"apa aku sudah boleh pergi sekarang?" ucapku lalu aku bangkit dan mengambil celana boxerku lalu bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Aku memang sudah terbiasa berada di kost Ajeng. Hubungan kami memang begini adanya, sudah selayaknya suami istri. Bahkan aku memberikan separo gajihku untuk Ajeng, separonya lagi untuk kebutuhanku dan aku kirimkan ke orangtuaku di kampung. Walau Ajeng tidak pernah memintanya, tapi aku selalu memberikannya dengan alasan untuk beli skincare dan untuk tabungan kita kelak.
Tapi entahlah dia gunakan untuk apa uang yang aku berikan itu. Karena gajih Ajeng juga terkadang lebih banyak dari gajihku. Penghasilan Ajeng memang tidak menentu. Karna system gajihnya dihitung per berapa banyak pelanggan yang ia dapat. Bahkan dulu, kala masa pandemic baru memasuki bulan pertama dan bulan kedua gajihnya mencapai 10juta. Itu karena pada masa itu banyak orang yang bekerja di rumah jadi mereka memerlukan akses internet di rumah mereka. Sedangkan gajihku hanya sesuai dengan UMK Banjarmasin.
Aku memang serius menjalani hubungan dengannya. Bahkan aku sudah siap jika dimintannya untuk melamarnya. Tapi dia selalu mengatakan nanti dulu. Aku bahkan kurang mengetahui asal-usul keluarganya, sampai suatu ketika TL (Team Leader) ku yang bernama Mas Iqbal yang juga sepupunya Ajeng bercerita kepadaku. Jika Ajeng bercerita kepada kalian kalau dia adalah anak dari orang yang kurang mampu maka dia telah membohongi kalian, ia jua bercerita kepadaku begitu. Ayahnya Ajeng adalah seorang pengusaha Kayu yang cukup Terkenal di Muara Teweh.
Ia merantau ke Banjarmasin karena ayahnya memutuskan menikah lagi dengan wanita yang kata Mas Iqbal tidak terpaut jauh dengan umur Ajeng. Kata Mas Iqbal Ayahnya Ajeng memang sudah lama menduda. Semenjak ditinggal ibunya, Ajeng berubah menjadi kepribadian yang diam dan selalu terlihat menyembunyikan sesuatu dan terkesan introvert. Sepeninggalnya sang istri Ayahnya Ajeng sering berada di luar kota, jika ia dirumah pun lebih sering berada diluar rumah dan pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Kekecewaan Ajeng terhadap ayahnya memuncak ketika ayahnya memutuskan untuk menikah dengan wanita itu.
Ku akui memang sikap Ajeng dulu dan sekarang sangat berbanding terbalik. Dulu ia sangat pendiam dan cuek, sekarang ia sangat ramah ke semua orang. Entahlah aku berfikir perubahan sikapnya juga dipengaruhi oleh pekerjaanya sebagai sales marketing yang mengharuskan ramah ke setiap orang baru. Mas Iqbal juga pernah bercerita kepadaku kalau Ajeng pergi ke Banjarmasin hanya berbekal uang tabungannya. Ia juga sempat tinggal di rumah Mas Iqbal beberapa saat hingga ia mendapat pekerjaan lalu ia memilih tinggal di kost-kostan.
Astaga aku terlalu banyak bercerita hihihi. Akupun kembali ke kamar setelah selesai bersih bersih. Ku lihat Ajeng yang masih telanjang tanpa busa sedang membersihkan area kewatiannya dengan tisu basah.
"lama banget sih di kamar mandi" ucap Ajeng kesal sambil meraih handuk yang berada di dalam lemari.
Akupun hanya terkekeh lalu menghampirinya dan mengecup keningnya. Lalu ia berjalan menuju kamar mandi. Sementara aku mengenakan pakaianku yang berserakan pasca permainan tadi.
Hening sedari tadi menyelimuti kostan Ajeng aku yang duduk ditepi ranjang menunggu Ajeng yang sedang mandi. Lalu berdiri menghampiri meja belajar milik Ajeng. Disana terlihat catatan kecil yang bertuliskan Struktur Data tanggal 30 Januari 2020 yang kuyakini adalah tugas Ajeng yang belum selesai. Akupun menyalakan laptopnya dan kulihat file dengan nama latihan struktur data 3. File yang berbentuk pdf itu kuyakini adalah tugas yang diberikan dosen untuk Ajeng. Langsung ku buka file pdf tersebut.
Aku memang sering membantu Ajeng menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Bukan membantu sih lebih sering aku yang mengerjakannya dan dia hanya tertidur di samping ku sambil kepalanya bersandar di bahu ku. Akupun mulai membaca soal yang diberikan oleh dosen itu. aku kemudian menjawab soal itu dan mengetikkannya pada lembar kerja Microsoft word biarlah nanti Ajeng yang menyalinnya di kertas folio, karena tulisanku dengan tulisan Ajeng tentunya berbeda. Setelah mengetik beberapa paragraf pada lembar kerja, ajeng menghampiriku. Badannya yang hanya terlilit anduk mengekspos kaki indahnya. Ini memang pemandangan yang biasa ku lihat ketika aku berada di kost-kostan ajeng. Sudah hal yang biasa bagiku melihat ajeng dalam keadaan seperti itu dan nampaknya ia pun tak malu.