TEKAN 🌟 SEBELUM BACA
KEEP READING..
Hiro terbangun karena merasa ingin muntah. Beberapa kali dia memegangi kepala yang terasa berat, berputar putar. Hiro menyipitkan mata mengatur intensitas cahaya yang menyusup lewat celah kelopak sipitnya. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Sontak wajah pucat itu murung teringat insiden baku hantam hingga pingsan dipukuli Dhanu Brawijaya.
Hiro menerka dimana kira kira dia berada. Tempat ini begitu terang, sekaligus asing. Tubuh Hiro seperti terombang-ambing namun terbaring dalam kasur empuk. Apakah ini di surga? Tidak.
" Nei! Yamada chūi wa kidzuite ita." (hei, letnan Yamada sudah sadar)
Pendengarannya menangkap suara yang tak asing, suara Prajurit Nakeru. Pria bertubuh pendek itu datang dari ambang pintu bersama pria pria lainnya. Mata Hiro membeliak, dia mengenali semua orang disini. Ya! Rekan rekannya yang sempat ditahan oleh Inggris.
"Anda sudah merasa lebih baik, Yamada Chui?" Sapa Nakeru ramah.
Hiro memegangi pelipisnya sambil memejamkan mata. "Hai.. hanya sedikit pusing." (Ya)
"Syukurlah kami menemukan anda sebelum terlambat." Wajah pria pendek itu memancarkan kelegaan sekaligus putus asa.
"Apa maksudmu?"
"Kami pikir anda sudah meninggal, mengingat tubuh anda penuh luka. Ternyata tidak, jadi kami membawa anda ke markas dan--"
"Tunggu!" Potong Hiro. Terlalu banyak fakta berhamburan hingga membuat kepalanya menumpahkan seribu tanya.
"Apa maksudmu markas? Bukankah kita adalah tawanan? Tentara sekutu tak akan membiarkan kita berkeliaran bebas apalagi kembali ke markas!"
"Mattekudasai, biar kujelaskan." (sebentar)
Nakeru Kaiso menghela napas. Mengumpulkan ingatan demi ingatan untuk diceritakan kembali pada sang atasan...Suasana barak tahanan begitu senyap tak seperti biasanya. Semua telinga berpusat pada radio usang yang memperdengarkan lantang siaran ulang sebuah berita besar. Hari itu, tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito tampil di radio internasional untuk pertama kalinya, mengumumkan Jepang menyerah demi menciptakan perdamaian bagi generasi mendatang. Tentara Sekutu dalam barak tersebut langsung mendapat ultimatum dari para petinggi yang menerima baik menyerahnya Jepang. Mereka diminta membebaskan tawanan Jepang sebelum para tawanan itu dijemput oleh kapal Yamoto untuk dipulangkan ke negara asalnya.
Hati Nakeru mencelos mendengar suara putus asa sang Kaisar yang sejatinya tegas dan lantang. Meyakinkan Nakeru bahwa bangsanya telah kalah, misinya telah gagal. Namun sedikit banyak berita penyerahan itu membawa angin segar bagi Nakeru dan rekan sejawatnya. Ada harapan untuk hidup damai di negeri yang jauh. Tanpa sadar pria berambut cepak itu menitikkan air matanya.
Bahagia, sekaligus lara.
Dia menoleh kebelakang. Menatap nanar para rekan yang juga merasakan haru. Tak sedikit dari mereka yang memutuskan harakiri sebagai pengabdian. Bagi mereka yang berpegang teguh pada 'jiwa samurai', mati jauh lebih terhormat daripada menyerahkan harga diri dan hidup dari kemurahan hati musuh.
Semuanya terjadi begitu cepat. Pada malam terakhir sebelum kepulangan, mereka diperbolehkan tinggal di markas bekas tentara Inggris untuk mengistirahatkan badan dan berkumpul dengan rekan atau keluarga. Tak henti-hentinya senyum tulus terurai dari wajah kuyu Nakeru Kaiso. Rasa syukurnya begitu besar, dia merasa Tuhan memberi kesempatan hidup kedua kali yang tidak boleh ia sia-siakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥
Historical FictionCERITA SEDANG HIATUS Indonesia, 1943 Berwajah datar, dengan hati sekeras baja adalah pesona Nakamura Yamada Hiro. Putra seorang petinggi Dai Nippon yang diutus memimpin pasukan ditanah bekas jajahan Belanda. Hidup keras bukan lagi hal asing baginya...