Cerpen

381 15 1
                                    

Katakan jika aku bodoh! Katakan jika aku dungu! Pada kenyataannya tepat saat sosok itu tertangkap oleh kedua mataku, hati menghianatiku kembali. Holly crap! Ternyata 7 tahun tidak cukup menghapus namanya. Saat ini hatiku mulai bergemuruh sangat kontras dengan lagu slow yang menggema di seluruh ballroom.

On the other side of my memory

You were waiting

Now I stand before you

Long time no see,

How have you been waited too long

I won't go anywhere anymore

So baby don't worry

Sekitar 5 meter di depanku tepat berdiri sesosok laki-laki yang dulu memenuhi seluruh hariku bahkan sampai 7 tahun berlalu. Aku baru tersadar ketika pandanganku tepat bertemu dengan matanya, buru-buru aku mengalihkan pandanganku. Dari ujung mataku terlihat ia mulai mendekat dan jantungku kembali berdetak tak berirama. Bahkan aku sampai takut jika semua temanku dapat mendengarnya. Aku terima jika kalian akan memakiku sekarang. Ayolah ini sudah 7 tahun berlalu, kenapa aku masih saja belum berubah hah! Bukan kalian saja yang dongkol setengah mati, aku juga membenci diriku sendiri.

Long time no see,” suaranya membuat kami mengalihkan pandangan ke arahnya. Dia tersenyum, “Apa kabar semuanya? Oow jangan memandangku begitu, kalian seperti akan mengkulitiku hidup-hidup.” disusul tawa renyahnya yang aku rindukan.

“Sumpah gue pangling liat lo. Gila kemana aja selama 6 tahun ini, reunian gak pernah datang.” suara Ardi mendahului menjawab sapaannya. Dia tersenyum menanggapi dan aku langsung menunduk. Jangan lihat senyum racun itu, aku mohon, aku mohon please, jangan liat! Tapi kini bukan hanya hatiku saja, mataku mulai mendua padanya. Tak kuat lagi, hatiku sudah sesak rasanya. Apakah harus berpura-pura baik sepertinya? Tidak. Aku berinisiatif mengambil handphone dari saku, berpura-pura ada panggilan yang masuk dan segera menjauh  dari mereka, menjauhi bom waktu yang siap meledak. Melarikan diri? Tepat, aku memang pengecut sekarang lagipula mereka tak akan menyadarinya bukan? Langkahku semakin cepat menuju pintu keluar, aku butuh sendiri.

***

Itu adalah pertemuan pertama kami, tepatnya seminggu yang lalu. Suara Rista membuatku terbangun dari lamunanku, “D, kamu jadi datang ke rumah? Jam 6 sore aku tunggu loh ya, awas gak datang. Aku bakar kamu hidup-hidup!” Suaranya semakin menghilang di balik pintu kantorku. Aku menghela nafas panjang, huft. Hampir lupa dengan janji teman sekantorku itu. Sebaiknya aku segera berkemas dan pulang, kurang 2 jam lagi sebelum acaranya dimulai.

Pukul 18.30 aku tiba di depan pintu rumah Rista sambil membawa kue kecil hasil buatan tanganku dan mama. Tidak enak jika datang dengan tangan kosong apalagi mama Rista sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. “You've been late, D” aku tertawa pelan menyadari sahabatku sudah menunggu di depan pintu. Tangannya terlipat di dada, punggungnya bersandar di dekat pintu.

I am sorry, my dear…” ucapku sedikit merasa bersalah. Dia tersenyum dan mengajakku langsung ke taman samping rumah. Aku sering bermain di rumah ini, bahkan hingga bermalam berhari-hari jika liburan datang.

“Aku punya kabar gembira, kalian tahu? Saudara sepupuku yang aku ceritakan akhirnya datang.” katanya kepada kami, aku dan Leta. Mata Leta langsung melebar, menurut Rista sepupunya ini memang paling keren di keluarganya. Leta sampai ngotot ingin dikenalkan gara-gara hasutan Rista, aku tersenyum melihat mereka. Akhirnya Rista mengalah, bukan mengalah karena memang dia yang sebenarnya paling bersemangat untuk mengenalkannya pada kami.

Long Time No SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang