Kurang dari Angka Tiga

207 9 0
                                    

Karya Ahmad Rizaldi


"Gem, kali ini saja, bantu aku. Ya? Nggak tau lagi mau minta tolong ke siapa kalau bukan sama kamu? Gema, please."

"T-tapi, aku nggak bisa bantu kalau kasusnya seperti ini. Nggak bisa Ra, nggak bisa!"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jatuh cinta pada orang yang tepat adalah sebuah keberkahan, dan dicintai balik oleh orang yang kita cintai juga adalah sebuah keberuntungan. Seyogyanya, hubungan dapat dikatakan hebat, ketika ada dua orang yang sepakat mencintai dengan kata saling, bukan hanya salah satu namun sekadar yang paling. Dan jikalau itu benar adanya, maka Gema adalah salah satu yang sempat terberkahi namun tidak beruntung sama sekali.

Sudah lebih dari dua tahun dan Gema tak pernah lagi merasakan yang namanya jatuh cinta pada perempuan di dalam hidupnya. Robekan di hati Gema belum juga pulih seutuhnya. Ia menunggu seseorang kembali ke hidupnya, tapi sampai kapan ia akan menunggu orang itu? Entahlah, ia juga tidak tau.

Dua tahun, waktu yang bisa dikatakan tidak singkat. Dua tahun itu, kalau bagi seorang anak indie mania, sudah tujuh ratus tiga puluh senja terlewati. Bahkan bisa menjadi tujuh ratus tiga puluh satu senja yang telah dilewati ---kalau kebetulan itu adalah tahun kabisat. Bayangkan betapa syahdunya, tujuh ratus tiga puluh satu senja terlewati dan ditemani dengan kopi yang tidak begitu manis, juga disertai lantunan musik dari Fourtwenty. Mantap betul.

Dua tahun, waktu yang sangat cukup untuk mencoba peruntungan dan mencari pasangan di aplikasi seperti Tinder, Beetalk, Ome TV, atau apapun yang serupa.

Namun Gema tidak pernah paham cara kerja aplikasi-aplikasi itu, lebih tepatnya tidak mau tau dan paham cara kerjanya. Dia adalah tipikal cowok yang tidak suka untuk bicara banyak, apalagi dengan orang baru yang ia temui, jangankan di sosial media, tetangganya saja tidak pernah ia sapa. Andai Gema tidak pernah keluar rumah membawa alat alat fotografinya, mungkin tetangganya sudah curiga dan melaporkan Gema ke polisi dengan dugaan salah satu pelaku terduga teroris.

Ya, Gema adalah seorang yang bekerja di bidang fotografi, entah itu memotret food photography, Wedding Ceremony, dan bidang bidang lainnya, bahkan ia pernah dipanggil untuk memotret acara pemakaman, apapun itulah, asalkan dia bisa kerja. Jika ada tawaran pemotretan, dia langsung ambil tawaran itu.

Dari pada nggak sama sekali kan, pikirnya.

Pekerjaan fotografi ini dia geluti dari setahun lalu. Dia bahkan masih ingat betul, awal mulanya dia terjun di bidang per-fotografi-an. Ini bermula dari dua tahun lalu, Kamera pertamanya dia dapatkan dari hadiah ulang tahunnya waktu itu. Sebuah Kamera keluaran terbaru dan terbaik dimasanya, kamera yang langsung dibelikan oleh teman, eh bukan, sahabat masa kecilnya. Clara Alvinato.

Wanita berdarah campuran Indonesia-German itu adalah sahabat kecil Gema, dia selalu ada di masa masa Gema bahagia, senang dan sedih. Seburuk apapun kondisinya, Clara selalu ada disamping Gema untuk sekadar menenangkan segala marah dan sedih hati Gema.

Masih lekat diingatan Clara, saat Gema kehilangan ayahnya karena kecelakaan tunggal yang dialami ayahnya, mobil yang dikendarai ayah Gema terjun bebas kejurang. Butuh waktu seharian untuk tim pencari menemukan ayah Gema waktu itu. Gema terpukul, dunianya seakan runtuh, air matanya tak berhenti mengalir dari mata kecil berwarna coklatnya itu, saat ia liat jenazah ayahnya, tangisnya makin pecah dan semakin keras. Kecelakaan itu sangat membekas di Gema dan masih menjadi trauma terbesar Gema hingga sekarang. Gema jadi takut dan tidak mau untuk berkendara kemanapun dengan menggunakan mobil.

Sekarang Gema tidak memiliki orang tua lagi. Ibu Gema sudah meninggal semenjak Gema umur 2 tahun. Sekarang ia tinggal dengan bibinya.

Dua hari setelah ayahnya dikuburkan, Gema mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan dirinya di danau dekat sekolahnya. Untung dengan cepat Clara lari minta pertolongan orang dewasa dan dengan sigap orang itu menyelamatkan Gema.

Kurang dari Angka Tiga // #CintaMemangSepertiItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang