Prolog

1 0 0
                                    


"Lo mau gak jadi pacar gue?"

Gadis itu mematung didekat pintu kelasnya, menatap lelaki yang kini menyodorkan bunga mawar untuknya sambil mengungkapkan perasaannya.

Entah keberapa kali lelaki itu menyatakan tentang ketertarikannya pada gadis itu, namun kali ini keberaniannya cukup membuat gadis bernama Almia Latusha Vee cukup terkejut.

Beberapa orang mulai menghampiri dan menyaksikan pertunjukan dari seorang lelaki bernama Raditya Pamungkas ini menyatakan perasaannya pada gadis yang cukup menjadi pembicaraan di sekolah.

Mia menutup mukanya untuk menahan malu, ia menjadi tontonan sekarang, belum lagi suara riuh disekitar sana yang memintanya untuk segera memberikan jawaban.

Bukan, bukan tak ingin menjawab. Hanya saja, dirinya cukup lelah karena lelaki itu pasti tahu bahwa ia akan menolaknya. Namun lihatlah kelakuan nekat lelaki itu, malah menjadikannya sebuah pertujukan romantis yang terlihat jijik dimatanya.

"Jawab dong!"

"Terima! Bukannya diem."

"Jawab cepetan!"

"Terima! Terima! Terima!"

Mia menghela nafasnya kasar, inilah yang ia tak suka. Jika berada di keramaian seperti ini sulit untuk dirinya menolak karena ia memikirkan harga diri lelaki di depannya, namun dirinya pula tak ingin membohongi perasaannya yang jelas-jelas ia sama sekali tak tertarik dengan lelaki itu.

"Ck, lo ngapain kek gini si?" Tanya gadis itu, dengan wajah yang cukup kesal.

"Lo gak pernah respon gue, satu-satunya cara biar lo lirik gue ya gini." Jawabnya, lalu lelaki itu kembali bertanya. "Jadi gimana?"

Mia melipat kedua tangannya di depan dada, dia menatap sekitar karena cukup risih dengan desakan orang-orang disana yang terus menyuarakan untuk menerima lelaki itu.

"Lo—,"

"Lo udah tau jawabannya."

Mia berbalik ketika seseorang memotong ucapannya, disana seorang lelaki berjalan kearahnya lalu berdiri disampingnya. Tatapan lelaki itu cukup tajam, sehingga membuat semua orang terdiam saat melihat eksistensi lelaki itu.

"Udah tau bakal di tolak, kenapa gak mundur?"

Raditya terdiam ketika mendengar ucapan lelaki tinggi di depannya ini, ia menatap lelaki itu yang kini menatapnya dengan mengintimidas, sejujurnya salah satu tantangan terbesar untuk menyatakan perasaan dirinya pada gadis itu adalah, ada lelaki yang selalu berada di samping gadis itu kapanpun dan dimanapun.

"She doesn't need a man." Lelaki itu tersenyum, kemudian melangkah dan berdiri di depannya.

"Ah sorry," ia mencondongkan wajahnya lalu berbisik, "She doesn't need 'anoher' man."








****
HALLO GAIS ENJOY READING
Karena karantina aku gabut dan kerjaanku cuman halu aja, jadi aku tuangin kedalam ceritaku.

I'm sorry for Typo, or anything else. Karena ini ketiknya ga sedetail itu.

Baru prolog. . .

See u in the next chapter.

Thank,you.

MIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang