So, How Did It End?

810 92 39
                                    

Katakan saja Jaehyun gila, atau apapun itu karena dia memang sudah begitu adanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katakan saja Jaehyun gila, atau apapun itu karena dia memang sudah begitu adanya. Benar-benar gila. Seolah tidak ada udara yang masuk ke paru-parunya lagi, degup jantungnya tak terasa benar—semuanya di luar kendali Jaehyun.

Pemuda Jung itu berpikir kalau inilah hari terakhir dia hidup.

Namun, berbanding terbalik dengan pemuda dihadapannya. Binar kebahagiaan terpancar jelas dari sepasang kepingan indah nan beningnya, pun ia masih bisa mematri senyum lebar setelah dengan tidak tahu diri mencuri satu kecupan di bibir Jaehyun.

Bukan, bukan itu alasan kenapa Jaehyun berpikir dirinya dan Doyoung sudah gila.

"Kami akan pergi, Doyoung. Jaga dirimu baik-baik."

Si pemilik nama menoleh, lantas mengangguk patuh setelah paman dan bibinya melempar senyum hangat. Kim Dongyoung, pemuda berparas manis itu melambaikan tangan sesudah paman dan bibinya berpamitan kemudian menjauhi mereka.

Bayangkan. Bagaimana bisa Doyoung berani menciumnya tepat di bibir, juga tepat di hadapan paman dan bibinya? Lagi-lagi Jaehyun merasa sangat, sangat bahagia di samping merasa malu bukan main. Kedua orang dewasa itu hanya memandangi mereka, anehnya tidak terlihat terkejut sama sekali.

"Apa kau sudah gila?" gerutu Jaehyun setelah beberapa detik terdiam—terhanyut dalam eunoia yang seolah-olah memberikannya kesempatan sekali lagi.

Doyoung tertawa geli sambil menggelengkan kepala, mencubiti kedua pipi Jaehyun dengan gemas. "Kau tidak tahu apa yang akan aku bicarakan denganmu, Jaehyun."

"Dan kecupan itu adalah awalannya. Bagaimana jika aku mengatakan semuanya padamu nanti?" sambungnya dengan tawa yang belum mereda. Itu membuat sudut bibir Jaehyun berkedut, tak mampu menahan keinginan untuk tersenyum. Tangan Doyoung berpindah, beralih menggenggam erat tangan si pemuda Jung dan menariknya perlahan—mengajaknya pergi ke taman yang ada di sebrang jalan.

Angin sore itu berhembus cukup kencang, memberikan kesempatan untuk Doyoung mengusir rasa gugup yang sebenarnya mengusik sedari tadi. Sang anila akan menemaninya berbicara kali ini, berbicara tentang rasanya pada Jaehyun selama ini di balik status mereka sebagai sahabat.

Doyoung memilih tempat duduk di tepi danau, melirik sekitar dan tentu dapat melihat banyak orang yang datang hari ini. Pemuda itu tersenyum tipis saat Jaehyun memintanya segera duduk, Doyoung yakin kalau Jaehyun menaruh atensi besar ke ceritanya nanti sebab pemuda Jung itu penasaran.

"Jadi, apa yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya si pemuda Jung tanpa basa-basi, tangan besarnya masih setia menggenggam tangan Doyoung yang hangat—Jaehyun tidak ingin melepasnya.

"Apa kau tidak ingin tahu kenapa paman dan bibi yang mengantarku untuk bertemu denganmu?" tanya Doyoung balik sebagai pengawal cerita. Jaehyun menaikkan sebelah alisnya, tanda jelas bahwa ia ingin tahu.

Moiety ; ᴊᴀᴇᴅᴏTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang