45. Patah Hati

104 10 106
                                    

Terlalu banyak air mata yang Rhea keluarkan membuat kepalanya terasa amat sakit sekarang. Beberapa saat tadi, sakit yang ada di kepalanya tidak kambuh, tapi sekarang, sangat sakit.

"Ri--shi ..." Rhea merintih memanggil Rishi yang masih tertidur.

"Ri--shi ...."

Rishi terbangun gelagapan. Dia langsung terkejut bercampur panik melihat Rhea sangat kesakitan.

"Rhea, kau baik-baik saja?"

"Sakit ... sakit, Rishi, sakit ..." rintih Rhea.

"Tunggu sebentar, ya, kupanggilkan dokter Shweta," Rishi yang panik langsung berlari keluar mencari keberadaan dokter Shweta.

Dokter Shweta masuk, sedang Rishi keluar. Rishi tidak mengerti bagaimana awalnya, dia malah ketiduran dan tidak menyadari Rhea tengah kesakitan. Bodoh sekali dia, penjagaan macam apa ini?

Setelah 30 menit lamanya, dokter Shweta keluar dan mengajak Rishi ke ruangannya untuk menjelaskan soal kondisi Rhea.

"Begini, Rishi, kita harus membawa Rhea ke Mumbai. Di sana, aku kenal beberapa dokter spesialis, dan pengobatan di sana juga lebih lengkap," ujar dokter Shweta.

"Mumbai?"

Dokter Shweta mengangguk, "Ya, Mumbai. Aku akan ikut bersama kalian ke sana, begitu juga dengan Zoya. Akan butuh waktu yang lama, karena pengobatan untuk penyakit seperti itu tidak bisa dilakukan setengah-setengah seperti yang selama ini Rhea lakukan."

"Apa Rhea akan dioperasi, Dok?" tanya Rishi.

"Tidak. Kami tidak menyarankan tindakan operasi, karena risiko terjadi komplikasi lebih besar. Kami hanya akan melakukan radioterapi. Kalau kau belum tahu, radioterapi adalah salah satu jenis pengobatan kanker dengan sinar radiasi berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker," jawab dokter Shweta sekaligus menjelaskan.

Rishi mengangguk-angguk mengerti.
"Jadi, Rhea akan sembuh, kan?"

Dokter Shweta mengulum senyum tipis, "Berdoa saja yang terbaik, Rishi."

Sekarang Rishi diam. Memang tidak ada jaminan pasti dari para dokter, karena mereka juga hanya manusia biasa. Namun, biasanya analisis para dokter itu selalu tepat, kan? Jarang ada yang meleset, tapi Rishi berdoa semoga prediksi para dokter ini tidak tepat.

"Oh, ya, Rishi. Kesembuhan seseorang juga sebagian kecil tergantung pada orang itu sendiri. Aku melihat Rhea seperti tidak punya semangat untuk hidup, dia seperti hilang harapan pada hidupnya sendiri. Kami pernah punya pasien yang bahkan lebih parah dari Rhea, tapi semangat hidupnya tinggi, dia mau berjuang untuk sembuh, dan ya, hasilnya dia bisa sembuh total. Aku mengatakan ini padamu agar kau mungkin bisa memberinya semangat untuk sembuh. Kau calon suaminya, bukan? Dukungan darimu itu sangat penting," ujar dr. Shweta.

Shweta tidak peduli Rhea mengatakan padanya bahwa Rishi adalah calon suami adiknya, karena pada nyatanya cinta di mata Rishi itu hanya ada untuk Rhea. Shweta bisa tahu, karena dia sudah belasan tahun menikah dengan kakak pertama Zoya. Jadi, dia bisa membedakan mana tatapan yang benar-benar cinta dan bukan.

"Baik, Dok, terima kasih."

Rishi beranjak kembali ke ruang Rhea dirawat. Pikirannya kini penuh oleh pertanyaan, kenapa Rhea tidak ingin hidup? Bukankah Rhea sangat menyayangi kedua adiknya? Lalu kenapa Rhea akan meninggalkan mereka? Apa Rhea tidak berpikir, bagaimana kedua adiknya itu bisa bertahan hidup tanpa dirinya?

Tiba di ruangan Rhea, Rishi mendudukkan dirinya di sisi perempuan itu. Ditatapnya dalam wajah yang tengah tak sadarkan diri itu. Wajah pucat, yang meski bagaimanapun tetap menjadi wajah tercantik di mata Rishi.

Stay A Little Longer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang