Dilemma 39

414 52 2
                                    

Silakan ditonton videonya. Jangan lupa like, subscribe dan share ke temen-temen kalian, ya.

*
*
*

Tristan langsung berlari begitu keluar dari mobil. Dia menjambak rambutnya dengan keras saat mendapati lampu Lycka sudah padam, menyisakan lampu teras saja. Tristan membuang napas kasar, menyesal karena datang terlambat. Dua jam dari yang ia janjikan pada pujaan hatinya, Valya. Jika sudah begini, sepertinya tidak ada harapan lagi untuk hubungan mereka.

“Mau ke mana?”

“Anj—” Tristan langsung menutup mulutnya. Ia sudah berbalik, hendak pulang. Namun, sebuah suara lembut berhasil menahan kepergiannya. Mata Tristan melotot, berusaha menelisik suara yang datang dari salah satu meja di luar. “Lo ... manusia, 'kan?” Iya, Tristan tahu, pertanyaannya bodoh. “Lo bukan ... kuntilanak, 'kan?”

Ada pergerakan dari meja itu. Seorang perempuan berbaju putih dan berambut panjang yang tergerai, bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap Tristan. “Kalau gue kuntilanak, berarti selama ini lo bareng-bareng sama makhluk halus.”

Kali ini, Tristan membuang napas lega. Dia mengusap dada sambil kembali melangkah menuju kafe. Dia tersenyum tipis, berusaha bersikap normal di depan perempuan itu. Padahal, ada banyak rindu yang sudah bergejolak di dadanya.

“Gue kira udah pulang.” Lalu, ia menelisik wajah bantal perempuan itu. “Lo tidur di sini?”

“Menurut lo?” sewot Valya sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ya, dia ketiduran di sana. Rela menjadi santapan makan malam para nyamuk untuk menunggu Tristan. “Gue enggak ganggu kesibukan lo, 'kan?”

“Enggak, kok,” jawab Tristan sambil menggeleng dengan cepat. “Maaf, gue datangnya telat. Ada beberapa laporan yang harus gue susun dulu tadi. Gue udah coba hubungi lo, tapi lo gak aktif.” Lalu, Tristan terdiam. Entah mengapa, ia merasa canggung sekarang. Seminggu tidak bertemu dan berinteraksi sama sekali, menciptakan rindu di relung hatinya. Namun, Tristan tidak bisa terus terang. “Jadi, apa yang mau lo sampaikan ke gue?”

Tidak langsung menjawab, Valya hanya terdiam sambil terus memerhatikan wajah Tristan yang hanya disinari lampu temaram. Deru kendaraan yang lewat di Jalan Lengkong Kecil mendadak bisu, angin malam yang dingin menambah syahdu, dan degupan kencang dadanya membuat Valya tergugu. Dia hampir kehilangan laki-laki ini, laki-laki aneh, receh, tukang gombal, yang telah membuat hidup Valya lebih berwarna.

“Gue mau minta maaf.” Pada akhirnya, Valya kembali buka suara. “Maaf karena selama ini lo selalu berjuang sendiri, harus mengerti posisi gue, banyak mengorbankan perasaan lo sendiri. Maaf karena apa yang gue lakukan kemarin bikin lo sakit hati.” Valya menggigit bibir bawahnya. Dia sedang gugup, tetapi berusaha mengendalikan diri. “Dan apa yang dikatakan Anggun itu bener, gue sama Fabian pernah pacaran waktu SMA.”

Yang sedari tadi Tristan lakukan hanyalah diam, memberi ruang pada Valya untuk mengeluarkan semuanya.

“Tapi, semua perhatian gue selama ini bukan karena gue masih simpan rasa buat dia, Tan. Gue pernah kehilangan sahabat waktu kecil. Dia meninggal karena ketabrak. Dan keadaan Fabian kemarin bikin gue takut. Gimanapun juga, dia temen gue.”

Kali ini, Tristan mengangguk paham. “Oke, gue percaya sama lo. Di antara lo sama dia enggak ada apa-apa, cuma temen.” Tristan memajukan tubuhnya, menopang dagu dengan tangannya di atas meja. “Tapi, gue penasaran sama satu hal. Kenapa lo enggak pernah jadian lagi selama 10 tahun ini? Padahal, kata Anggun, banyak cowok yang coba deketin lo.”

Dilemma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang