Haechan tengah memasuki rumahnya, dia sedikit mengerutkan dahinya kala matanya melihat mobil milik putrinya, menghampiri supir pribadi putrinya Haechan memanggilnya.
"Paman Ahn." Panggilnya.
"Iya nyonya." Jawabnya sambil sedikit berlari.
"Anda memanggil saya, nyonya."lanjutnya.
"Hmm, apakah Chenle sudah pulang juga."tanyanya.
"Maaf nyonya, nona Chenle meminta saya agar mengantarkan nya ke rumah nyonya Taeyong."
Haechan menghela nafas, selalu saja seperti ini Chenle pasti akan pulang ke rumah orang tua Mark dibanding rumahnya sendiri, Haechan mengerti betul kenapa Chenle bersikap seperti itu, hanya saja Haechan tidak bisa terus-menerus membiarkan hal ini, dia harus menjemput Chenle.
"Paman Ahn mobil saya mogok, bisa tolong dibawakan ke bengkel, akan saya kirimkan alamatnya."
"Baik, nyonya."
"Jika Mark sudah pulang tolong katakan padanya jika saya ke rumah ibu untuk menjemput Chenle."pintanya. Meskipun kemungkinan besarnya Mark tidak akan pulang, atau pulang sekalipun Mark tidak akan pernah menanyakan Haechan, tetap saja Haechan harus bersikap seperti seorang istri bukan.
"Baik, nyonya."
Haechan memasuki garasi mobilnya, dan mengeluarkan mobil barunya untuk menjemput Chenle dirumah ibu mertuanya, meninggalkan kediamannya Haechan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata membelah jalanan kota Seoul yang akhir-akhir ini selalu ramai oleh pengemudi, mengingat ini sudah waktunya jam pulang kerja.
Memasuki halaman luas milik keluarga Jung atau keluarga mertuanya Haechan mulai memarkirkan mobil miliknya, lalu memasuki rumah Taeyong, tidak perlu menunggu Taeyong atau para maid membukakan pintunya karena mertuanya sendiri yang meminta agar Haechan menganggap rumah Taeyong seperti rumah sendiri mengingat Haechan memang pernah tinggal dirumah itu beberapa bulan lamanya.
Mulai melangkah masuk, kedatangan Haechan disambut baik oleh beberapa maid yang bekerja dirumah Taeyong, Haechan membalasnya dengan senyuman memang inilah Haechan, selalu ramah pada siapapun.
"Dimana ibu." Tanyanya pada salah satu maid.
"Nyonya ada diatas."
"Baik, terimakasih saya duluan."
Haechan melenggang pergi menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Dia berjalan dengan pandangan lurus kedepan tanpa mau melirik kemanapun, karena sungguh rumah ini dipenuhi dengan poto milik Mark dan Haechan tidak ingin melihatnya, jangan sampai Haechan terjatuh terlalu dalam lagi.
Haechan menuju sebuah balkon yang telah menjadi tempat favorit Taeyong, jadi dia sedikit tau tentang dimana saja Taeyong akan bersantai, terlebih saat mengajak cucunya.
"Aku berkunjung ibu."
Orang yang disebut ibupun menoleh kebelakang dan tersenyum kala melihat Haechan berdiri dari duduknya dan memeluk Haechan, berbeda lagi dengan orang disebelahnya yang hanya acuh tak acuh, bahkan melirik Haechan sedikitpun tidak.
"Akhirnya menantuku datang juga."katanya sambil menepuk punggung Haechan.
"Kemari, duduklah dengan kami, kita harus menikmati sunset bersama." Lanjutnya dengan menarik lengan Haechan.
Haechan mendudukkan dirinya disamping Chenle, mengusap surai hitam milik putrinya dengan tersenyum lembut, lalu menatap ibu mertuanya. Sedangkan Chenle hanya tetap diam dengan pandangan lurus kedepan, pandangan itu bahkan terlihat kosong.
"Apa Chenle merepotkan ibu."tanyanya.
"Tidak sama sekali, justru ibu merasa lebih baik karena memiliki teman."
"Kau tau Haechan-ah, ayah mertuamu selalu pulang larut malam jadi ibu selalu kesepian."lanjutnya.
"Ibu, jika kau merasa kesepian telpon saja aku."katanya.
"Tidak, ibu tidak mau mengganggu momen romantis kau dan Mark."katanya dengan tertawa kecil.
"Ingatlah kalian harus membuat teman untuk Chenle, jadi bagaimana bisa ibu mengganggu kalian."ucapan itu terdengar seperti permintaan.
Chenle seperti sebuah patung diantara keduanya, tidak memiliki niat untuk ikut berbicara bahkan jika diperhatikan dia tidak mengubah posisinya sedikitpun.
Haechan menunduk dan tersenyum miris, jika saja ibu mertuanya tahu bahwa tidak pernah ada momen romantis antara Haechan dan Mark, bahkan keseharian merekapun hanya dihiasi dengan pertengkaran dan bualan semata. Jadi bagaimana bisa mereka berdua memiliki keinginan untuk menambah anak, kehadiran Chenle saja adalah sebuah ketidaksengajaan karena pada malam itu Mark mabuk berat. Bukannya Haechan tidak menerima kehadiran Chenle, dia hanya menjelaskan bagaimana bisa dia dan Mark memiliki putri, bukankah keduanya tidak pernah menginginkan satu sama lain.
Sebenarnya itu dulu, hanya sekarang berbeda, Mark yang tetap menolak kehadiran Haechan, berbalik dengan Haechan yang mulai menerima kehadiran Mark bahkan Haechan juga telah terjatuh ke dalam pesona malaikat berjiwa iblis itu.
"Ibu, apakah aku boleh membawa Chenle pulang?"
"Tentu saja, tapi tunggulah sebentar kita harus menikmati sunset terlebih dahulu."
Haechan mengangguk dan tersenyum, sesekali matanya melirik kearah sang putri yang terlihat hanya diam saja. Mereka bertiga menikmati sunset bersama sesekali Taeyeong akan berteriak heboh karena sunset kali ini terlihat begitu cantik bahkan Haechan dapat bertaruh bahwa sunset kali ini adalah sunset paling indah yang pernah Haechan lihat seumur hidupnya.
Setelah acara melihat sunset bersama Taeyong mengajak Haechan dan Chenle untuk duduk diruang utama keluarga Jung.
"Ibu sepertinya kita harus pulang."
"Aku tidak mau."
Keduanya menoleh kearah Chenle yang akhirnya membuka suara, setelah dia hanya diam saja.
"Sayang ka-"
"Kakek aku merindukan mu."seru Chenle sambil berlari menghampiri kakeknya dan memeluk nya, memotong ucapan Haechan. Haechan berusaha untuk tetap bersabar, semuanya hanya butuh waktu bukan.
"Kau dan Mark bertengkar lagi, ibu lihat dari tadi Chenle seperti sedang marah padamu." Tanya Taeyong. Taeyong memang kadang mengetahui tentang pertengkaran anaknya dan Haechan, hanya saja dia tidak pernah tahu yang sebenarnya. Taeyong hanya tau bertengkar saja tidak lebih.
"Tidak ibu, hanya sedikit salah paham."jawabnya.
"Ibu mengerti. Haechan ingatlah jangan pernah bertengkar didepan Chenle karena itu dapat menyebabkan mental Chenle terganggu."
"Baik ibu, aku mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, and My Marriage [Markhyuck Gs]✔
FanfictionBukankah suatu pernikahan seharusnya menjadi alasan seseorang untuk bahagia, namun bagaimana dengan mereka yang menikah karena dijodohkan akankah mereka juga merasakan bahagia atau sebaliknya. Warning ⚠ Markhyuck Gs Short story