Mata Pijar (Daru)

16 3 0
                                    


Pijar, aku meninggalkannya lagi hari ini karena teman-temanku. Pijar hanya menatapku, walau dia tersenyum namun matanya... Ada sesuatu di sana yang terkadang membuatku tak ingin meninggalkannya. Pijar tidak pernah protes atau marah meski aku lebih banyak bermain dengan temanku. Tapi dia tidak terlalu nyaman sepertinya dengan teman-temanku, terkadang aku melihat dia kikuk di antara teman-temanku. Beberapa hari lalu aku melihatnya di taman kampus saat aku dengan teman-temanku. Dia berjalan menjauh tidak menemuiku, dengan kehebohan kami saat itu tidak mungkin dia tidak melihat kami. Teman-temanku sudah mengenal Pijar. Tapi walau mereka tau aku pacaran dengan Pijar mereka tetap selalu mendekatkanku dengan Kak Wastika. Mungkinkah dia melihat hal itu?

Aku masih canggung dengan hubungan ini, apalagi sebelumnya kami juga tidak akrab. Terkadang aku nggak tau harus memperlakukan Pijar bagaimana. Genta sering mengingatkan aku. Mungkin karena ini pertama kali aku pacaran, ntahlah... Tapi kata teman-temanku aku seperti pacaran dengan Kak Wastika... Apakah aku harus perlakukan Pijar seperti dengan Kak Wastika? Aku juga nggak ingin menyakiti dia. Dia menerima aku dan juga teman-temanku, dia tidak pernah melarangku atau meminta waktuku lebih. Hanya matanya yang selalu ingin berkata sesuatu setiap kali aku pergi meninggalkannya bersama teman-temanku. Apakah dia menahan diri?

                                                                                        ***

Baru saja aku selesai mandi saat Genta datang dengan masih menggunakan baju olahraganya. Dia masuk ke kamarku dan tidur di tempat tidurku, aku melotot padanya.

"Gen..." ucapku protes, dia tidak peduli bahkan memeluk bantal gulingku.

"Mandi dulu sana..." ucapku, Genta masih tidak peduli. Ada apa dengan dia, kayaknya ini adalah aksi protesnya padaku. Dia paling tahu aku nggak suka kalau ada orang yang habis olahraga langsung tidur di tempat tidurku. Aku menarik kursi dari depan meja belajarku lalu mendekatkannya ke tempat tidur.

"Oke, ada apa?" ucapku pelan, mencoba mencari tahu aksi protes apa yang dilakukan Genta. Genta masih diam, lalu dia berbalik dan menatapku tajam. Aku kaget dan berdehem pelan sambil memalingkan wajahku. Aku melirik Genta yang masih diam. Genta bangkit dari tidurnya dan duduk bersila di tempat tidur. Dia menatap ke depannya.

"Kamu habis latihan?" tanyaku pelan.

"Hmmm..." ucapnya, mulai ada reaksi. Aku diam lagi, sejenak hening lalu...

"Sudah beberapa hari ini aku mencoba diam. Aku menahan diriku, namun aku menyerah." ucapnya, soal apa ini? Dia berpaling padaku, matanya masih menatapku tajam. Aku menelan air liurku dan menarik kepalaku ke belakang.

"Aku ketemu Pijar di taman kota kemarin." ucapnya, o...ini mengenai Pijar. Ada apa dengan Pijar?

"Kamu tau nggak, kalau Pijar itu sudah suka kamu sejak SMA." ucap Genta, hahhh... Pijar suka aku dari sejak SMA? Aku menghitung waktu, aku hanya 1 tahun bertemu dia di SMA itu artinya sudah 4 tahun eh..5 tahun?

"Kamu harus ingat itu." ucap Genta lagi.

"Jadi kamu harus hargai perasaannya. Kamu tau? Dia bertanya-tanya mengenai huhunganmu dengan Kak Wastika. Dia pasti menyadari ada yang beda antara Kamu dan Kak Wastika." ucap Genta lalu...

"Jadi aku ceritakan semua pada Pijar." ucap Genta lagi membuatku kaget, aku perbaiki dudukku.

"Maksud Kamu, Gen? Semua? Semua apa?" ucapku, Genta kembali menatap ke depannya.

"Aku cerita... Kamu, Wastika dan Dirga." ucap Genta, apa? Aku jadi tegang. Genta masih melihat ke depannya.

"Aku cerita kalau Wastika itu pacar sepupumu yang sudah meninggal, Dirga. Kamu dekat dan selalu menjaga Wastika karena kalian dekat dari dulu dan juga karena Dirga." ucap Genta lalu berhenti, aku menatap Genta. Dia tidak melanjutkan lagi perkataannya. Hanya itukah yang dia ceritakan?

"Lalu..." ucapku mencoba mencari tahu apa lagi yang sudah dikatakan Genta pada Pijar.

"Lalu...," ucapnya menggantung kata-katanya, aku menunggu kelanjutan perkataan Genta...

"Lalu itu aja..." ucapnya kesal sambil berpaling padaku. Aku bernafas lega... Kenapa aku tegang lalu lega? Apa aku takut Pijar tahu yang sebenarnya? Kenapa?

"Harusnya aku cerita lebih, aku harusnya katakan kalau Wastika itu cinta pertamamu. Kalau sampai sekarang kamu masih suka dia." ucapnya menatapku kesal. Kenapa dia sekesal itu... Aku mengalihkan perhatianku ke samping.

"Kamu akan begini terus?" ucap Genta, aku diam.

"Putuskan aja pijar." ucap Genta, dadaku berdesir halus. Aku menoleh pada Genta. Dia menatapku dengan wajah datar.

"Kenapa aku harus putuskan Pijar?" ucapku protes.

"Kamu nggak cinta dia kan?" ucap Genta, aku diam kami hanya saling menatap.

"Aku nggak ingin menjawab." ucapku sambil berdiri dan berjalan keluar kamarku. Aku nggak ingin membahas ini. Genta menyusulku...

"Aku tahu ini adalah masalah pribadimu. Aku hanya nggak ingin Kamu berubah menjadi laki-laki yang menyakiti perasaan perempuan." ucap Genta, aku diam dan berhenti melangkah.

"Aku pulang." ucap Genta lalu pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan kamarku. Genta sangat anti dengan laki-laki yang suka mempermainkan perasaan perempuan. Kakak perempuannya korban dari laki-laki yang seperti itu. Aku tahu dia seperti ini untuk kebaikkanku juga. Tapi... Aku mendesah pelan.

                                                                                     *******

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang