Makhluk lemah tak usah bergaya
Kau bukan baja, bukan pula pilar penopang yang tidak boleh lepas bergerak
Berdiri tegak kokoh tak goyah, namun hati menjerit lelah
Paksakan diri menghancurkan raga dan hati
Ingatlah ... Kau itu manusia, bukan benda mati yang tak apa dimaki hantam, saudara️🛡️🛡️🛡️🛡️
Hoek, hoek
Seorang pemuda keluar dari kamar mandi dengan sempoyongan, wajahnya pucat. Agara berjalan bertumpu pada tembok. Berjalan tertatih-tatih, membawa langkahnya menuju tempat tidur. Ia menjatuhkan tubuhnya sesampainya, sungguh ia sangat lelah. Tubuhnya terasa akan remuk. Luka yang diberikan ayahnya tadi malam sungguh menyakitkan.
Tertera pukul 03.40 pada jam weker di atas nakas. Agara terbangun pukul 3 dini hari tadi akibat kepalanya yang berdenyut keras dan perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk. Agara memejamkan kedua matanya, keningnya berkerut, tangannya mencengkram selimut yang ia tindih. Air matanya mengalir, ia sakit. Seprai yang dirinya tindih tampak bernoda merah, kering dari darah tadi malam.
Untuk kesekian kalinya Agara, harus menahan rasa sakitnya berteman sepi. Ingin rasanya meminta pada Tuhan untuk membawa ia kembali. Berjuta kali pikiran untuk pergi terlintas di kepala, sejak penderitaan ini tiba hilang sudah hasrat hidupnya bersama rencana-rencana untuk sang masa depan.
Namun ... ada janji yang harus ia tepati selagi nyawanya belum dibawa pergi, menahan dirinya untuk mengakhiri.
🛡️🛡️🛡️🛡️
Agara berdiri di depan kaca. Memandangi seseorang yang sama berdiri menatapnya. Ia menyentuh wajahnya pucat, terhias perban di kepala. Lebam-lebam pun tertampil di sana, tampak lebih buruk dari sebelumnya—ungu menghitam.
Pukul 05.40 tadi sehabis melaksanakan ibadah, Agara pergi ke rumah sakit—UGD. Orang-orang rumah tidak ada yang mengetahui kepergiannya, rumah masih kosong saat ia pergi. Liana yang sangat khawatir pun juga tidak kelihatan, Agara berpikir mungkin saja bundanya kelelahan karena masalah tadi malam.
Sesampainya Agara, ia menjelaskan maksud kedatangannya, Agara dimarahi oleh perawat juga dokter jaga di sana. Mereka tidak habis pikir, mengapa baru datang setelah beberapa jam dirinya terluka, padahal UGD buka selama 24 jam. Mereka juga membantu mengoleskan salep pada lebam-lebam Agara.
Dipikir-pikir, apakah tidak apa-apa sholat dengan darah kering? Kenapa dirinya tidak memikirkan itu tadi sih.
"Kayak mayat lo, Ga ...." monolognya. Agara segera mengenakan jaket hitam kesayangannya.
Agara punya dua alasan mengapa dirinya hobi sekali memakai jaket. Bahkan tidak pernah dirinya lepas walaupun berada di ruang kelas. Saat jam olahraga, untungnya sekolah yang ia tempati menerapkan baju olahraga dengan lengan panjang dan training panjang. Tidak pernah sekali pun Agara dimarahi guru, teman-temanya juga membiarkan walaupun awal-awal merasa Agara tampak aneh.
Agara memakai jaket atau lengan panjang untuk menutupi badannya yang lebam-lebam. Berawal dari Aditya yang meminta Agara untuk selalu menutupi luka di badannya—atau lebih tepatnya memaksa? Aditya pula yang meminta izin langsung pada kepala sekolah, karena ini Agara bebas-bebas saja memakai jaket atau menaikkan kupu jaketnya hingga menutupi sebagian wajahnya.
Alasan kedua ... Karena Agara merasa aman. Dengan menyelimuti diri sendiri menggunakan sesuatu, entah itu selimut atau jaket, Agara merasa aman. Ia dapat menarik lengan jaketnya hingga tertutupi seluruh tangannya, terkadang memeluk tubuhnya. Dirinya bisa menghindari tatapan orang-orang dengan menaikkan kupluk jaketnya, Agara akan merasa aman dengan itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scutum (Sedang Revisi)
Ficção AdolescenteAkan tiba masanya saat aku pergi dari dunia Saat janji yang aku ucapkan sudah terlaksana Saat dirimu mengatakan diriku sudah memenuhi yang kau pinta Dan saat Yang Kuasa bilang sudah tiba waktunya Karena memang seperti ini jalan kehidupannya seorang...