6. MR. SUPER STAR

516 26 1
                                    

ALEA AL ZAHIRA

Kututup mushaf yang telah kubaca.

Meskipun aku sedang berada di Korea, sebisa mungkin setiap hari, entah setelah sholat subuh atau sholat magrib aku sempatkan untuk membaca al quran meskipun hanya 1 ayat saja.

Saat aku akan menyimpan al quran di laci meja, kulihat pantulan bayangan Rae di cermin meja rias.

Dia sedang berdiri di balik pintu kamarku yang memang sedikit terbuka.

Aku segera menuju pintu dan membukanya lebar.

"Apakah suaraku terlalu keras?.
Apa kau merasa terganggu dengan bacaanku?
Maafkan aku bila itu mengganggumu," kataku padanya.

"Suaramu bagus," jawabnya.

"Apa?"aku tidak mengerti maksud perkataannya.

"Apa yang tadi sedang kau lakukan?
Itu terdengar seperti nyanyian.
Boleh aku masuk?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Oh, ya masuklah," aku menepi memberinya jalan untuk masuk ke dalam kamarku.

Dia menuju kursi di depan meja rias dan duduk disana.

"Kau belum menjawab pertanyaanku," kata Rae setelah duduk di kursi itu.

"Pertanyaan? Pertanyaan apa?" tanyaku bingung.

Dia memutar matanya lucu,
"Apa yang sedang kau lakukan tadi? Apakah kau sedang bersenandung?"

"Ooohhh ... aku tadi mengaji," aku tidak berharap dia mengerti dengan penjelasanku.

"Mengaji?
Apa itu mengaji?" seperti yang kuduga, Rae tidak paham dengan penjelasanku.

"Aku membaca kitab suciku," jelasku kembali.

"Aahhh ... aku mengerti sekarang," katanya menganguk-anggukkan kepalanya.

"Apa suaraku terlalu keras?
Apa itu mengganggumu?
Maaf jika itu mengganggumu," aku mengulang kata-kataku tadi.

"Tidak, suaramu bagus.
Bacalah kitab sucimu itu setiap hari dengan suara yang keras, agar aku dapat mendengarnya, aku suka mendengar kau membacanya."

Aku tidak mengiyakan kata-katanya, akan terlalu riskan membaca al quran dengan suara yang keras di rumah ini.

Keluarga di sini berbeda keyakinan denganku, tentu saja aku harus menghormati mereka dan tidak boleh membuat mereka terganggu dengan aktivitas ibadahku.

Mereka memang menerimaku dan memperlakukanku dengan baik, tapi soal keyakinan itu urusan yang berbeda, itu terlalu sensitif, jadi aku harus sangat berhati-hati agar tidak membuat mereka tersinggung.

Melihatku hanya diam saja, Rae kembali berkata,
"Tidak perlu merasa canggung, kami keluarga yang cukup terbuka, tidak masalah apapun keyakinan orang lain, kami tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Jadi beribadahlah dengan bebas, kau boleh membaca kitab sucimu itu sesering mungkin dengan suara yang keras.
Lagi pula suaramu sangat merdu, kau begitu pandai membacanya."

"Bukankah saat Nari tinggal di rumahmu di Indonesia, kau selalu mengantar Nari ke gereja setiap minggunya.
Kau bahkan akan mengomel jika dia malas pergi ke gereja," sambungnya lagi.

"Apakah Nari menceritakan hal itu padamu?" tanyaku.

"Cerita soal apa? Soal kau yang suka mengomel?"

"Yakkk ... Aku tidak seperti yang kau katakan."

"Hahahaha, ya kau tukang ngomel, hahahaha," dia tertawa terbahak-bahak.

Senang melihat Rae tertawa seperti ini, matanya terlihat lebih bersinar.

BUSAN, LOVE AFTER GITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang