Namanya Aji, sudah hampir dua tahun kami menjalani hubungan. Bagiku, Aji adalah lelaki baik yang baru saja membuka matanya akan dunia percintaan. Sebelum bertemu denganku, Aji sama sekali belum pernah menjalin hubungan dengan perempuan manapun. Skeptis. Entah apa yang menjadi alasannya hingga akhirnya mau untuk membuka diri dan menambatkan hatinya pada diriku ini. "Kenapa aku Ji?" tanyaku waktu itu, tapi ya Aji adalah Aji yang tidak akan pernah bisa menyampaikan isi hatinya dengan jelas. Beberapa kali perhatiannya justru salah kuartikan. Kaku, begitu aku menilai Aji selama dua tahun kebelakang, tidak pernah berubah.
"Aku ngga suka kamu bertemen sama Alvin!" tegas Aji sore itu setelah aku masuk ke dalam mobilnya. Ini sudah kesekian kali Aji melarangku berteman dengan teman lelaki. Jujur, ini melelahkan bagi aku si Libra sejati. Aku benci berdebat menjelaskan seperti apa hubunganku dengan teman lelakiku, mulai dari Septian, Rifqi, Tomo sampai yang terakhir adalah Alvin. Aku menghela nafas sebelumnya akhirnya memuntahkan keluh kesahku pada Aji.
"Ji, sadar ngga sudah berapa banyak kamu ngelarang aku temenan sama si A sampai si Z? Aku pernah ngga nolak? Pernah protes? Pernah marah? Sekalipun ngga pernah Ji" sabarku sudah mulai mencapai ambang batas normal, " Denger ya Ji, kamu boleh larang aku temenan sama siapapun, tapi jangan Alvin! Aku kenal Alvin jauh sebelum aku kenal kamu. Sebelum ada kamu, sampai ada kamu, Alvin-lah yang selalu pasang badan buat aku. Aku sama Alvin tahu border masing-masing. Ngga pernah sekalipun kita baper-baperan apalagi ada niatan lebih dari ini."
Aji terdiam, mungkin kaget karena perempuannya ini akhirnya bersuara. Aku menghela nafas sekali lagi, mencoba mengatur emosiku. "Alvin adalah satu-satunya saudaraku di sini, please lah Ji sekali ini aja, sadar Ji. Mau begini terus sampai kapan? Perkara Alvin pergi kuliah bareng aja jadi rame begini, kita udah dua tahun Ji, apa pernah aku cheating? Bahkan semua isi ponselku selalu kamu cek. Pernah ngga kamu liat aku sama Alvin ngelewatin batas? Aku capek Ji..." Aji menggenggam tanganku, dan aku menepisnya. "Kamu chat, bahkan video call tiap hari sama Sasa yang kata kamu cuma temen SMA kamu, apa aku pernah protes Ji? Bahkan Sasa suruh kamu pilihin baju yang bagus buat dia beli apa aku semarah kamu hari ini?" jiwa S3 lulusan Sejarah Kesalahan Lelaki-ku pun keluar. Sudah tidak bisa aku tahan lagi.
Sasa, menurut Aji hanya teman SMA. Tapi, teman mana yang rutin chat dan video call? Teman mana yang mau beli baju harus minta pendapat ke teman lawan jenis? Teman mana yang heboh banget ngirim obat merah via ojol cuma karena Aji jempolnya kejepit pintu toilet? Tapi aku diam, tapi aku berusaha mengerti, tapi aku berusaha berkompromi. Sampai akhirnya aku muntahkan semua hari ini. Betul-betul Libra sejati, sabar, sabar, sabar lalu hilang adalah yang ingin aku lakukan detik ini.
"Oke aku minta maaf Chi" ucap Aji akhirnya, "Mungkin aku emang kelewatan" lanjutnya. Ini yang aku tidak pernah suka dari Aji. Kata maaf nampaknya hanya sebuah bentuk penyelesaian sesaat tanpa penyesalan dan upaya perbaikan diri di masa depan. "Kamu boleh temenan sama Alvin, tapi please ngertiin posisi aku. Aku sayang sama kamu" emosi yang tadinya sudah surut mulai naik dan dipompa oleh jantungku ke seluruh tubuh.
"OKE AKU NGGA AKAN TEMENAN DEKET SAMA ALVIN, BUT YOU HAVE TO DO THE SAME! JAUHIN SASA!" aku berteriak, keluar dari mobil dan pindah ke taksi yang sepertinya memang ditakdirkan untuk kunaiki sore ini. Aku tinggalkan Aji begitu saja, sedangkan Aji? Ya seperti biasa tetap duduk dengan tenang di dalam mobilnya. Tidak akan mengejarku. Hanya akan berusaha sebatas membombardirku melalu chat dan panggilan telepon tiada henti.
"Pak, ke arah saxophone ya pak" kuberikan alamat lengkap kepada driver taksi yang membawaku. Kutekan speed dial no 2 diponselku "Halo Ti, gue otw ke rumah lo ya. Jangan kemana-mana". Tia seperti biasa, mengangkat telponku gelagapan namun tetap menjawab "Oke baby". Tia adalah teman dekat yang baru setahun ini akrab denganku. Tapi sudah banyak hal yang aku bagi pada Tia, entah kenapa aku sepercaya itu pada Aries dingin satu ini. Aku si ambivert ini bisa bercerita hingga sedalam persoalan keluarga hanya kepada Tia. Pun Tia si introvert bisa menceritakan banyak hal kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEA OF MY LIFE
Short StoryHidupku akhir-akhir ini seperti sedang mencicipi berbagai jenis teh. Beberapa hadir untuk memberi bahagia tanpa efek samping, beberapa sisanya justru memberi efek samping yang berlebihan. Panggil aku Chia, seorang ambivert berzodiak Libra. Setelah m...