Prolog

121 6 0
                                    

Radit hanya terdiam memandangi selembar kertas diatas meja. Di hadapannya sudah duduk seorang laki-laki berpeci putih, dan dua orang laki-laki yang berpakaian kemeja dan batik.

"Mas?" Radit merasakan lengannya disentuh pelan.

Radit menoleh memandang perempuan yang duduk di sebelahnya, memakai kebaya putih dan sanggul lengkap dengan rangkaian bunga melati. Matanya yang bulat menatap dengan pandangan bertanya. Mata, hidung, bibir, wajah..yang dulu sangat digilainya saat dirinya masih menjadi mahasiswa Kedokteran di sebuah universitas ternama. Namun kali ini, pesona perempuan itu terlihat lebih memancar dengan sapuan makeup dari tangan jasa MUA.

"Bagaimana pa Radit, sudah bisa dimulai?" tanya pa Ustadz, lelaki yang berpeci putih.

Radit menelan saliva nya. Tak pernah terpikirkan olehnya akan berada dalam kondisi seperti ini. Ia mengambil saputangan dari saku celana, lalu mengusapkan pada lehernya yang berkeringat dingin.

"Sayang.., " Alisa kembali menyentuh tangannya. Kali ini bukan hanya sentuhan, tapi dia menggenggam telapak tangan Radit. Seolah memberi kekuatan.

Radit meremas tangan mereka yang saling menggenggam. Baiklah. Harusnya sudah tak ada lagi keraguan. Dia sudah sejauh ini, dan tak boleh mundur.

"Radit, gimana? Sudah bisa dimulai? " suara bariton seorang laki-laki di hadapannya ikut bertanya.

Radit menghela napas panjang, lalu perlahan menghembuskannya. Rasanya lebih tegang daripada ketika mengikuti ujian dokter co ass dulu, saat ujian masuk PPDS maupun ujian akhirnya, saat pertama kali masuk ruang operasi, atau bahkan...saat menikahi Lara dulu. Ah, Lara. Benaknya kembali dipenuhi wajah perempuan itu.

"Radit?" laki-laki berbaju batik coklat itu kembali bertanya.

"Mas.., " Alisa merapatkan jari-jari tangan mereka yang bertautan. Kali ini matanya sedikit berkaca-kaca.

Jangan katakan kamu ingin membatalkannya, mas..

Radit mengarahkan pandangan ke segala arah ruangan. Suasana rumah ini sudah dihias sedemikian rupa layaknya sebuah acara pernikahan. Walaupun terlihat cukup sederhana dan tertutup, namun tetap cantik dengan nuansa putih dan hiasan bunga hidup.

Radit melirik perempuan berkebaya merah lengkap dengan konde nya. Dia terlihat menatap Radit dengan pandangan yang sulit terbaca.

"Baiklah, saya sudah siap. Silahkan dilanjutkan, pa.. " akhirnya suara tegas Radit terdengar.

Alisa tersenyum menatap laki-laki yang selama ini selalu tersimpan namanya di dalam hati. Laki-laki yang selama bertahun-tahun ini berusaha dia kubur kenangannya dalam-dalam. Namun ternyata, takdir Tuhan berkata lain. Mereka dipertemukan kembali. dan kali ini, Alisa tidak ingin melepaskannya lagi.

Maafkan aku, kak Lara.. Sudah saatnya aku memikirkan kebahagiaan ku sendiri. Aku harap suatu hari kakak akan mengerti.


Halo semua, ini cerita pertamaku. Dulu sempet nulis, tapi ditengah jalan, kok kayak ga sreg aja sm apa yg aku tulis😅😆
Mudah2an kali ini bisa lancar sampai akhir, he..

Cinta Lara (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang