Saffron Tea

8 1 0
                                    

Ada yang sengaja Tuhan hadirkan di hidupmu untukk menyelamatkanmu dari rumitnya dunia, meskipun hanya sementara, bersyukurlah pernah ditakdirkan bertemu – Precillya

----

Di kantor yang sama, di cabang yang berbeda aku mengenal sosok kulkas berjalan yang perlahan berubah menjadi dispenser. Rey namanya. Usia kami hanya berbeda satu tahun, tapi karinya terlalu cemerlang hingga membuatku silau sebagai cungpret di kantor hehe. Jika di novel Almira Bastari ada Tigran dan di CLOY ada kapten Ri, maka di kantor aku memiliki Rey. Entah bagaimana awal dari keakrabanku dengannya, tapi yang jelas pada akhirnya takdir mengharuskan kami akrab. Didaulat sebagai salah satu agen spy di kantor, Rey sering mewanti-wantiku.

"Inget ya, apapun yang terjadi di Jakarta, kamu harus info ke aku. Aku akan back up kamu whatever whenever" katanya. Hari itu aku merasa secure. I know I have someone I can rely on from all the shits. Rey dikenal dingin dan tidak banyak omong oleh seluruh staff di cabang manapun. Tapi aku menemukan sisi lain Rey. Rey yang ramah, banyak tertawa dan sering melakukan hal-hal ajaib yang mungkin tidak pernah orang lain pikirkan. Rey yang selalu mengangkat telponku dengan "hmm" atau "ya?" instead of "hallo", Rey yang bisa membalas chat jam 5 pagi dengan keterangan tambahan "aku kebangun karena haus nih" atau "aku kebelet pipis makanya sekalian bales". Rey yang bisa membalas chatku dengan keterangan "aku lagi nonton podcastnya Deddy Corbuzier", "aku lagi ngelanjutin episode Diary Mistery Sara" atau yang lebih ekstrim "aku balesnya sambil pup loh" wkwkwkwk aku ngga ngerti lagi. Pernah juga ditelpon dia sambil kumur :")

Aku, Rey dan Putra melewatkan banyak hal bersama. Oh ya, Putra adalah salah satu staff di cabang yang sama dengan Rey yang kebetulan tinggal di rumah yang sama. Aku diantara mereka berdua bagaikan wasit matador. Libra diantara dua gemini. Hahahaha. Putra pernah mengeluh karena Rey yang kaku dan dingin, sedangkan Rey sering mengeluh karena Putra yang tidak peka. Aku? Aku mencoba mendengarkan mereka berdua, cosplay menjadi dewi keadilan dan kedamaian wkwk.

Rey adalah saffron tea bagiku, he releases serotonine, producing feelings of positivity and happiness. Dua minggu sebelum aku memutuskan resign dari kantor, aku berbicara via telepon dengan Rey lebih dari satu jam. Membicarakan tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan sampai rencana Putra untuk resign. Aku sempat bertanya padanya,

"Bang, kalau aku yang resign gimana?" kataku, saat itu aku benar-benar tidak tahu bahwa aku akan resign dalam waktu dekat. "Mana bisa begitu? Aku duluan, kan aku duluan yang masuk, jadi aku dulu. Bukan kamu" jawabnya.

"Kan ini seandainya aja, Bang. Mana kita tahu siapa yang akan duluan" lanjutku. "Aku ngga bisa jawab, soalnya aku ngga tau alasannya" lalu kami membahas hal lainnya.

Hari dimana aku akhirnya memutuskan untuk resign, Rey meneleponku. Katanya waktu itu "Siapa yang nge-resein kamu? Kalau kamu ijinin, aku labrakin satu-satu mereka" dan seperti biasa, aku selalu menjadi penenangnya, kataku "Ngga usah Bang, jangan kotorin tangan Abang untuk hal yang ngga perlu". Seminggu penuh Rey membujukku untuk tetap tinggal. Katanya "Sebagai teman, aku mendukung kamu resign, tapi sebagai rekan aku ngga mau kamu resign" aku merasa disayangi hari itu. Baik oleh Rey maupun Putra yang tidak berhenti mengirim pesan padaku.

Enam bulan setelah resign kami tetap berkomunikasi dengan baik. Rey dan Putra masih sering mengeluh atas apa-apa yang terjadi setelah pengunduran-diriku. Rey masih menjadi orang yang sama, yang mendengarkan aku dengan baik, yang memberi petuah dan yang masih saja bilang "sekarang udah ngga ada lagi yang nyabarin aku di sini kalau aku pengen marah". Rey tidak pernah berubah meskipun sudah menemukan tambatan hatinya. Aku bersyukur karena Tuhan menghadirkan Rey dalam salah satu fase hidupku.

TEA OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang