O1

699 65 3
                                    

"Jay, minggu depan kamu pindah sekolah lagi." Jay yang awalnya sedang membaca novel, kini atensinya teralihkan pada sang paman.

"All of sudden?"

"Tapi, ebih kayak asrama sih. Khusus laki-laki, gimana?"

Ya, tentu sang paman ingin bebas dari Jay sesaat. Mangkanya, ia sampai rela mengeluarkan banyak uang untuk mencari sekolah-asrama khusus laki-laki.

"Okay. Paman mau cari istri kan? Hahaha." Jay tertawa. Setidaknya, tawa hari ini tak terlalu menyakitkan.

"Boleh juga sih, haha."

***

Hingga tiba, hari dimana Jay akan berangkat ke asrama.

"Jangan terlalu sering meminum obatnya. Jangan melebihi dosis. Jika terjadi apa-apa, hubungi paman."

"Iya." Jay melambaikan tangannya. Lalu berlari kecil.

Sampai punggung itu menghilang dari pandangan pamannya, Jun.

"Lihat putra mu, Kak. Dia sudah besar." Jun tersenyum pada sebuah taxi yang ditumpangi Jay untuk menuju sekolah barunya.

Jay menghela nafas, menatap ke luar jendela menatap pohon yang seakan tak ada habisnya.

Jay lelah ketika lagi-lagi harus beradaptasi dengan lingkungannya. Tapi, mungkin lebih baik. Karena ia tidak mungkin jatuh pada laki-laki, bukan?

Setelah menempuh perjalanan satu jam, Jay tiba di sebuah bangunan besar bernuansa putih dan biru. Gerbang pun menjulang tinggi.

Jay pun menunjukkan kartu yang diberikan sang paman. Lalu, gerbang itu dibuka. Seseorang berpakaian serba hitam menghampiri Jay dengan senyum ramah.

"Selamat datang, Jongseong." Jay tersenyum dan sedikit membungkuk guna memberi salam.

"Saya Qian Kun, pengurus asrama putra satu, sekaligus teman paman mu."

Kun mengajak Jay untuk berkeliling sekolah terlebih dahulu sebelum pergi ke asrama tempat Jay akan tinggal selama dua tahun, jika tak ada kendala.

"Ini kamar kamu." Kun menunjuk salah satu pintu berwarna biru muda.

"Ah, tapi... Kamu tidak akan sendirian, ada tiga orang di dalam. Saya harap kamu terbiasa."

Jay mengangguk. Toh, ia tak masalah. Malah bagus, sudah lama dirinya tak memiliki teman. Apalagi-

"Sialan!"

"Bangsat!"

"Diem woi!"

Kun menghela nafas. Membuka pintu dengan cepat, membuat ketiga laki-laki di dalam diam dan menoleh ke arahnya.

"Maaf, Kak Kun!" ucap ketiganya berbarengan. Tentunya mereka membungkuk 90 derajat pada Kun.

"Hm. Kalian ada rekan baru, tolong jangan terlalu bar-bar." Kun menepuk bahu Jay dan melenggang begitu saja. Kini, ketiga laki-laki itu memandang Jay.

"A-anu, saya Jay."

Hening.

Jay menelan ludahnya gugup. Apalagi ketiga laki-laki itu menatapnya tajam.

"Eyyow, Jay!"

"Haha, muka lo tegang banget."

"Yoi, hahaha."

Jay tersenyum kaku, ketiga laki-laki itu merangkul Jay seakan mereka sudah berteman lama.

"Gue Sunghoon."

"Gue Heeseung."

"Gue Jaehyuk."

Jay mengangguk. Ia pun melangkah menuju kasur kosong di dekat jendela.

"Eh, udah keliling sekolah?" Jay mengangguk, sembari meletakkan barang-barang yang ia bawa. Tentunya dibantu oleh mereka bertiga.

"Kalau asrama?"

"Belum sih."

Brak!

Jay berjengit. Namun Sunghoon dan Heeseung tidak. Sepertinya, mereka sudah terbiasa.

"Pas banget. Yok, jalan-jalan. Sekalian, liat asrama empat yang isinya gemes-gemes." Heeseung mendorong kepala Jaehyuk.

"Yeu, bilang aja mau ketemu Asahi."

Setelah membereskan barang-barang milik Jay. Sunghoon langsung berdiri. Entah mengapa, ia yang paling semangat jika harus jalan-jalan mengelilingi asrama.

"Setidaknya, kita punya alasan buat keluar kamar."

Jay sudah mendengar, jika tidak boleh keluar kamar tanpa alasan yang jelas. Bisa-bisa mereka dapat teguran dari pengurus.

Empat laki-laki itu keluar kamar, jika ada pengurus asrama lain. Mereka hanya perlu bilang, 'ada anak baru', and they get free pass.

"Ini asrama dua. Mau nyapa mereka gak?" Jay menggeleng. Namun, Heeseung membuka pintu berwarna putih itu.

"Anjing, kaget."

"Sialan, gue kira Kak Suga."

"Ngapain sih?"

"Gabut doang. Bye." Sunghoon menutup pintu itu dengan keras. Membuat ke-empat laki-laki di dalam mengumpat.

"Oke, lanjut."

Jaehyuk membuka pintu kamar selanjutnya, namun kosong.

"Kok kosong?" tanya Jay.

"Biasalah!" ucap Sunghoon.

"Mereka sering banget ninggalin kamar, soalnya Kak Luhan lagi balik kampung." Jelas Jaehyuk yang dibalas anggukan oleh Jay.

"Nah ini kamar pacar gue. Asahi!" Jaehyuk membuka pintu tersebut.

Dua orang di dalam menatap Jaehyuk dengan malas. "Freak banget!"

"Gue di sini dulu, ya!" Heeseung mengangguk, sudah biasa jika Jaehyuk bulol pada pria kelahiran negeri sakura itu.

Namun ketika ketiganya berjalan menuju kamar asrama nomor lima. Jay merasa aneh pada tubuhnya. Ia kontan tremor.

"A-ah, toilet dimana ya?"

"Kebelet, bro?" Jay mengangguk cepat.

"Tuh, lurus aja. Nanti ada tulisan kok." Jay mengangguk, lalu berjalan cepat. Sedangkan Heeseung dan Sunghoon mengintip kamar nomor lima dari jendela kecil.

"Heh, kalian ngapain?" Heeseung menarik Sunghoon agar berlari. Guna menghindari pengurus asrama lima yang terkenal kejam.

"Mampus ada Kak Kyungsoo."




Jay membuka pintu toilet dengan terburu-buru. Nafasnya tersengal-sengal. Keringat dingin pun membasahi seluruh tubuh Jay.

Sejenak, rasa sakit yang sudah biasa ia tahan tiba-tiba menghilang. Rasanya seperti terbebas dari belenggu. Lega dan nyaman.

Tapi rasa sakit itu kembali ketika Jay tiba di toilet. Tangannya mengepal memukul dinding yang tak bersalah.

"Sial." Jay menarik nafasnya dalam-dalam. Berusaha meredakan sakit dalam dada yang menyiksa. Jay merogoh kantong obat yang ia letakkan di kantong celananya. Mengambil beberapa butir dan menelannya tanpa air.

"Gue kenapa?"



Bruk!

"Jungwon?!"



To be continued....

Hai hai hai. Ini book jaywon pertama aku. Jadi maaf banget kalo penulisannya ngebosenin.

Btw, aku tekankan di sini ya. Ini cerita fiksi alias halu. Gak ada kaitannya sama kehidupan si idol di dunia nyata.

Okay, makasih<3

daffodil; jaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang