Berharap pada keajaiban

6 2 0
                                    

Setelah menelepon Mahesa, aku menelepon mama. Bukan bermaksud menjadikan mama orang kedua. Tapi biasanya di jam-jam seperti ini mama sedang sibuk. Benar aja, aku harus berkali-kali menelepon dan diangkat pada dering kesekian.

"Ma, bulan depan aku wisuda. Mama siap-siap kesini ya"

"Iya, tanggal berapa wisuda Nes?"

"Nanti aku kabari lagi Ma, yang penting mama siapkan aja semua untuk keberangkatan mama kesini"

"Nanti kamu langsung pulang ikut mama?"

"Nggak Ma, masih ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan. Kayaknya ijazah juga belum selesai"

"Oh, ya sudah. Bukan karena temen dekat kamu itu kan?"

Aku sempat terdiam mendengar perkataan mama.

"Bukan. Bukan karena itu"

Aku tidak banyak bicara dengan mama. Tidak lama kututup telpon, setelah menanyakan kabar adik-adikku.

Aku mengedarkan pandang mencari Dea. Mataku malah bertemu dengan sosok Muli yang  hadir disini, dia sedang bersama Dea. Muli datang menghampiri lalu memelukku erat, mengucapkan selamat.

"Aku senang kalian bisa lulus dan sebentar lagi wisuda. Doakan aku bisa menyusul kalian tahun depan ya"

"Amin, yang penting kamu semangat ngerjain skripsinya".

"Kalau kamu butuh bantuan bilang aja Li, nggak usah sungkan"

"Serius nggak perlu sungkan?. Trus aku ditraktir dimana nih?"

"Yeeee, bukan itu maksudnya!"

"Oke, begini saja kali ini, yang mau ditraktir yang pilih tempat. Terserah kamu aja deh Li"

"Beneran ya, aku yang pilih tempat"

"Kapan? Nanti malam?"

"Oh, tentu tidak Muli sayang, itu sudah jatah Jo. Aku udah janjian sama dia"

"Besok ya? Jangan lama-lama dong"

"Oke, besok kita jalan bertiga. Udah lama lho kita nggak jalan bertiga"

*****

Malam ini aku dan Mahesa bertemu, setelah beberapa hari komunikasi kami hanya lewat telepon.

Dia ingin aku fokus menghadapi ujian agar bisa mendapat hasil terbaik. Jadi malam ini aku sangat merindukan dia.

Mungkin beginilah rasanya saat seorang pengantin perempuan yang dipingit untuk tidak boleh bertemu dulu dengan  kekasihnya sampai hari pernikahan tiba.

Saat aku melihatnya datang, aku sudah ingin segera memeluknya. Tapi aku nggak mungkin melakukannya didepan Dea dan Muli.

Akhirnya aku dan Mahesa memilih untuk pergi ke taman kota daripada dikos. Kami hanya ingin menghabiskan malam dengan duduk mengobrol sambil menikmati kacang rebus.

"Besok aku mau minta surat kelulusan sementara untuk mulai mencari pekerjaan disini"

"Ada beberapa perusahaan yang akan aku lamar. Aku berharap bisa segera mendapatkan pekerjaan"

"Aku juga punya harapan yang sama denganmu, karena aku nggak mau kehilangan kamu"

"Kamu sangat berarti bagiku Anesta"

"Sebenarnya saat tadi kamu mengabarkan kelulusanmu perasaanku campur aduk. Aku bahagia tapi aku juga takut kehilangan kamu"

Kusentuh wajahnya lalu kuusap dengan lembut.

"Kamu tidak akan pernah kehilangan aku Mahesa"

Dipeluknya bahuku dan kepalaku rebah dipundaknya. Begini saja, sudah cukup bagiku.

Anesta dan Mahesa ( Sudah dicetak )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang