♪ : BAB 54

1.3K 151 24
                                    

Dari sekian banyak manusia yang melebur di pusat kota Yogyakarta, ada satu cengiran elok yang berhasil menyaingi indahnya purnama di langit malam. Langkahnya semangat kembali ke parkiran, puas dengan hal yang membuat tangannya penuh malam ini; sekotak besar donat, cappuccino, dan lemon tea. Saat baru hendak membuka pintu mobil, gerakannya dibekukan oleh seorang pria dengan pespa hitam yang tengah menatap lurus ke arahnya.

Racha, cengirannya tampak surut. Pria itu menutup pintu mobil tanpa sempat meletakkan makanan yang baru saja dibeli. Dia mendekati sosok di dekat pespa, bahunya terangkat sesaat, lalu turun lagi bersama helaan napas panjang. Racha melihat jam di pergelangan tangan kiri, dia meringis karena takut terlambat tiba di alun-alun. Hanya saja apa boleh buat, ada hal yang tidak tampak yang harus diselesaikan antara pria berstatus pacar dan mantan itu.

"Kopi?" Racha mengangkat pelastik minumannya, memberi tawaran.

Rion mengangguk, dia menerima kopi pemberian Racha bukan karena ingin minum kopi, "Gue tau ini buat Judith."

"Silahkan diminum," tukas Racha tenang. "Kalau itu bisa bikin lo enakan."

Rion menatap lama gelas yang kini berpindah ke tangannya, tawa kecilnya pecah di atas perasaan getir. Ia mencium badan gelas tersebut, tanpa malu, mengembalikannya pada Racha. "Lo udah beliin ini buat Judith, jadi harus tetep dia yang minum."

Raut Racha kian tidak terbaca, berbeda dengan Rion yang tampak lebih santai. Kedua pria itu masih bersitatap tanpa mau menyuarakan isi kepala mereka. Racha hanya akan menunggu, dia tidak mau menyuarakan apapun. Lagipula, apalagi yang akan mereka jadikan topik? Racha dan Rion tidak pernah memiliki alasan apapun untuk bersua selain karena sesosok perempuan manis bernama Judith Aluna.

"Lo taukan kalau dua hari ini dia bareng gue?"

Racha membuang tatapannya pada keramaian jalan, terlihat tenang sambil menekan kedua bibirnya. "Gue tau, tapi lo nggak harus kasih tau apa-apa."

"Oh gue harus," sambar Rion cepat.

"Kenapa?"

"Karena ini soal perempuan yang masih gue sayang." Decih Racha menyambar, kepalanya menggeleng memasang raut tidak suka. Dia baru akan meninggalkan tempat kala Rion kembali bersuara. "Kalau lo sayang dia, lo bakal lepasin dia."

"Hah?"

"Aluna ... putusin dia."

"Lucu lo," sinis Racha, dia berbalik arah, memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Lo nggak bakal ngorbanin kenyamanannya Aluna, kan?" Rion berhasil mencegah langkah Racha. Pria yang sudah melangkah sejauh dua meter itu kembali melemparkan tatapan tidak terbaca. "Lo tau setakut apa Aluna ke bokap lo?"

Lesung pipi Racha lenyap ditelan datarnya ekspresi wajah. Seakan ada besi panas yang menghantam kepalanya. Setelah sekian lama mencoba kuat dari dobrakan sang ayah, Racha bergetar juga. "Maksud lo apa?"

"Latar belakangnya digali abis, lo pikir siapa yang seneng?" Rion berteriak pada Racha yang tengah berdiri lemah.

"Judith cerita ke elo?"

Rion mengedikkan bahu, "Gue nggak suka gossip."

Racha berdecih, tatapannya tidak fokus lagi seperti tadi. "Judith tau darimana, Yon?"

"Lo yang paling tau darimana Aluna tau, Cha," jawab Rion sebelum helaan napas panjang lolos dari mulutnya. Pria itu menaiki pespa, memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pada tujuannya. "Cha, Aluna bukan punya gue lagi. Dia udah jadi milik lo semenjak lo jagain dia di Toronto. Jadi ... jangan pernah nyerah demi dia."

Just Like YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang