16 -- Turnover

41.8K 2.6K 121
                                    

VELYNN

Aku tersenyum dan melangkah riang menyusuri lobby kantor calon suamiku. Iya, Kak Mario loh. Siapa lagi? Azis Gagap? Udah punya bini dia mah.

Sepintas aku menangkap wajah si Tante genit sekretarisnya Kak Mario, Tante Mita, menatapku ngeri. Aku menyeringai menang.

Jelas Tante Mita ngeri sama aku. Mengingat pelajaran yang kuberikan padanya beberapa hari yang lalu saat dia masih berusaha melarangku menemui Kak Mario, sepertinya cukup pantas dia bersikap begitu.

Mau tau apa yang kulakukan? Oh, ayolah. Aku tau kalau kalian mau. Kemarin itu...

***

Kak Mario pasti seneng deh aku bawain sandwich. Bukan buatan aku sih, tapi buatan Mama. Tapi yang penting kan aku sendiri yang ngasih. Pasti Kak Mario seneng.

Tepat ketika aku hampir mencapai pintu ruangan Kak Mario, ondel-ondel berjalan menghalangi langkahku. Ondel-ondel itu, eh... Tante Mita sekretarisnya Kak Mario maksudku, berkacak pinggang sambil menatap dengan sorot melecehkan padaku. Ia membusungkan dadanya, yang kuyakin isinya cuma silikon, dengan sikap sok penguasanya. Bulu matanya yang mengalahkan panjangnya bulu mata barongsai menaungi matanya yang menyipit menatapku. Huh... makin ilang deh tuh mata nanti.

"Mau ngapain, 'Adik Kecil?" Dia menekankan lagi kata 'Adik Kecil'nya. Huh, sok dewasa banget, euy. Oke, Tante Mita. Aku tau kalau Tante udah tua dan aku masih unyu, nggak usah ngiri gitu, dong, Tan.

"Mau ketemu calon suamiku, 'Tante'," aku berbalik menyerangnya dengan kata 'Tante'.

Dia mendengus jengkel. Melipat tangan di dada silikonnya sambil membuang muka dariku.

"Pak Mario sibuk, nggak ada waktu buat nemenin kamu main rumah-rumahan," katanya judes.

Dasar Tante-tante nggak laku yang hobbynya ngegasak laki orang. Eh, bentar... Velynn, kamu harus menghadapi medusa macam Tante Mita dengan cara yang berkelas, dong. Jangan kampungan. Sebuah bohlam delapan belas watt berpijar di atas kepalaku. Iya, aku kan kerja sama sama PLN.

"Oh, gitu yah, Tan. Ya udah," tutupku lantas pergi dari tempat itu.

Ia tersenyum menang dengan senyuman miringnya. Miring selamanya baru tau rasa, tuh.

Beberapa menit berselang, aku kembali dengan senyumanku yang manis, berhadapan dengan Tante Mita lagi.

"Mau nga--" ucapannya terhenti ketika aku menyodorkan sebuah kantungan plastik berisi kotak styrofoam di dalamnya.

"Tante doyan ayam penyet, kan? Nih, aku beliin buat Tante," ujarku sambil tersenyum polos.

Ia mengerjap tak percaya, matanya mendelik menatapku dan bungkusan di tanganku bergantian.

"Tumben baik." Ih, serba salah deh sama ntu Tante, dibaikin malah salah, dijahatin malah ngedumel sendiri. Ntar kalau keriput makin eksis jangan salahin aku loh. Percuma nanti perawatan lasernya di Seoul.

Ia akhirnya mengambil bungkusan yang kukeluarkan dan mengeluarkan kotak styrofoam berisi ayam penyet itu dan mulai memakannya. Tenang, nggak aku racunin, kok. Serius. Cuma...

"Tante, ayam tiren itu artinya apa, sih? Masa waktu aku beli tu ayam si abangnya lagi bayarin penjual ayam tiren sambil ambil bungkusan yang disodorin, katanya sih ayam tiren," celetukku --sok-- polos.

Tante Mita menghentikan gerakannya dengan mata terbelalak lebar. Ia menoleh ke arahku dramatis dengan sorot tak percaya. Nah, ini dia...

"Ka--kamu serius?" tanyanya terbata-bata. Aku mengangguk polos.

Your PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang