I'm Sorry

33 2 0
                                    

Aku akan terus mengingatnya.

Angin semilir yang kadang datang dan pergi, warna oranye yang menghiasi sebagian langit, bunga sakura yang berguguran, pemandangan belakang sekolah yang sepi, dan kata kata mu hari itu...

"Jadilah pacarku."

.

Author POV

- 2 Tahun kemudian -

"HAAAAHH?! ADA PR?!?"

Teriakan seorang gadis menggema di ruang kelas, Ai namanya. Nampak ia tak peduli dengan pandangan aneh dari teman teman sekelasnya karena telah berteriak dengan sangat keras.

"KENAPA KAU TIDAK MEMBERITAHUKU, YUNAAAAA?!?" teriak Ai sambil menggoncangkan temannya yang dipanggil Yuna.

"Memangnya siapa yang kemarin tidak menjawab 7 panggilan telepon dariku?" jawab Yuna santai.

"Eh?" gadis berambut hitam tersebut terdiam. Kedua tangan yang dia gunakan untuk menggoncangkan pundak temannya tersebut telah berhenti. Dia berpikir untuk beberapa detik, kemudian ekspresi wajahnya berubah terkejut dan dengan perlahan ia melepaskan tangannya dari temannya sembari menampakkan wajah 'sok' polosnya dan berkata, "A-aku lupa.. Kemarin malam handphoneku kumatikan, hehe".

Sejenak Yuna menunjukkan wajah datarnya, lalu sedetik kemudian dia memukul kepala temannya tersebut dengan sebuah buku. "ADUH!" teriak Ai. "Makanya berpikir dulu sebelum bertindak. Lihat? Kerah bajuku jadi kusut, nih." Yuna meliriknya sinis sembari merapikan kerah bajunya yang tadi ditarik sahabatnya tersebut.

"Ehehe.. maaf." jawab Ai dengan sedikit kekehan.

Tak ada pembicaraan diantara mereka berdua, sampai akhirnya Yuna pun angkat bicara. "Kau tidak bersamanya?" Ai menoleh, "Siapa?" tanyanya sambil menunjukkan wajah kebingungan. Tentu saja itu hanya dibuat buatnya.

"Jangan pura pura bodoh, tentu saja pacar batu mu itu", jawab Yuna kesal. Lawan bicaranya hanya menunjukkan senyum ceria nya yang khas lalu melihat kembali ke arah luar jendela.

"Aku tidak ingin mengganggunya, lagipula kau tahu kan, jika aku dekat dekat dengannya, Kira akan marah padaku." jawab Ai dengan wajahnya yang sedikit sendu.

"Gadis kaya itu? Kenapa kau mematuhi perintahnya?? Dia ingin merebut pacarmu! Kau bahkan lebih populer darinya, kenapa kau malah tunduk padanya???" tanya Yuna yang sedang menahan amarahnya.

"Karena..." sejenak setelah kata kata itu keluar dari mulut Ai, senyuman itu, senyuman yang selalu ada di wajahnya yang ceria itu menghilang, namun beberapa detik kemudian senyuman itu kembali bahkan menjadi lebih cerah dari biasanya.

Dengan senyuman itu, dia menoleh dan menatap wajah sahabatnya, "Jika aku menentangnya, itu tidak akan menjadi seru!" katanya.

Mendengarnya, Yuna yang semula menunjukkan ekspresi marah menjadi lebih tenang, bahkan wajahnya mulai menunjukkan kesedihan. Tetapi Ai tetap tersenyum seperti biasanya.

- Saat pulang sekolah -

"Ai, kau mau kemana?" tanya Yuna yang melihat sahabatnya tersebut malah menuju ke arah sebaliknya dari pintu keluar sekolahnya.

"Hm?" Ai menoleh sebentar. "Aku ada urusan sebentar, nanti ku susul." jawab Ai dengan senyuman biasanya.

"Oh... Baiklah, ku tunggu di gerbang.." jawab Yuna dengan ekspresi bingung dan... Cemas?

- Belakang sekolah -

"Hai Rei" panggil Ai kepada seseorang di bawah pohon sakura. Yang dipanggil pun menoleh, namun tak menjawab. "Sudah lama sekali ya sejak kita pertama kali kesini." Ai tetap berbicara walaupun tak mendapat jawaban sapaan dari laki laki yang dikenalinya sebagai pacarnya itu.

"Setahun? Dua tahun nampaknya." Sekarang Ai terlihat seperti berbicara sendiri. "Setelah mendapat pesan sms darimu, aku langsung kesini lho. Ya, walaupun harus ijin dengan Yuna dulu." Ai berbicara lagi sembari memandangi daun daun sakura yang berguguran.

"Jadi, ada apa?" tanya Ai langsung menuju ke inti pertemuan mereka kali ini. Walaupun agak lama setelah Ai bertanya, Rei pun akhirnya berdiri dan menatap gadis tersebut.

"Ai...."

Ai menunggu dan menatap Rei dengan tetap memasang senyum khasnya.

Angin berhembus sejenak, nampak seperti scene dari drama percintaan.

Namun saat ini bukanlah scene dari pernyataan cinta tersebut.

"Aku ingin kita putus."

....

Hening cukup lama ada di antara mereka. Nampak senyum yang ada di wajah Ai mulai memudar seiring berjalannya detik waktu.

"Kenapa?".

Senyumannya menghilang sempurna.

"Kenapa? Bukan kah aku sudah melakukan semua yang kau minta?".

Nada Ai mulai meninggi.

"Aku sudah menjauhi semua anak laki laki di sekolah, aku sudah tidak mengganggumu, aku sudah mempertahankan hubungan ini sesuai yang kau minta!".

Rei hanya diam. Sepertinya dia enggan melihat wajah kecewa gadis itu.

"Apa ini karena Kira?"

Akhirnya, Ai melihat ekspresi Rei berubah, berserta tubuhnya yang sedikit tersentak. Sontak, dia langsung menoleh menatap Ai.

"Bukan-"

"Gadis yang selama ini selalu ada untukmu disaat aku tak ada? Gadis yang dapat memberikan uang dan kepopuleran padamu?? Kau memilihnya dibanding aku yang dapat memberikanmu hal yang tak semua orang dapat berikan?!?".

Sekarang Rei tidak dapat berkata kata lagi. Matanya yang terbelalak dan mulutnya yang terbuka seakan tak percaya apa yang barusan dikatakan oleh Ai.

Ai terdiam. Nampaknya dia mengerti inti permasalahan ini dari ekspresi Rei.

"Baiklah. Aku mengerti." Ai berbalik hendak meninggalkan Rei. "Seperti yang kau katakan... Kita sudahi saja hubungan ini." Setelah itu dia benar benar meninggalkan mantan kekasihnya tersebut.

Rei terdiam. Kakinya hendak mengejar Ai, namun hatinya menyuruhnya untuk tidak melakukannya. Dia tahu, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.

.

Aku akan terus mengingatnya.

Angin semilir yang kadang datang dan pergi, warna oranye yang menghiasi sebagian langit, bunga sakura yang berguguran, pemandangan belakang sekolah yang sepi, dan kata kata mu hari itu....

"Kita sudahi saja hubungan ini."

.

Tangan Rei terkepal dengan kuat.

"Maaf."

Setetes air mata pun mulai turun dari sudut matanya.

"Maafkan aku."

Dengan lemah, Rei mengambil tasnya, membuka, dan mengambil sebuah kertas yang ada di dalamnya, lalu menatapnya dengan pandangan menyesal.

"Aku hanya tidak ingin melihatmu menangis."

DiseaseWhere stories live. Discover now