Tobio duduk tenang di kantin. Ia sedang mengamati pujaan hatinya dari jauh di pojok kantin. Pujaan hatinya merupakan seseorang yang sangat terkenal seantero sekolah. Ia merupakan cassanova. Bintang. Jauh gemerlap di atasnya. Disapa olehnya saja sudah hal yang sangat ia syukuri. Ia hanya dapat mengagumi dari jauh. Tidak lebih.
Jus dingin yang Tobio pesan sudah habis. Waktunya beranjak dari kantin. Tobio selalu menghitung waktu untuk ia mengagumi pujaan hatinya dengan waktu ia meminum minuman yang ia pesan di kantin sekolah. Hal itu untuk menghindari kecurigaan siapapun terkait siapa pujaan hatinya. Bisa dilabrak satu sekolahan jika ada yang tahu dan membocorkan rahasia itu.
Tobio belum merasa puas dengan jus yang ia minum. Kini ia berjalan menuju vending machine di dekat gedung olahraga. Satu-satunya yang ada di sekolah ini. Karena itu ia harus rela untuk sedikit berjalan jauh.
Seperti biasa, ia selalu dilema untuk memilih antara susu dan yogurt. Uang sakunya pas-pasan. Ia harus hemat. Maka solusinya adalah dengan cara menekan dua tombol susu dan yogurt secara bersamaan. Yang beruntung, akan jatuh diminum olehnya. Bersamaan dengan jatuhnya kaleng di vending machine, ia dapat mendengar keributan kecil di gedung samping. Ia penasaran dengan suara itu. Karena gedung ini biasanya sepi karena jauh dari gedung utama. Tobio mengendap mengintip ke arah gedung sampingnya karena penasaran dengan apa yang terjadi.
Matanya membulat kaget. Ia melihat Hinata diapit di dinding dan sedang berciuman dengan kakak kelasnya, Miya Atsumu. Mereka terlihat begitu menikmatinya. Ia tahu jika banyak rumor beredar mengenai kedekatan sahabatnya itu dengan kakak kelasnya. Namun ia pikir itu hanya rumor, karena Hinata sendiri tidak pernah mengiyakan kabar tersebut. Hinata memang sering mengungkapkan kekagumannya pada sang kakak kelas. Jadi, secara teknis Miya Atsumu adalah idola Hinata. Tobio jadi iri. Sepertinya Hinata bisa mendapatkan hati sang idolanya.
" Apa yang kau lihat, Tobio-chan." Suara itu halus menerpa gendang telinganya.
Tobio tersentak. Ia membalikkan badannya. Oh tidak. Itu adalah idolanya. Oikawa Tooru. Ia mendadak menjadi gugup. Entah karena ia adalah idolanya, atau karena sang idola telah memergokinya melihat orang sedang berciuman.
Oikawa mengintip apa yang Tobio sebelumnya lihat. " Araa, bukannya itu chibi-chan. Oh, dan Atsumu-chan. Usahanya ternyata berhasil juga, ya." Gumamnya. Ia kemudian melirik Tobio yang wajahnya memerah. Ia menyeringai.
" Kamu nakal juga ya, Tobio. Mengintip orang yang ciuman." Oikawa menggoda Tobio.
" E-eh, a-aku tidak-"
" Lalu apakah kau menginginkannya juga, hm.. Tobio-chan." Oikawa memotong ucapan Tobio dan meniru Atsumu dengan mengapit Tobio di dinding dekat vending machine.
" Ehh?" Ujarnya kaget, wajah Tobio semakin memerah. Ia memalingkan wajahnya, sama sekali tidak dapat menatap lurus langsung ke mata Oikawa. Jantungnya berdegup tak karuan. Mimpi apa ia semalam, bisa sedekat ini dengan sang idola.
Oikawa mengamit dagu Tobio dan melumat pelan bibirnya. Tobio mematung. Ia tidak siap. Dirinya membeku begitu saja. Siapa sangka ini akan terjadi. Bahkan membayangkannya pun Tobio tidak sanggup.
" Aku tahu, kamu selalu memandangiku dari jauh. Kau menyukaiku, kan. Tobio-chan." Oikawa kemudian membeli minuman dari vending machine. Ia kemudian membuka kaleng tersebut dan meminumnya sedikit.
" Sampai bertemu di kamp pelatihan musim panas, Tobio-chan." Oikawa mengusak rambut Tobio dan berjalan menuju gedung utama.
Sedangkan Tobio, ia masih membatu. Yogurt di genggamannya masih utuh tersegel. Otaknya berusaha memproses apa yang barusan terjadi. Sebentar. Apakah yang barusan itu benar-benar Oikawa Tooru. Bukankah ia selalu mencari cara untuk menjauhi Tobio. Terutama setelah pertandingan mini antar setter saat ia baru masuk sekolah ini. Semenjak itu ia tidak pernah sekalipun mendapatkan kesempatan untuk dekat dengannya, padahal ia amat mengaguminya. Ia hanya mendapat sapaan saja darinya. Setelahnya, bahkan ia tidak memandangnya ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
UTAS
FanfictionTobio selalu penasaran dengan garis takdirnya. Ia hanya berharap jika ia memiliki akhir yang indah, meskipun jalan kehidupannya sangat curam.