Sejak berada di apartemen Albern perasaan Gracia entah kenapa sungguh tidak enak, seperti ada sesuatu yang membuatnya cemas.
Gracia melangkahkan kakinya perlahan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara saat masuk kedalam rumah, dirasa tidak ada orang dia segera menuju kamarnya, dan tepat saat Gracia mebuka pintu kamar berwarna coklat itu, matanya membulat sempurna.
Deg.
Jantungnya berpacu berkali-kali lipat lebih cepat, nafasnya terasa sesak seperti ada tangan tak kasat mata yang meremas hatinya sampai hancur.
Kenapa ini?
Kamarnya sudah seperti kapal pecah, yang mungkin lebih parah dari itu, kaca di jendelanya sudah pecah bahkan serpihan nya berserakan di lantai, vas bunga, Gucci keramik serta semua barang yang tadinya tersusun rapih kini sudah jatuh di lantai dengan keadaan yang hancur, dinding yang tadinya berwarna putih pun kini sudah seperti lukisan abstrak dengan banyak kata-kata yang sungguh tidak pantas di tulis.
Tangan Gracia bergetar hebat tapi tak iya pedulikan, walaupun sakit saat membaca kata-kata yang tertulis di semua sisi dinding itu, tetapi ntah kenapa hatinya ingin mengetahui semua tulisan itu.
Anak tak tau diri!!
Mengapa kau hidup?! Harusnya dari dulu kau tak ada!!
PERUSAK!!
PEMBAWA SIALLL!!
saya benci punya anak seperti mu! Saya benci!
Saya benci laki-laki itu! Saya benci wajah kalian!!
Mata coklat terang milik Gracia terus menelusuri dinding yang sudah di hiasi kata-kata pembunuh harapan, bahkan perusak batin yang ditulis oleh ibunya sendiri.
Sampai tiba saat dirasa Gracia sudah tak sanggup untuk membaca nya lagi, dan kini giliran air matanya yang perlahan turun untuk menunjukkan betapa perihnya di dalam sana sampai-sampai air mata itupun sudah tidak ingin lagi berada di dalam tubuh Gracia.
Rasa sesak di dadanya semakin menjadi, nafasnya semakin tidak beraturan.
rasa sakit itu kembali menyerang.
Gracia meremas dadanya kuat, bersamaan dengan darah yang mengalir dari hidung dan mulutnya, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi, tetapi Gracia rasa, rasa sakit fisik ini lebih baik daripada rasa sakit di hatinya.
Kaki gadis itu bergetar hebat seperti sudah tidak ada kekuatan yang bisa dia andalkan untuk menopang berat tubuh nya, hingga membuatnya jatuh terduduk di lantai yang kenapa sangat terasa lebih dingin dari biasanya.
"A-apa sa-lah Gracia Mah?" Gracia ingin menceritakan beban hidupnya dan sangat, sangat ingin meminta penjelasan dari orang tuanya tentang apa kesalahannya?
"Kenapa mereka sangat benci aku tuhan?" Bahkan suaranya pun kini sudah tidak terdengar jelas.
Saat rasa sesak dan sakit di dada nya mulai mereda ntah kenapa Gracia merasa sakit di hatinya semakin menjadi.
Dia mengambil serpihan kaca dari lantai dan tanpa takut menyayat kan nya pada lengan kirinya secara terus menerus membuat garis lurus, hingga membuat darah segar melumuri tangan itu dan bahkan darah itu sampai jatuh mengotori lantai di sana.
Tak ada ekspresi kesakitan di sana semuanya seolah sudah mati rasa, bagi Gracia rasa sakit ini adalah bagian dari hidupnya.
Tanpa rasa sakit ini, bagaimana Gracia bisa menyembuhkan rasa sakit yang lain?
Kalo kalian bertanya kenapa Gracia seperti itu? Jawabannya adalah. Karena Gracia menderita self harm dimana menyakiti diri sendiri sudah terbiasa baginya.
Bahkan sudah terpikir olehnya keinginan untuk melakukan 'bunuh diri' sudah dari dulu mungkin, kalo saja Gracia tidak Ingat janjinya kepada seseorang.
Seseorang yang pertama kalinya mengucapkan kata khawatir pada hidup Gracia, seorang yang membuat dirinya sudah terikat janji untuk tidak melakukan hal yang akan menghilangkan nyawanya. Ntah kenapa sampai saat ini pun, Gracia masih ingat dengan janji itu.
Tangan kanan Gracia mengusap kasar air mata yang sudah membanjiri pipinya, kakinya perlahan berdiri, kali ini dia ingin melakukan hal gila. Gracia tidak peduli dengan apa yang akan dia dapatkan sesudah ini,dengan melakukan itu setidaknya rasa sesak di dadanya tidak terlalu parah.
Dia berlari dengan keadaan yang cukup memprihatinkan, hatinya membawa kakinya menuju sebuah ruangan yang bahkan belum pernah Gracia injak sumur hidup Gracia, tapi kali ini Gracia sudah katakan dia ingin berbuat gila.
Brukk.
Gracia membuka pintu ruangan itu cukup keras sehingga membuat sang penghuninya terlonjak kaget dan. Tak percaya.
Gracia tidak tau dia dapat keberanian dari mana kali ini.
Gracia masuk ke dalam kamar Mamanya dengan kepala yang tak lagi di tundukkan, serta nada bicara yang tak lagi seperti biasanya.
"Mau Mama apa?! Kenapa Mama benci banget sama Gracia? Kenapa? Apa salah Gracia?!"
"BERANI KAMU MASUK KAMAR SAYA DENGAN MUKA SAMPAH MU ITU?!!"
Tidak adakah rasa simpati sedikit pun di hatinya melihat kondisi anak gadisnya menangis dengan keadaan memperihatinkan seperti itu? hidung berdarah, serta darah yang masih menetes dari lengan kirinya sampai-sampai darahnya pun menetes ke lantai kamar itu, bajunya pun sudah tak berbentuk karena darahnya.
"Kenapa Mama tega pada Gracia?" Gadis itu masih bertanya yang bahkan pertanyaan nya sudah sangat, sangat bosan dia ucapkan.
"Apa salahnya Gracia? Kenapa Mama lebih sayang sama ka Ferra yang jelas-jelas bukan anak kandung Mama?"
"Berani kamu berbicara seperti itu?! Bahkan saya lebih sudi jika Ferra yang menjadi anak kandung saya dari pada kamu! Kamu tau kenapa?"
"Karena wajah Gracia mirip dengan Papa? Iya? Kalo bisa memilih Gracia tidak ingin dilahirkan dengan keadaan seperti ini Mah. Gracia tau Mama benci sama Papa tapi apa harus, Mama juga membenci Gracia? Gracia tidak tau apa-apa, Gracia juga tidak tau apa masalah kalian."
"Apa Mama tidak ingin sekali saja melihat wajah Gracia? Tatap mata Gracia? Apa Mama tidak ingin melihat betapa rapuhnya anak ini sekarang? Apa tidak ada rasa sayang sedikit saja untuk Gracia? Jangankan menanyakan kabar Gracia, untuk sekedar melihat wajah Gracia pun mama tak Sudi."
"Kenapa Ma? Kenapa kalian ikut campuran Gracia kedalam masalah kalian berdua? Kena--"
"KARENA KAMU ADALAH SUMBER DARI MASALAH INI!!"
"Kalo saja kamu tidak lahir, kalo saja dulu saya berhasil menggugurkan kandungan saya, mungkin sekarang hidup saya tidak menderita seperti ini! Kenapa kamu harus selalu berpura-pura kuat? Kenapa kamu ada?! Saya benci hidup saya disaat lelaki berengsek itu menghancurkan masa depan saya!! Dan sekarang pun saya masih harus melihat bayangan wajahnya. Kenapa wajah kalian begitu sama?!!" Untuk yang pertama kalinya Gracia melihat Mamanya menangis, menangis dengan menceritakan semuanya.
Memang ini yang Gracia inginkan. Mendengar pengakuan dari orang tuanya tentang Gracia. Tapi mengapa selalu terasa sakit?
"Apa kamu tau? Kejadian itu, membuat saya gila! Saya dibenci, saya di hina dan kamu tau kenapa? Itu semua karena kamu! Anak tak berguna!!"
"Mah. Maafin Gracia." Gadis itu berlutut di bawah kaki Laura, berharap ada belas kasihan darinya.
"Gracia hanya ingin tau kenapa takdir begitu kejam pada Gracia?"
Laura seolah tak peduli.
"Kamu sudah berani melanggar peraturan yang saya buat." Laura menyeringai.
"Dan kamu harus mendapat hukuman."
Deg.
Tangan dan kaki Gracia bergetar hebat, hukuman apa yang akan dia dapatkan setelah ini?
____Game Of Destiny___
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Of Destiny [END✓]
Novela Juvenilselamat datang di kehidupan Gracia, dimana dunianya hanya seperti 'permainan' hari-harinya yang selalu di penuhi dengan harapan, sedangkan kebahagiaannya hanya seperti khayalan. __________________________ "Pah, Gracia sakit. Papa mau kan peluk Graci...