BOB membuka matanya. Samar-samar dilihatnya salju, serta dinding tebing yang coklat dan lembek berlumpur. Ia berusaha memusatkan tatapannya, sambil berbaring tanpa bergerak-gerak. Ia memasang telinga. Tidak ada lagi suara teriakan. Tidak ada lagi suara napas. Jauh di atasnya terdengar kicauan seekor burung.
Dengan pelan dan berhati-hati Bob membalik tubuh, sampai akhirnya rebah menelentang. Kedua tangannya terasa sakit. Ada rasa nyeri pada bahunya yang sebelah. Tapi rupanya tidak ada tulang yang patah. Salju di dasar retakan menahan jatuhnya tadi, walau kepadatannya masih menyebabkan ia kesakitan.
Bob mendongak, memandang ke arah langit biru yang cerah. Terlintas lagi dalam ingatannya mata yang merah dan rambut kusut dari makhluk yang tadi begitu dekat berada di belakangnya. Ia teringat pada cerita tentang raksasa-raksasa yang gentayangan malam-malam di Sky Village, mencari anak-anak yang masih bermain-main di luar.
Setelah beberapa menit tepekur, Bob berdiri. Ia menggigil, sebagai akibat berbaring di salju kering yang dingin. Alat pemberi isyarat tergeletak di dekatnya. Diambilnya alat itu, sambil berdoa semoga jangan rusak. Begitu tombol hendak ditekan, tahu-tahu terdengar bunyi isyarat melengking. Jarum penunjuk langsung bergerak ke arah utara.
Bob tersenyum. Jupiter melaporkan posisinya.
Sambil memegang alat itu, Bob mendongak. Ia memandang ke arah tepi atas retakan. Dinding tebing curam sekali. Bob tahu, ia takkan mampu naik ke atas jika tidak dibantu. Jadi ia terpaksa memanggil Jupe dan Pete. Tapi bagaimana jika makhluk tadi masih ada di atas, di dekat retakan? Jika kedua temannya dipanggil, itu mungkin akan berarti menyuruh mereka mendatangi bahaya.
Bob menimbang-nimbang sesaat. Kemudian diputuskan untuk memeriksa apakah makhluk tadi masih ada di atas. Ia merasa yakin, tidak ada
binatang yang secara sadar mau meloncat ke dalam lubang. Jadi ia bisa berteriak dengan aman, lalu melihat apakah makhluk tadi akan memandang ke bawah.
"He!" serunya. "He-yang di atas! Kau masih ada di situ?"
Tidak ada yang bergerak di dekat tepi atas retakan. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Bob memutuskan bahwa makhluk itu pasti sudah pergi. Ia menghidupkan alatnya.
"Tolong!" serunya. Setelah itu ia berseru dua kali lagi, untuk memastikan bahwa isyaratnya tertangkap oleh kedua temannya. Jika Jupe dan Pete saat itu ada dalam jarak dua mil dari tempatnya, Bob tahu bahwa mereka pasti bisa mendengarnya.
Alat pemberi isyarat juga sudah bekerja, sehingga kedua temannya itu akan bisa melihat posisinya dari arah jarum penunjuk pada alat mereka. Bob menunggu sambil duduk di atas salju. Rasanya berjam-jam lamanya ia menunggu di situ. Padahal lima belas menit kemudian Pete sudah muncul, lalu memandang ke dalam dari tepi atas retakan. Sesaat kemudian muka Jupiter yang bulat muncul di samping Pete.
"Kau tidak apa-apa, Bob?" seru Jupiter.
"Bagaimana kau sampai ada di bawah situ?" tanya Pete. "Aku terjatuh," kata Bob.
"Ah-yang benar!"
"Kau pasti juga jatuh, jika melihat apa yang kulihat tadi," tukas Bob. "Kau melihat apa?" tanya Jupe.
"Sejenis binatang-sesuatu yang besar. Aku tidak tahu apa jelasnya. Ia tahu-tahu saja ada di belakangku, lalu... ah, nanti saja kuceritakan.
Sekarang aku harus ke luar dulu dari sini." Jupiter menaksir kedalaman retakan itu. "Tali," katanya kemudian. "Kita memerlukan tali."
"Biar aku yang mengambilnya," kata Pete. "Ketika kita sedang mencari- cari anak kunci kemarin, kulihat ada gulungan tali jemuran dalam salah satu lemari di dapur."
"Kau bisa lebih cepat dari aku, karena kau kan atlet di antara kita bertiga. Kembalilah selekas-lekasnya ke losmen, dan ambil tali itu. Aku menunggu di sini, menemani Bob."
Pete mengangguk.
"Hati-hati saja," katanya memperingatkan. "Beres," kata Jupe.
Pete lari merintis hutan, sementara Jupe berlutut di tepi atas retakan. "Apa yang kaulihat tadi?" tanyanya sekali lagi pada Bob.
"Sungguh, Jupe, aku tidak tahu pasti. Habis, kejadiannya berlangsung begitu cepat! Tahu-tahu aku mendengar ada sesuatu di belakangku. Aku merasa disentuh sesuatu, lalu berpaling, lalu... yah, aku melihat sepasang mata-yang aneh sekali. Muka makhluk aneh itu begitu dekat, sehingga terasa napasnya mengenai mukaku. Aku menjerit, dan kurasa makhluk itu juga menjerit. Setelah itu aku terjatuh kemari."
"Mungkin beruang?" tanya Jupe. "Kurasa bukan, Jupe."
Jupe berdiri, lalu berjalan lambat-lambat menyusur tepi retakan, sambil mengamat-amati tanah. "He, Jupe!" seru Bob dari bawah. "Kau masih ada di situ?"
"Aku di sini," balas Jupiter. "Jejak kakimu nampak di tanah bagian sini. Dan yang tadi muncul di belakangmu itu mestinya juga meninggalkan bekas kakinya. Jika itu tadi beruang, mestinya di sini akan ada jejak yang serupa seperti yang kita temukan di padang rumput."
"Tapi jika bukan beruang," kata Bob, "itu berarti kita sudah menemukan apa yang kita cari."
Bob menunggu. Ketika Jupe tidak langsung menjawab, ia memanggil lagi. "Jupe?"
"Ini tidak mungkin!" seru Jupe dari atas. "Ada apa?" tanya Bob. "Bob, kau yakin yang muncul di belakangmu tadi itu bukan manusia?"
Suara Jupe terdengar aneh. "Orang bertubuh sangat besar, dan tidak memakai alas kaki?"
"Aku tidak sempat melihat kakinya-tapi jika tadi itu manusia, aku akan mengundurkan diri dari kelompok ras manusia," kata Bob.
"Aneh," kata Jupe lagi. "Seseorang-seseorang berbadan sangat besar ada di sini tadi. Dan ia tidak memakai alas kaki."
Bob kembali teringat pada Gabby Richardson, serta ceritanya tentang monster-monster yang hidup di pegunungan. Tidakkah salah satu
ceritanya mengenai seorang pemburu binatang yang menemukan jejak kaki telanjang di tempat yang sangat tinggi, di tepi sebuah sungai es? "Jupe?" seru Bob lagi. "Hati-hati, ya, Jupe?"
Jupe tidak menjawab. Tapi Bob mendengarnya napasnya tersentak. "He, Jupe!" teriak Bob.
Jupe masih juga tidak menjawab. Tapi Bob mendengar bunyi ranting patah-patah di dalam hutan, disusul bunyi sesuatu yang menggeser- geser di tepi retakan.
"Apa yang sedang kaulakukan di situ, Jupe?" seru Bob. Ia merasa bulu tengkuknya meremang.
Bunyi menggeser-geser di atas terhenti. Suasana menjadi sunyi senyap. Bob berseru memanggil-manggil. Tapi Jupe tetap saja belum menjawab. Kini Bob mulai panik. Ia mencari-cari tempat berpijak pada dinding tebing. Tapi tidak ada. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan alat untuk memanjat ke atas. Ranting, atau apa saja. Tapi di dasar retakan itu hanya ada salju. Dan kaki tebing yang curam.
Akhirnya Bob berhenti berseru-seru. Ia berdiri di bawah, menunggu sambil memasang telinga. Akhirnya didengarnya suara erangan. "Jupe?"
"Aduh-tengkukku!" Itu suara Jupe.
"Apa yang terjadi?" seru Bob. "Ke mana kau tadi?"
Kepala Jupiter tersembul di tepi atas retakan. Ia mengusap-usap lehernya yang agak dimiringkan. "Aku tidak ke mana-mana," katanya. "Tadi ada orang menyelinap dengan diam-diam dari belakang, lalu memukulku."
"Tengkukmu yang kena?" kata Bob. "Kau kena pukulan seperti yang dialami Mr. Jensen?"
"Ya," kata Jupiter. "Pukulan yang serupa! Lalu ketika aku masih pingsan, orang itu sempat-sempatnya menyapu tanah di pinggir retakan ini dengan ranting tusam. Sekarang tidak nampak lagi jejak kaki di sini-baik yang telanjang maupun yang memakai sepatu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(20) TRIO DETEKTIF : MISTERI GUNUNG MONSTER
Science-Fiction"Ada kasus baru lagi untuk Trio Detektif," katanya kita akan menyelidiki suami orang. itu akan aneh!!!! Alih bahasa by Agus Setiadi .Edit & Convert: inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi