1 - Ini Gila

743 44 2
                                    


Gila. Ini gila. Gue bener-bener enggak habis pikir dengan apa yang terjadi saat ini. Nikah dadakan atau mendadak menikah seperti alur cerita novel romansa, kini beneran gue alami.

Bukan karena kecelakaan atau perjodohan paksa berlandas bisnis orang tua, tapi karena sebuah kesalahpahaman. Ck, yang benar saja. Dua puluh tahun gue hidup, enggak terlintas sama sekali di kepala gue bakal nikah seperti ini.

"Duh, Mas, ini gimana? Kita nggak saling kenal sebelumnya, tapi malah kejebak pernikahan konyol kayak gini. Ah, gimana pun juga tetep canggung banget buat gue." Gue mengeluh, sambil melirik kesal pada pemuda yang tengah duduk di sofa sudut kamar.

Sedari tadi dia menunduk, menyangga kepala dengan raut yang sedikit bingung, merasa bersalah, dan juga ... seperti tertekan. Entahlah.

Sekarang menginjak dini hari. Sial! Gimana bisa gue tidur satu ranjang bareng orang asing. Ya ... meskipun statusnya kini suami gue, sih.

Terdengar dia menyentak napas, lalu perlahan mendongak, berkontak mata dengan gue. "Ya mau gimana lagi, Mbak? Kita nggak mungkin langsung cerai saat ini juga atau dalam waktu deket. Nggak liat apa reaksi mama mbaknya tadi yang histeris pas tahu anak ceweknya digrebek massa? Yang ada citra kita berdua makin nista dianggap mempermainkan pernikahan."

Ah ... bener. Pikiran gue otomatis balik ke pukul 10 malam tadi, di kamar kontrakan gue. Ya, kamar kontrakan. Satu kamar yang berada di sebuah gedung besar yang gue sewa selama merantau di kota orang buat gue tinggali selama kuliah.

Gedungnya berlantai empat. Kamar gue di lantai dua. Dan di setiap lantai ada banyak kamar.

Gue yang baru saja selesai mandi, otomatis belum berpakaian dengan benar, dan cuma terlilit handuk yang panjangnya nggak sampai setengah paha. Gue kaget, atau lebih tepatnya heran. Tepat setelah keluar dari kamar mandi, kamar mendadak gelap.

Setelah sakelar lampu gue tekan, lampu menyala. Enggak ada masalah dan enggak ada yang salah. Namun, pas melangkah ke kamar, di situ gue terkejut bukan main. Refleks, satu teriakan kencang keluar dari tenggorokan.

"Siapa lo?" tanya gue dengan nada tinggi ketika mendapati seorang laki-laki bertelanjang dada duduk di kasur gue.

Dia spontan berdiri, sama kagetnya.

"Eh, M-mbak, sorry, sorry, saya cuma numpang ngumpet," jawabnya.

Dari mimiknya kelihatan khawatir kalo gue berpikiran macem-macem.

Wait ... sial! Bukankah yang harusnya berpikiran macem-macem itu dia yang lihat keadaan gue setengah telanjang gini? Spontan tangan gue terulur ke arah dada, mengeratkan lilitan handuk. Ragu juga kalau gue melangkah ke arah lemari buat ambil baju yang otomatis harus jalan melewati laki-laki asing itu. Gue nggak akan bisa tahu apa yang ada di kepalanya saat melihat tubuh molek, putih, mulus, dan seksi ini. Bagaimanapun dia tetap laki-laki normal, 'kan? Kan? Kan? Kan?

"Nggak, nggak, nggak ada tempat ngumpet di sini. Masnya cepetan keluar dari kamar gue atau gue akan teriakin maling?"

"Please, Mbak, biarin saya di sini dua puluh menit aja. Ah, nggak, sampe polisi di bawah udah pada bubar."

Polisi? Dia ngumpet dari polisi? Jangan-jangan ....

"Masnya penjahat?"

"Bukan!" Dia memotong cepat. "Mbak jangan salah paham dulu," lanjutnya seraya melangkah kecil.

Refleks, gue mundur, masih sambil memegang kuat simpul di dada. Gila! Gue deg-degan.

"Terus, kalau bukan penjahat kenapa harus ngumpet dari polisi?"

The Freaky WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang