Empat Puluh Dua

66 22 5
                                    

42.

"Lepasin! Lepasin tangan gua! Lo maunya apa sih!" kelakar Dearni yang berusaha melepas cengkraman tangan Sean. Dengan memukul-mukul tangannya. Dearni meringis, sebab cengkraman tangan Sean membuat tangannya terasa sakit.

"Suara siapa itu?"

".... "

"Mmmphh ..."

Sean yang merasa ada yang tak beres di luar rumah langsung menutup mulut Dearni menggunakan tangan kanannya. Dearni berontak. Dengan gerakan cepat Sean membawa Dearni pada sebuah kamar yang terletak di lantai bawah. Ketika sudah merasa aman Sean menurunkan tangan dari mulut Dearni. Dan sesegera mungkin Dearni mengatur napasnya yang saat itu hampir menipis.

"Heh?!"

"Gila lo ya! Kalo gua mati gimana?!"

"Lo mau tanggung jawab!"

"Heh, kok lo diem aja sih?!"

Sean terlihat memijat pelipis kepala, pusing dengan semua kata serta kalimat yang terucap dari mulut cewek itu. Ia mendorong tubuh Dearni untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci Dearni di dalam kamar tersebut seorang diri.

"Woy bukain!"

"BUKAA!" teriak Dearni sambil mengedur pintu tidak santai.

Sean memegang lengannya yang terasa sedikit perih. Ia rasa akibat kuku-kuku panjang Dearni. Heran sekali mengapa cewek suka sekali memanjang kan kuku serta mewarnai kuku dengan berbagai macam warna yang bahkan sangat mencolok mata?

"Kenapa dia? Berisik banget sumpah! Untung si Mahera gak curiga!" tanya Denar yang menghampiri Sean dari ruang tamu.

"Susah banget dia gua suruh masuk kamar!" adu Sean. Ia menyilangkan tangan di depan dada. "Ngomong-ngomong itu tadi Mahera? Ngapain dia ke sini?"

"Hp dia ketinggalan kemarin di ruang tamu," jelas Denar. Yang kini berjalan menuju kulkas yang berada di dapur. Letak dapur dengan kamar sangat dekat.

"Hah? Kok bisa hp dia di rumah lo?" tanya Sean penasaran.

"Kemarin dia nanya ke gua terkait akte dia. Akte yang ternyata berhasil dia ambil dari ruang kerja almarhum bokap." Denar menuang air putih dingin dari dalam kulkas, lalu meminumnya.

"Oh gitu. Berarti dia udah tau dong, lo siapa nya dia?"

"Belum, karena, gua gak ngasih tau."

Sean mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Sean sudah paham dengan pokok permasalahan antara Denar dan Mahera yang sebenarnya. Selain Sean—Arhan pun juga sudah tahu mengenai siapa Mahera dihidup Denar. Sebenarnya semua terlihat rumit.

"Jangan lupa lo, tolong kasih makan itu anak. Gua mau mandi bentar." Denar meletakkan gelas yang baru saja ia gunakan 'tuk minum. Langkah kakinya, kini melangkah ke lantai dua. Tempat kamarnya berada.

Dearni terduduk lesu di lantai. Suara terasa serak akibat berteriak agar dibuka kan pintu, namun tidak ada hasil. Ia menghela napas.

"Tadi itu siapa ya? Kok suaranya kayak gua kenal?" pikir Dearni, ketika Sean tiba-tiba membekab mulutnya. Saat mendengar seseorang berkata 'suara siapa itu?'

***

"Lo, dima—"

".... "

"Hp gua!"

"Balikin!"

Spontan Dearni berteriak ketika ponsel yang ia pegang, diambil alih oleh seseorang. Dengan gerakan cepat Denar mengambil alih ponsel milik Dearni. Cewek itu tak. Menyadari jika Denar dan Sean telah membuka pintu kamar.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang