Aku menatap ke arah Adinata yang tengah berbisik ke seorang pengawal yang menjaga pintu di depan kami. Adinata mendorong pintu itu hingga terbuka, lalu mempersilakan Haruki, Izumi dan aku masuk ke dalam setelah pengawal itu pergi meninggalkan kami. Setelah masuk, aku memilih untuk duduk di salah satu kursi yang ada di tengah-tengah ruangan. "Beberapa hari lagi kau akan menikah, tapi kau seperti tidak terlalu bersiap-siap," gerutuku sambil melirik ke arahnya yang berjalan menduduki salah satu kursi.
"Kau menyakiti hatiku saat mengatakannya, Hime-sama. Aku, telah melakukan semua tradisi yang seharusnya dilakukan calon pengantin laki-laki," ungkapnya seraya mengangkat jari-jari tangannya yang telah memerah, penuh oleh pacar.
Kepalaku bergerak menoleh ke arah pintu yang sebelumnya tertutup, kini terbuka kembali. "Kalian membawa Istriku, dan dia kembali dengan raut wajah yang mengkhawatirkan. Jelaskan kepadaku, apa yang kalian lakukan!" tukas Zeki yang tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam ruangan.
Dia menarik kursi yang ada di sampingku lalu mendudukinya. Dengan cepat, aku membuang pandanganku saat lirikan matanya hampir tak bisa lepas padaku. "Itu surat yang berhasil Adinata kumpulkan. Baca baik-baik lalu tanyakan apa pun yang ingin kau tanyakan!" Haruki yang tiba-tiba bersuara, membuatku menjatuhkan tatapan kepadanya.
Aku sedikit beranjak, meraih lembaran-lembaran kertas yang ia sodorkan. "Apa kau sudah memastikan surat ini, Izu-nii?" tanyaku kepadanya yang duduk tertunduk, tak jauh dari Haruki.
"Tulisan tangannya sama persis. Itu memang surat yang ia tulis," jawabnya tanpa membalas tatapanku.
Ibu, aku sekarang sedang berada di persembunyiaan yang diberikan oleh Keluarga Tunanganku. Semuanya akan baik-baik saja, aku akan melakukan apa pun untuk hidup kita.
Ibu tidak perlu khawatir, mereka tidak akan tahu kalau aku mengirimkan surat ini kepadamu. Mereka memperjuangkan sesuatu yang sia-sia, aku hanya tinggal mengambil keuntungan dari kebaikan mereka. Seperti yang Ibu perintahkan.
Mereka berhasil menyerang Kerajaan Tao. Harta kecil, memang tidak bisa diremehkan, tapi dia memiliki kelemahan yang bisa kita manfaatkan. Aku juga telah sedikit demi sedikit mendapatkan kakaknya. Hanya tinggal si Sulung, dan saat kesempatan itu datang, aku tinggal menghancurkan harapannya. Apa Kaisar benar-benar membantu kita? Kalau benar, aku hanya tinggal memberikan informasi yang lebih banyak kepada kalian.
Aku tertunduk setelah membaca sepenggal demi sepenggal kata yang tertulis di sana. Wajahku menoleh ke arah Zeki, yang menggerakan tangannya merebut kertas-kertas itu dari tanganku. "Aku tidak tahu apa yang akan aku katakan ini benar atau tidak. Namun, dari apa yang aku perhatikan semalam ... Bukankah, kita juga melakukan kesalahan hingga dia seperti itu," ungkapku sambil melirik ke arah Haruki lalu berganti kepada Izumi.
"Lalu, apa perbuatannya membunuh Luana dan Anakku dapat dibenarkan?" Haruki balas bertanya kepadaku.
"Ingatlah ini, Sa-chan! Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai ... Dia berpura-pura menjadi orang lain, lalu menyalahkan Izumi yang tidak tertarik kepadanya. Aku bukan membela Izumi karena dia Adikku, tapi ... Aku pun tidak akan menghabiskan hidup bersama perempuan membosankan sepertinya."
"Kau mungkin tidak menyukai apa yang aku lakukan semalam. Namun, jika dia saja berani menyakiti keluargaku. Menurutmu, apa yang akan ia lakukan kepada Ebe dan juga Takumi? Apa kau ingin mempertaruhkan keselamatan mereka berdua?"
Aku menggigit kuat bibirku ketika Haruki balas menyudutkanku. "Sebenarnya, aku ingin menutupi hal ini lebih lama. Akan tetapi, aku tidak ingin sandiwara yang ia lakukan justru memengaruhi prosesi pernikahan Adinata dan juga Julissa, serta pernikahan Izumi."
"Aku tidak ingin kalian kehilangan kebahagiaan. Kebahagiaan kalian sebagai Adikku, adalah kebahagiaanku. Aku tidak ingin, kalian merasakan sakitnya kehilangan karena gagal melindungi seseorang yang menurut kalian berharga ... Aku tidak ingin kalian merasakan hal tersebut."
"Lebih dari pada itu, ini bukanlah kesalahanmu, Izumi," sambung Haruki seraya menoleh ke arahnya, "bagaimana bisa dia menyalahkanmu untuk sesuatu yang tidak bisa kau ingat," lanjutnya sambil tetap menatapi Izumi.
"Dari apa yang aku simak," sahut Zeki dengan meletakan kembali lembaran-lembaran kertas tersebut ke meja, "Sasithorn berkhianat? Dan dari apa yang Haruki katakan sebelumnya, apa dia juga memiliki ingatan di masa lalu?" tanya Zeki, dia duduk menyandarkan dirinya ke kursi saat Haruki mengangguk membalas tatapannya.
"Ingatan di masa lalu?"
"Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti, Adinata!" cetus Haruki tatkala Adinata yang duduk di sampingnya bergumam.
"Dia mengatakan bahwa semua yang ia lakukan, itu karena Kakakku tidak berusaha untuk menikahinya di beberapa kehidupan-"
"Kalau aku menjadi dirinya, aku mungkin akan membunuh semua laki-laki yang berusaha untuk mendekatimu," ucap Zeki memotong kata-kata yang belum sempat aku selesaikan, "tapi itu, pasti murni aku lakukan karena aku tidak ingin menerima kenyataan kalau laki-laki itu lebih baik dalam menarik perhatianmu. Maksudku, aku tidak akan menyalahkanmu," sambungnya sambil menatap hampir tak berkedip kepadaku.
"Kami yang memiliki ingatan di kehidupan masa lalu, tidak memiliki hak untuk menyalahkan mereka yang tidak memiliki ingatan apa pun. Ini seperti, aku yang telah dewasa harus berhadapan dengan seorang bayi yang baru lahir ... Apa pantas, jika seorang dewasa menyalahkan sesuatu kepada seorang anak yang baru saja melakukan kesalahan untuk pertama kalinya?"
"Aku sudah pernah mengatakannya, bukan? Antara satu kehidupan dan kehidupan yang lain, mereka tidak pernah sama. Berkali-kali aku kehilangan Sachi, tapi aku memanfaatkan setiap kehidupan itu untuk memperbaiki apa yang salah. Aku tidak memiliki hak untuk memarahinya akan sesuatu yang dia saja tidak tahu di mana letak kesalahannya atau sesuatu yang memang belum terjadi ... Akan tetapi, jusru aku yang seharusnya melindunginya. Aku tahu apa yang akan menimpanya, karena itu aku harus melakukan sesuatu agar dia jangan sampai bertemu dengan hal-hal tersebut."
"Melakukan hal yang sama di setiap kehidupan, padahal kau tahu itu tidak akan berakhir baik, itu sebuah kebodohan. Jika dia benar-benar peduli kepadamu, Izumi dan dia tahu bagaimana hidupmu berakhir menyedihkan ... Dia pasti mengubah hidupnya agar lebih berguna untukmu, tapi maaf, dia selalu terlihat sama di setiap kehidupan," lanjut Zeki dengan mata yang tertuju ke arah jari-jarinya yang mengetuk meja.
Percakapan terhenti ketika suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar. Pintu tersebut terbuka dengan deritan yang mengiringi. Seseorang mengenakan jubah berwarna gelap, masuk ke dalam ruangan ... Jubah tersebut benar-benar menutupi tubuhnya, hingga aku tidak bisa menebak siapa yang ada di dalamnya.
"Duduklah, Julissa!" perintah Haruki, diikuti sosok tersebut yang menyingkap penutup kepala pada jubah yang ia kenakan.
"Apa semuanya sudah selesai?" tukasnya seraya bergerak duduk di dekat Adinata.
"Haruki menyelesaikannya semalam. Kau terlihat semakin cantik tiap kali bertemu," ungkap Adinata sambil menyelipkan rambut pirang milik Julissa ke telinganya.
"Menyelesaikan apa?" sahutku menyela pembicaraan mereka.
"Apa kalian berdua tidak menceritakan rencana ini kepada Sachi? Apa kau tidak tahu, Sachi? Aku sengaja mengundang Sasithorn sebagai perintah dari Kak Haruki. Mustahil untukku tidak mengetahui apa yang ia lakukan kepada keluarga kalian. Aku tidak mempermasalahkannya jika sebelum pernikahan kami terjadi pertumpahan darah ... Asal kau baik-baik saja, asal temanku baik-baik saja, aku akan melakukan apa pun," jawabnya dengan tersenyum manis kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasyKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...