7. Aku, Rowenanya

0 1 0
                                    

Hai!
Makasih udah singgah di cerita Rasta dan Rowena. Semoga kalian menikmati cerita mereka
>_<

------------------------------------------------------------------------

Hari libur yang begitu cerah, hawanya sedikit lembab memang, karna masih pagi sekali. Meski matahari cerah begini tetap saja terasa dingin. Suhu panas dari tubuh harus berkenaan dengan angin yang berembus dingin berhasil meremangkan kulit.

"Huh...huuh...fuuh"

"Ini, hah...hah, minum dulu Ro"

"Ah..hah, iya..."

Setelah pelemasan di pekarangan rumah, aku dan Rasta berlari kecil. Disini tidak ada rumah tetangga sepanjang yang terlihat, hanya ada rumah Rasta, maksudku rumah kami, yang ada di kawasan ini.

"...Wahh, sejuknyaaa"

"Hampir 2000 langkah, bagaimana? Lelah?"

"Sangat Ras, tapi ini sangat menyenangkan"

"Pemandangannya ya?"

"Iya, jauh lebih menyegarkan dibanding melihatnya dibalik kaca mobil"

"Ayo, duduk di bawa pohon disana"

"Rasta, tunggu dulu. Kakiku masih lemas"

"Dasar payah..."

Tiba tiba dia maju dan berjongkok didepanku, aku yang sudah tau maksud dari tindakan Rasta langsung menunduk dan memeluk lehernya.

"... Aku bahkan belum menyuruhmu"

"Tapi aku tau maksudmu Ras, ayo kesana, cepat"

"Ja, meine liebe Frau.  -Ya, istriku tersayang"

Anggur merupakan komoditas utama yang di budidayakan di tempat ini, sepanjang yang terlihat berjejer jejer pohon anggur yang terlilit menggantung setinggi diatas kepala orang dewasa atau yang terlilit dibatang kayu yang dipancang begitu saja. Dari jenis yang hijau sampai yang hitam ada di disini, tidak heran jika setiap hari anggur segar selalu tersaji.

"Turunlah"

"Aku berat kan Ras?"

"Yaa, lumayan"

"Jujur sekali kau ternyata"

"Berbohong pun tidak ada gunanya juga"

"Menjaga perasaan orang lain, itu gunanya"

"Bukannya berbohong malah lebih menyakiti orang lain ya?"

"I-itu, ya, tidak semua kebohongan begitu 'kan?"

"Mungkin saja. Wena, bagaimana pun juga, yang namanya berbohong meski itu untuk hal baik, derajatnya tetap akan setara dengan orang yang sedang menyembunyikan fakta yang sebenarnya"

"Terlepas dari tujuan orang tersebut memilih berbohong, bukannya itu hak orang untuk memilih?"

"Untuk orang lain aku tidak peduli, tapi untukmu, jujur adalah suatu keharusan Wena"

"Asal itu berlaku untukmu juga"

"Tentu saja, Häschen"

"Haaah, baiklah. Aku mau buah pir itu Ras"

"Ambil saja, pohon ini milikmu juga"

"Kalau aku bisa sudah kupetik sedari tadi"

"Tidak mungkin dipanjat..."

Kita Rasa dan PercayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang