Entah kenapa pak Alfan makin terang-terangan dan cukup nekat akhir-akhir ini. Tapi kalau dipikir-pikir, he's better sih. Ahh ngaco deh, De, udah ada Hafii juga.
Ngomong-ngomong soal Hafii, belakang ini komunikasi kami kurang lancar dan Hafii jarang banget berkabar. Sesibuk itu ya di reskrim(?) Yaa, semoga semua baik baik aja.
"Sudah sarapan?" Tanya pak Alfan saat aku berada di pantry untuk membuat teh.
"Sudah, pak."
"Keberatan jika saya minta temani sarapan?" Tanyanya membuat alisku mengerut.
"Disini. Tidak pergi keluar." Lanjutnya lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan meja tempatku membuat teh.
"Boleh." Jawabku singkat lalu duduk di kursi yang bersebrangan.
"Thank you. Sebentar lagi makanannya akan diantar." Lalu kami saling diam. Entahlah, aku tidak lagi merasa tidak nyaman tapi tidak juga ingin dekat.
"Pagi, pak Naren. Ini pesanannya." Ucap seorang office boy menyodorkan dua kotak makanan. Bubur ayam paling enak dikampus.
"Terima kasih, ya." Pak Alfan mengambil dua kotak tersebut dan meletakkannya di meja.
"Kembaliannya, pak." Office boy itu hendak mengambil uang dari sakunya namun dicegah oleh pak Alfan.
"Ambil aja. Buat kamu beli sarapan. Makasih ya sekali lagi."
"Terima kasih banyak, pak. Saya permisi, pak, mba." Pamitnya lalu meninggalkan kami.
"Makan, Delaila." Ucap pak Alfan membuka kotak bubur itu dihadapanku dan menaruhkan sendok.
"Saya sudah sarapan, pak." Jawabku singkat. Sesungguhnya bubur mang Usep terlalu memikat dibanding dua slice roti isi nutela yang aku makan tadi pagi.
"Yakin menolak bubur mang Usep? Saya rasa setelah bekerja kamu gak ada waktu buat sarapan bubur di kampus." Ujar pak Alfan sembari mendekatkan bubur itu ke arahku.
"Tidak terima kasih, pak. Silahkan bapak makan."
"Setengah porsi bubur mang Usep gak akan menambah berat badan kamu, Delaila." Ucap pak Alfan dan sendok berisi bubur telah menempel di bibirku, namun aku hanya diam. Shock lah.
"Ini enak. Seperti biasanya." Ucap pak Alfan setelah melahap bubur menggunakan sendok tadi telah menempel di bibir ku.
"Pak," Ucapku tak terselesaikan karena didahului sebuah suapan bubur. Dari sendok yang sama yang masuk ke mulut pak Alfan.
"Pak Al!"
"Enak kan?" Tanyanya dengan wajah tak berdosa dan kembali mendekatkan sendok berisi bubur itu ke depan mulutku.
"Saya bisa makan sendiri." Ucapku lalu pak Alfan meletakkan sebuah sendok baru diatas buburku.
"Oke." Jawabnya lalu kami melanjutkan sarapan dalam diam.
"Saya ambil air putih dulu." Pak Alfan meninggalkan meja dimana buburnya telah habis sementara aku masih menyisakan 3 sendok lagi.
Cukup lama pak Alfan pergi dan akhirnya kembali dengan dua botol air mineral dan meletakkannya di meja.
"Terima kasih, Delaila." Ucapnya lalu meninggalkanku yang baru saja menghabiskan buburku.
Namun, di botol yang tertinggal untukku ada sebuah notes yang tertempel. Terdapat beberapa kata disana.
Setidaknya bisa menghabiskan sarapan bersama kamu sudah jauh lebih baik dibanding saya harus mati-matian mendapatkan kamu dari pria idaman kamu.