Chapter 03.

106 68 102
                                    


©𝙳𝚎𝚏𝚒𝚕𝚎𝚜𝚝𝚊𝚛𝚒

Happy reading~

"Duaghhh duaghh-ahhh duaghh brukkk"

Perkelahian masih berlangsung sementara aku sendiri masih dalam keadaan kaget, dan tidak percaya pada apa yang aku lihat, seluruh tubuhku serasa membeku ditempat. Baik anggap saja aku lebay.

Kalian tahu siapa yang berkelahi? Siapa yang melindungi dan menolong ku?.
Heey, nanti ku beri tahu.
Aku juga masih belum tau.
Ehehe

Kulihat pria memakai hoodie hitam bertudung itu menendang kemudian meninju. Menendang dengan sangat keras preman-preman yang hendak menyerang ku.

Pria itu tampak kewalahan tapi ia tetap melawan dengan sekuat tenaga. 4 pria berbadan besar berotot berbanding 1 pria remaja.
3 dari preman itu sudah ambruk tidak sadarkan diri.

Pria itu terkena tinjuan di rahang bawahnya dan tutup Hoodie bagian kepala itu terbuka.

Pria itu melayangkan pukulan dan tendangan yang sangat keras sehingga membuat preman tersebut tersungkur di aspal dan terbatuk darah. Lalu tanpa pikir panjang dia mengambil balok kayu yang saat itu ada di pinggir jalan lalu dipukulkan tepat di leher belakang preman itu. Preman itu pingsan seketika.

Dia. Laki-laki yang menolong ku menoleh kearahku. Raut wajahnya terlihat sangat murka dan khawatir yang begitu besar. Dan itu membuatku terhenyak.

Muka ituu. Diaa?
D-diaa cowok baru.. yang tadi kan? yang dikelasku? Aku tercekat beberapa saat.

Hhh.. tapi kenapa dia terlihat begitu emosi dan khawatir? Itu membuatku sedikit takut.

Mencoba untuk tidak berfikir macam-macam, segera kuubah raut terkejutku tapi kakiku terasa berat sekali. Aku masih belum bisa menggerakkan kakiku untuk melangkah bahkan mengubah posisiku.

Aku terlalu kaget dan syok tentang kejadian ini. Tentang siapa dan mengapa preman-preman sialan yang mengincarku. Lalu pria yang itu terlalu kukenal ini, kupikir mereka sekomplotan?.

Ahh aku lupa siapa namanya tadi ya? Seingatkuu Rehan ya?

Ya. Rehan berlari kecil menghampiriku, nafasnya memburu, ketika kulihat wajahnya berada sedekat ini, terpampang jelas wajah tampannya itu menunjukkan raut yang begitu khawatir.

"Kamu kenapa?" Hah apa-apaan pertanyaan itu? Bukankah ini ambigu?.

"Y-yaaa?"-aku

"Kamu nggak papa kan? Kenapa bisa begini?" Rehan sangat panik. Wajahnya terlihat sangat merah,matanya sayu, pun merah. Dan lagi. Kenapa dia hampir menangis?.

Melihat wajahnya yang seperti itu, dan sekhawatir itu, aku tidak bisa berkata-kata. Bahkan untuk menjawab pertanyaannya pun bibirku terasa kelu. Aku malah menunduk kemudian menangis.

"Heeey.." dia berkata pelan. Ditarik tubuhku, kemudian direngkuhnya tubuh kurusku.
Merengkuhku dengan erat, sarat akan kasih sayang.

Dan bodohnya aku malah semakin menangis hebat karena perlakuannya itu.
Aku merasa Dejavu. Ini terlalu menyakitkan, tapi juga ada rasa tenang dihatiku. Aneh sekali.

----

Aku sudah ada di dalam kamar sekarang, masih dalam fikiran yang bertebaran kemana-mana.

Oh ya, tentang tadi tidak ada hal-hal lagi yang menarik setelah kami naik di bus, kami bersikap seperti orang asing yang tidak kenal satu sama lain.

Leet Me Meet Him [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang