanku membuat Ica mengernyitkan kening sehingga membuat poninya yang menutupi keningnya itu ikut tersibak.

"Pasiennya ada berapa?"

"Ya banyak."

"Disuntik semua sama Om Dokter?"

Aku tersenyum mendengar celetukan Ica. Kadang, aku terhibur sendiri dengan celetukan gemas Ica ini.

"Ica emang udah pernah di suntik sama Om dokter?"

Ica langsung menggelengkan kepala.

"Tapi kata Om Dokter, besok kalau Ica udah gede, bisa nyuntik orang juga. Ica mau jadi dokter kayak Om ya?"

Aku mengambil tisu dan mengusap bibir Ica yang belepotan kecap.

"Katanya mau jadi desainer, biar bisa jahit kayak bunda?"

Ica tampak berpikir tapi kemudian menggelengkan kepala
"Emoh. Ica takut kena jarum jahit. Sakit."

Apajadinya kalau hidupku tidak ada Ica. Dia memang satu-satunya penghiburku saat ini.

"Bun..."

"Ya?"

Ica kini menatap keluarga kecil yang sedang berlarian di alun-alun. Ada bapak, ibu dan anak.

Repihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang