"Eveleen!"
Eveleen berlari semakin jauh, meninggalkan kepala suster yang menunggunya di depan gerbang istana. Ia menggenggam erat gaun putihnya sembari menghirup udara segar dari pepohonan yang bertiup.
Dedaunan kian berguguran, menyapa kehadiran Eveleen yang telah lama terkurung di istana tempat tinggalnya.
Setelah lama berjalan, Eveleen memutuskan untuk beristirahat disebuah tumpukan kayu yang terbentuk seperti kursi kecil.
Ia menghembuskan nafas kemudian menatap sekitar dengan senang.
Ia tidak terkurung dengan keji, melainkan Astena melarang putrinya untuk bermain terlalu jauh. Padahal dengan umur yang cukup matang, Eveleen seharusnya mengenal dunia lebih jauh.
Sebagai seorang gadis yang sangat cantik, Eveleen banyak menyia-nyiakan waktunya di istana. Bahkan ia tidak mengenal satu pria pun. Tetapi baginya itu bukan hal yang perlu dipikirkan, ia cukup senang menyendiri.
"Eveleen."
Amara berlari menghampiri temannya yang mulai tertidur ditengah pepohonan rindang di dalam hutan salju.
Eveleen sedikit melirik kemudian melanjutkan aktingnya yang cukup menipu Amara.
"Eve!" Amara menggoyangkan tubuh Eveleen dengan kencang.
"Astena mencarimu kemana-mana! Aku tidak ingin ia memarahiku karena ulahmu." Amara terdengar sedikit kesal.
Eveleen terhentak dan menatap mata temannya, "Ia sudah pulang?"
Amara mengangguk dengan wajah ketakutannya.
Dengan cepat Eveleen berdiri lalu berlari menuju istana, Amara menghela nafas kencang, "Aku terpaksa berolahraga hari ini karenamu!"
---
Astena berdiam menatap kearah pintu istana yang belum kunjung terbuka. Ia menunggu kedatangan putrinya yang telah kabur begitu saja.
Selang beberapa menit, Eveleen menghampiri Astena yang sedang duduk menatapnya. Astena membawa sebuah keranjang buah yang terisi penuh.
Eveleen tersenyum, "Kau membawa berry kesukaanku?!" lalu berlari dan memeluk Astena dengan erat, "Aku merindukanmu."
Astena tersenyum lebar, "Kemana saja kau hari ini? baumu seperti tanah pepohonan." Mereka tertawa.
Eveleen mulai menjelaskan petualangannya hari ini sembari memakan satu per satu berry yang dibawa ibunya.
Tidak lama, Camella datang dengan gaun biru muda kesukaannya. Eveleen merasa takjub melihat kakaknya sangat anggun hari ini.
Astena melirik Camella, "Ayahmu pasti akan berkata kau sangat cantik."
Camella menuruni tangga dengan pelan, kemudian merangkul Astena, "Ungkapan ibu sudah cukup bagiku." Eveleen memeluk keluarganya dengan kasih sayang. Ia tidak ingin melihat ibu dan kakaknya merasa sedih.
Ayahnya, Deaf meninggal secara misterius, meninggalkan Astena yang sedang mengandung Eveleen. Saat itu tepat satu hari setelah malam perayaan istana, Deaf menyusuri hutan salju tanpa pengawasan.
Astena yang menunggu kedatangan suaminya dikagetkan dengan kabar bahwa Deaf menghilang, yang kini sudah dianggap meninggal dunia. Sudah 17 tahun Eveleen tidak pernah mengetahui sentuhan dari ayahnya. Bahkan Camella hanya samar-samar mengingat bagaimana ketampanan ayahnya.
"Dramatis sekali." Amara menatap dari arah jendela kastil. Ia berdiri selama beberapa menit hingga burung-burung merpati mulai menghampirinya.
"Kau ingin berry?" tanya Eveleen.
Kedua bola mata Amara berbinar, kemudian ia mengangguk dengan kencang.
Mereka tertawa. Amara yang merupakan anak dari Castlyin sangat membawa kebahagiaan bagi mereka. Walaupun bukan dari keluarga bangsawan, mereka menganggap Amara seperti anak, saudara, dan teman sekaligus.
---
Dibalik hutan salju diujung desa mempunyai legenda baik dan buruk. Legenda baiknya, disaat malam hari akan selalu turun salju di semua musim. Tetapi, tidak ada yang berani memasuki hutan itu karena sangat berkabut dan dingin. Dan tidak ada yang pernah tau isi di dalamnya.
Walaupun begitu, menurut Astena hutan salju tidak bersifat buruk asalkan kita tidak membuatnya menjadi buruk, dikarenakan semua benda dipercaya hidup. Dan juga Eveleen sangat menyukai pepohonan di dalam hutan salju yang rindang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZOELINE
General Fiction[Bahasa Indonesia] Actually your life is still hidden, before the truth reveals it.