Hinata menyandarkan kepalanya di pundak Naruto sambil menatap kedepan, entah sejak kapan Naruto punya bahu yang senyaman ini. Hinata seperti menemukan tempatnya berpulang, selain kokoh bahu Naruto juga sangat nyaman dan hangat meski pemuda itu punya aura yang sangat dingin.
“Nar,” panggil Hinata pelan tanpa mendongak.
Naruto masih fokus ke jalanan namun dia masih mendengarkan Hinata dengan baik, “Hn?”
“Gue boleh kan pakai bahu lo buat berbagi tangisan?” tanya Hinata pelan, Hinata takut Naruto marah dia memilih untuk menunduk dan memainkan lengan Naruto yang kini memegang jemari tangannya.
“Selain lo yang punya gue, gue juga punya lo Nat. lo boleh ngelakuin apa aja yang lo suka.” Jawab Naruto sambil mengecup punggung tangan Hinata.
“Luka gue banyak, lo pasti bosen dengerin gue ngeluh tiap hari..”
Naruto terlihat acuh namun raut wajahnya berubah jadi lebih teduh, “Lebih baik lo bagi semua rasa sakit yang lo tahan itu ke gue dari pada lo simpen sendiri, bahkan kalau bisa gue kepengen nanggung semua rasa sakit lo itu biar gue aja yang sakit lo jangan.”
Apa Naruto sedang mangutarakan isi hatinya? Tapi raut wajahnya tidak bisa di baca.
Hinata mengeratkan peganggannya, dia menutup mata saat merasakan kecupan lembut namun sesaat di pucuk kepalanya. Gadis itu merasa sangat tenang sekarang.
***
Agaknya Naruto memang tidak seburuk apa yang selama ini terlihat, pemuda itu bertanggung jawab. Dia menepati janjinya untuk tidak menyentuh Hinata lebih jauh, meski kerap kali terjadi skinship tapi Naruto tidak pernah menunjukan tanda-tanda dia akan menerkam Hinata layaknya laki-laki yang tak tahan tinggal dengan wanita terlalu lama. Naruto berbeda dari lelaki lain.
Hinata mulai nyaman dengan keberadaan Naruto di sekitarnya bahkan tak jarang dial lah yang memulai skinship terlebih dahulu, Hinata sudah tidak merasa canggung sama sekali. Naruto pun tak pernah keberatan jika dia menghabiskan waktu siangnya di rumah sakit menjaga Toneri.
“Nar, bekalnya mau di taruh mana?” beberapa hari terakhir Hinata sudah terbiasa bangun lebih pagi dari Naruto dan menyiapkan bekal untuk pemuda itu. Hanya memasak karena Naruto tidak pernah mengizinkannya melakukan apapun. Tugas Hinata hanya menemani Khusina selagi Naruto bekerja, setelah itu Hinata bebas.
“Tarok meja aja.” Naruto keluar dari kamar sambil mengancingkan kemejanya, pemuda itu terlihat sangat menawan dengan balutan kemeja biru navy di padu celana bahan yang membalut kaki jenjangnya. Hinata mengangguk dia menyusun sarapan untuk Naruto juga dirinya sendiri. “Nat..”
Hinata menoleh dan mendelik kaget saat wajah Naruto begitu dekat dengan wajahnya, “L-lo ngapain Nar?” gugup Hinata, entah sejak kapan jantungnya begitu lemah ketika Naruto menatapnya intens. Hinata sering di serang temor dadakan saat bertemu pandang dengan Naruto.
“Lo mandi dulu ya tadi pagi?” tanya Naruto ambigu. Hinata menatap Naruto tajam lalu mendorong tubuh pemuda itu menjauh.
“Lo ngintip gue mandi ya tadi pagi?” tuduhnya curiga.
“Dih ge-er, siapa juga yang mau ngintip lo?”
“Ya lo lah masa gue sendiri,”
“Ogah banget , mending liat yang lain.” Sungut Naruto tak terima, ketahuilah waktu perlahan-lahan merubah sosok Naruto menjadi pria yang sangat berbeda ketika di hadapan Hinata. Dia lebih banyak berbicara dan berekspresi ketika bersama gadis itu.
“Mulut lo ya, maksudnya apa ngomong gitu? Lo kira gue gak seseksi yang lain gitu?” Hinata menatap Naruto tajam sambil berkacak pinggang, sementara yang di tatap malah memasang wajah datar plus tak tau diri khas dirinya.
“Ya emang iya kan?”
“Gue seksi ya!”
“Gak percaya,”
“Ih, batu banget sih Nar gue bilang gue seksi kok gak percaya. Perlu bukti??”
Naruto menggangguk dengan polosnya, tangan pemuda itu kini melingkari pinggang Hinata lalu menatap gadis itu. “Mana buktinya kalau kamu seksi?”
Kamu? Hinata tidak salah dengar kan? Kenapa Naruto jadi sangat manis saat berbicara selembut ini padanya?
“P-pokoknya aku seksi dan cantik, titik!”
Naruto terkekeh gemas lalu mencuri kecupan lembut di permukaan bibir Hinata, percayalah dia sangat menikmati waktu-waktunya bersama ahir-ahir ini. Hinata terlihat jauh lebih manis ketika sedang tersipu. “Iya kamu yang paling cantik dan seksi.”Pipi Hinata memanas hingga rasanya dia bisa menggoreng telur di permukaan wajahnya, gadis itu memeluk leher Naruto untuk menyembunyikan wajahnya yang terbakar api kasmaran. “Udah ih,” rengek Hinata sambil meremas punggung Naruto, dia malu karena ketahuan sering memuji diri sendiri.
“Iya kamu paling cantik kan?”
“Udah Nar, malu..”
“Tadi aja ngomong cantiknya semangat kok sekarang malu?” goda Naruto, dia kian gencar membuat wajah Hinata panas.
“Yakan harusnya kamu gak iyain apa yang aku bilang, biar aku nggak malu.”
“Tapi kamu beneran cantik, gimana dong??”
“Naaaarrrrrr!!!” pemuda itu terkekeh gemas lalu memindahkan Hinata hingga gadis itu duduk di meja makan, sorot matanya yang awalnya hangat berubah tajam dan dingin. Dia menatap Hinata intes seolah gadis itu adalah benda berharga yang sangat haram di sentuh oleh orang lain kecuali dirinya.
“By,”
Jantung Hinata berdetak puluhan kali lebih cepat tatkalan Naruto memanggilnya demikian, sorot mata pemuda itu begitu tajam menusuk hingga ke dalam hati Hinata.
“Y-ya?”
“Panggil aku kamu mulai sekarang.”
Hinata hanya mengangguk, entah kenapa aura Naruto berubah begitu cepat. Naruto tersenyum tipis lalu menarik tangan mungil Hinata hingga melingkar di lehernya, gadis itu menuruti apa yang Naruto perintah meski dengan perasaan gugup luar biasa. “Boleh kah?” tanya Naruto. Pemuda itu memejamkan matanya lalu mendekat ke arah bibir Hinata. Nafas hangatnya menerpa wajah Hinata hingga membuat tubuh Hinata meremang.Entah dorongan dari mana ketika dahi mereka saling menempel Hinata secara alami bergerak memanggut bibir Naruto lebih dulu. Kaku, jujur saja ini kali pertama Hinata berciuman dengan lelaki selain Toneri. Cara Naruto memperlakukannya selama ini pun berbeda dengan Toneri, jika Toneri adalah pria sabar yang sanggup menunggu Hinata sampai kapan saja maka Naruto adalah si tamak yang punya sisi kelam namun memabukkan. Naruto selalu menjadi dominan saat mereka berbagi ciuman, pemuda itu selalu mengawali dan mengakhiri permainan mereka. Sementara Hinata hanya menjadi pihak pasif yang tak banyak merespon.
Naruto tersenyum tipis, tangannya bergerak bebas untuk meremas bokong sintal Hinata sensual. Hinata terkejut dan refleks melepaskan pagutannya. Seketika nafasnya tercekat saat melihat sorot mata Naruto lebih tajam dari biasanya. “Open your mouth, babe.” Titiahnya dia menarik tengkuk Hinata mendekat lalu sedikit mendongakkan kepala Hinata.
Hinata tidak sanggup melawan pesona Naruto, dua sisi dalam tubuhnya bertarung hebat. Satu sisi hendak menuruti apa yang pemuda itu perintahkan tapi satu sisinya menolak karena dia masih milik seseorang. Hinata mengigit bibir bawahnya, bingung bagaimana mendamaikan dua pikirannya yang terus bertarung. “Don’t bit your lips babe,” Naruto menggunakan jempolnya untuk mencegah Hinata terus mengigit bibirnya sendiri.
“Jangan memancing sesatu yang selama ini kucoba sembunyikan setiap hari.”
“W-what?.” tanya Hinata sambil menatap Naruto takut-takut.
“Damn! Im fucking love you, Hinata.”
Next___
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice | Namikaze Naruto ✔️
Fanfic18+ Jangan mampir kalau masih merasa belum cukup umur! Disclaimer : Masashi Kishimoto Ide cerita : MhaRahma18 Cover by : Pinterest