14

59 6 0
                                    

"Kalo bisa milih, Vernon mau jadi buku apa pena?"
–Asa

______

Disinilah Vernon sekarang. Helaan napas panjang dari bule itu kian terdengar. Percaya atau tidak tidur siangnya terganggu–ralat, sangat terganggu oleh cewek gila satu ini.

"Udah jangan ngambek mulu. " Vernon menengokkan kepala kearah Bang Ayi sambil memelototkan mata.

"Lo kenapa telfon gue sih bang?! Lo tau kan kalo sama lo gue nggak bisa nolak." Asa yang berada disamping Vernon terkikik geli. Rencananya kali ini berhasil.

"Vernon, ayok temenin Asa jalan-jalan," Asa tanpa permisi lalu menyeret Vernon keluar studio Bang Ayi. "Makasih bang Asa sama Vernon duluan. "

Bang Ayi hanya hanya menggeleng-gelengkan kepala, melihat kelakuan adik teman baiknya. "Like brother like sister. "

Sementara disisi lain, Asa dengan perasaan membuncah menggandeng lengan Vernon tanpa berniat melepasnya.

"Lepas." Sejenak mereka berhenti.

"Asa lepas tapi temenin Asa ya.."

"Gak mau." Tolakan demi tolakan Asa abaikan. Sakit hati? Pasti. Tapi kalau kata Asa sih udah biasa, udah resiko Asa karena suka duluan.

"Yaudah Asa telfon Bang Ayi aja." Ancam Asa lalu merogoh ponsel dengan satu tangannya yang lain.

"Terserah."

"Oke.." Tantang Asa.

Tut.. Tut..

Belum juga Asa bicara, orang diseberang sana berteriak cukup keras yang membuat kuping Asa sedikit sakit.

"APA LAGI SIH SA. BELUM ADA LIMA MENIT LOH LO KELUAR DARI STUDIO GUE?!"

"Hehehe.. Bang ini nih Ver-" Kalimat Asa terhenti saat tiba-tiba Vernon membekap mulutnya.

"Nggak Bang Ay, lo selesaiin kerjaan lo dulu aja, bye!"

Vernon langsung menutup telfon sepihak. Matanya lalu menyorot tajam ke Asa.

"Iya ah, sini gue temenin. Ngeselin." Asa tersenyum lebar sementara Vernon menahan kesal.

Asa lalu berjalan mendahului Vernon yang mengekor dibelakangnya. Dia melangkahkan kaki kearah taman tak jauh dari studio Bang Ayi. Terlihat taman cukup sepi dari biasanya.

"Vernon, duduk sana ya.." Vernon memutar bola mata malas.

Bangku taman kini telah mereka duduki. Angin sepoi menerpa wajah Asa membuatnya sedikit memejamkan mata.

15 menit berlalu dengan kesunyian. Tak ada sepatah kata terucap dari bibir mereka berdua. Keduanya tenang dalam lamuan.

"Vernon.." Ucap Asa memecah keheningan. "Asa boleh tanya?" Asa menengokkan kepala kearah lawan biacaranya.

Vernon masih membatu. Pandangannya lurus kedepan. Tapi di detik berikutnya dia bersuara, "Apa?"

"Kalo bisa milih, Vernon mau jadi buku apa pena?" Pertanyaan random Asa membuat Vernon sedikit mengerutkan dahi heran.

"Buku." Jawab tiba-tiba Vernon.

"Kenapa?"

"Gatau." Vernon always Vernon. Si irit bicara yang selalu membuat Asa mengelus dada.

"Yaudah kalo gitu Asa mau jadi penanya."

Seperkian detik berlalu. Asa yang masih menunggu Vernon bicara sudah hilang kesabaran.

"Iiihh.. Vernon nggak tanya kenapa?" Asa menyebikkan bibirnya beberapa senti kedepan. Vernon menyebalkan.

"Nggak."

"Tanya dong.."

"Hah.. Kenapa?" Ucap Vernon malas. Dia dengan cepat menuruti Asa, Vernon sudah malas mendengar rengekan gadis disampingnya.

Asa tersenyum. Dengan semangat dia menjawab "Biar tanpa Asa, Vernon nggak bisa buat cerita."

"Gue nggak mau buat cerita."

___

HUHUHUUU BARU UJIAN BRADERRRRಥ‿ಥ

MAAP LAMA GA UPDATE

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK YA

٩ʕ◕౪◕ʔو

Asa | SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang