Xiao Zhan, pria berusia dua puluh dua tahun ini paling tak suka namanya keramaian. Ia pernah memilih berdiam diri di rumah, menikmati bermain game atau membaca buku pelajaran d isaat semua anggota keluarganya memilih liburam ke Swiss. Namun, hari ini entah apa yang membuat ia rela mendatangi sebuah pasar tradisional yang terkenal kotor dengan suara bising para penjual yang berlomba-lomba menawarkan barang dagangannya.
"Kau yakin jika pasangan sepatu itu ada di sini?" tanya Xiao Zhan kepada temannya bernama Wening yang mengangguk yakin. Kemarin tanpa sengaja saat ia ke pasar Namjong bersama ibunya, ia melihat ciri-ciri sepatu yang di ceritakan Xiao Zhan, yanga menjadikan pemuda ini jadi gila mencarinya. Sepatu ketz bewarna putih dengan logo love dengan titik.
"Baiklah, ayo bawa aku kesana!"
Mereka pun mulai berjalan pasti, walau ada saja tingkah Xiao Zhan yang menutup telinga atau membekap mulutnya akan bau pasar yang menyengat. Namun, ia pasrah dengan semua itu demi menemukan sepatu yang ia cari selama dua bulan ini.Sebenarnya, sepatu ini sangat jauh dengan sepatu koleksi milik Xiao Zhan yang seharga 10 kali lipat. Bentuknya pun sudah tak baru lagi, hanya saja sebuah tragedi membuat ia benar-benar penasaran siapa pemilik sepatu itu.
Sesampainya di tempat yang ditunjukan Wening, Xiao Zhan segera berjalan cepat tak sabar. Bahkan beberapa kali ia menggeleng atas debaran dadanya akan sosok pemilik sepatu ketz penolongnya.
Ketika ia masih di angan mimpi yang menjelma jadi halusinasi, Xiao Zhan segera tertampar kenyataan dengan sosok pemilik yang di katakan Wening.
"Ini," tunjuk Wening ke salah satu tukang sol sepatu yang bersejajar di pinggir toko. Membuat dahi Xiao Zhan berkenyit menatap Wening linglung. Bukan, bukan bermaksud Xiao Zhan berharap pemiliknya cantik atau apalah. Hanya saja, ia tak habis pikir tukang sol punya sepatu yang lumayan mahal walau bukan asli.
"Kau yakin?" tanya Xiao Zhan memastikan. Wening menganguk cepat, lalu mendekati tukan sol sepatu dan mengajaknya berbicara. Xiao Zhan yang melihat itu berdiri dalam diam.
"Ini Zhan," Wening menyodorkan sepatu kepada Xiao Zhan yang menerimanya dengan raut bingung. Memperhatikan dan Mengecek sepatu kets berwarna putih yang berukur cukup besar itu. Ada love dengan titik di atas.
"Bagaimana? Sama persis, 'kan dengan sepatu milikmu? Paman ini mendapatkanya dari pelanggan tetap, ayo mungkin saja dia orang yang kau cari."Di saat itu Xiao Zhan mulai paham.
"Berwarna putih dan ada love dengan titkk di bawah," lanjut Wening dengan cengiran. Tak ayal segera menghantar Xiao Zhan mendesah lesu."Apa aku bilang." Xiao Zhan meletakan kembali sepatu, mengucapkan terima kasih dan segera berbalik.
"Kenapa pergi? Iya, 'kan bewarna putih, ukurannya juga sama dan sepatu juga tak terlalu mahal," Wening mengabaikan rahang Xiao Zhan mengeras. Ia masih menjelaskan temuanya itu setelah mengambil sepatu putih itu dari tukang sol sepatu.
"Kau sungguh ...." geram Xiao Zhan tertahan. Hampir ingin melempar sepatu itu, jika tak mengingat ini punya pedagang asongan.
"Tentu saja banyak jualan sepatu seperti ini. Di toko-toko juga ada. Mangkanya aku selalu bilang, sepatu yang aku cari ada ukiran nama "WYB"?" ucap Xiao Zhan menekan intonasi suaranya. Berharap tak lepas kendali lalu berteriak."Oh iya! Ada ukiran WYB," balas Wening menggaruk lehernya tanpa dosa. Tertunduk menatap tak enak ke arah Xiao Zhan dengan cengiran konyolnya.
Inilah rutinitas Xiao Zhan semenjak dua bulan ini. Selain sebagai mahasiswa tingkat akhir di universitas bergengsi. Ia memiliki tekad menemukan pasangan sepatu kets bewarna putih yang menyelamatkanya dari kejaran anjing gila. Lebih kepada bukan pasanganya, melainkan pemiliknya.
"Sebenarnya dimana kamu WYB?" lirih Xiao Zhan lelah. Berharap Tuhan berbaik hati menemukan mereka.
-Cinderella Boy-
"Aku tak pernah main-main Wang Yibo. Cepat berikan tugas PR yang diberikan guru Yang. Atau kau akan kulaporkan ke Mama."
Wang Yibo yang baru saja berniat membuka buku mata pelajaranya menoleh. Ia menatap sepupu dari ayah kandungnya bernama Wang Jili dengan dahi berkerut. Tak ada ketakutan di matanya atas ancaman itu. Malahan itu membuat Yibo menarik sudut bibirnya tersenyum.
"Baik!" Yibo mengeluarkan buku catatan dalam tasnya lalu memberikanya ke Jili yang ada duduk di belakangnya. Jili menerima buku dengan suka cita.
"Bagus, harusnya inilah yang harus kau lakukan. Kau sudah beruntung bisa tinggal gratis di tempatku. Belum lagi biaya sekolah dan makan semua ditanggung keluargaku. Dan ini adalah balasan kecil," balas Jiyi meraih buku itu tanpa melihat isinya. Sedangkan Yibo hanya menulikan telinga. Ia sudah hapal atas tabiat sepupunya itu. Setiap kali dan setiap hari melontarkan kalimat yang membosankan.
Tak ingin ambil pusing Yibo segera berbalik. Memilih melanjutkan membuka mata pelajaran karena sebentar lagi guru matematika akan datang.
Tepat saat jam dinding menunjukan pukul delapan pagi. Sosok yang paling ditakuti di High School Nizin salah satu sekolah bergensi di Beijing. Kini telah berdiri seorang guru dihadapan siswa/siswi kelas tingkat dua. Kehadiranya sudah menyita semua perhatian, bahkan aura disekitar berubah suram saat ia menatap muridnya tak bersahabat.
"Cepat kumpulkan tugas kalian. Jika hari ini aku menemukan satu saja yang tak mengerjakan. Kalian akan tahu akibatnya."
Mendengar itu semua siswa/siswi dalam kelas bergidik ngeri. Mereka dengan cekatan mengeluarkan buku catatan mereka. Termasuk Yibo, begitupun Jili dengan bangga mengangkat tinggi-tinggi buku yang ia pinta paksa dan memberikannya ke ketua kelas.
Baru saja Jili menaruh bokongnya dengan senyum lebar, teriakan dan gebrakan guru berkaca mata ini membuat kelas yang diam berubah jadi semakin suram."Berani-beraninya kau melakukan ini, Wang Jili!" teriaknya. Melemparkan buku catatan itu ke lantai dan berhasil menyita jantung Jili hingga berdegup kencang ketakutan.
"Kenapa Bu? Aku, 'kan mengerjakan PR?" sahutnya kelu. Melirik Yibo yang memasang wajah tanpa dosanya kepada Jili seolah tak terjadi apa-apa.
"PR katamu? Mana? Kenapa mata pelajaran Fisika yang kau beri."
"Apa?" teriak Jili tak percaya. "Ta-tapi itu buku yang ku ambil dari Yi-ah maksudku ..."
"Beraninya kau bermain-main denganku Wang Jili." Guru Yang mengebrak meja semakin membuat dada sepupu Yibo terasa lepas.
"Cepat berlari tiga puluh putaran setelah itu kerjakan PR ini sebanyak dua puluh salinan."
"Apa?" teriak Jili tak percaya."Kau mau aku tambahi hukuman?" Jili menggeleng dengam cepat, segera berdiri dan berjalan mengenaskan untuk ke lapangan. Walau begitu ia sempat melirik Yibo yang menyunggingkan senyum kemenangan.
Wang Yibo tak tahu kenapa ia memiliki keberanian sampai nekad melakukan ini. Padahal jelas hukuman di rumahnya akan menantinya sebentar lagi."Kau akan menyesal melakukan ini," bisik Jili penuh dendam.
-Cinderella Boy-
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Boy[PDF]√
Fanfiction[Five Shoot] Kisah romantis ala Xiao Zhan dan Wang Yibo ZSWW