60. Langit Dan Senja

5.7K 839 227
                                    

"Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan"

© Story of "Surga di Balik Jeruji 2" by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.

"Kau bagaikan napas di tubuhku. Yang sanggup menghidupkan segala gerakku"

***

PS: Sebelum membaca.
Nay ingin memberitahu kalau ini menjadi chapter terakhir untuk momen Daffa-Alya. Jadi bacanya perlahan-lahan, nikmati kebersamaan kalian sebelum berpisah dengan mereka.

Daffa melempar pandangannya lagi ke luar jendela. "Mimpi itu terulang kembali. Aku ingat sekarang, kalau aku memimpikan hal yang sama sebelumnya. Hari di mana aku merasa akan mati saat itu. Hari di mana Ayah sedang menemaniku saat kematian ingin menjemputku," beritahunya dan membuat pegangan Alya di lengannya semakin kuat.

Daffa menatap Alya. "Sepertinya itu mimpi waktu aku di rumah sakit dulu, waktu menjalani operasi pendonoran hati. Aku baru ingat sekarang."

"Ingin cerita sama Alya? Jangan dipendam, Alya ingin tahu, apa yang Ayah bicarakan sama kamu?" bujuk Alya.

Daffa mengerutkan keningnya dan menatap keluar jendela kembali, senja mulai menghilang tertelan malam. Namun merahnya masih melukis indah di langit biru. Pemandangan sama seperti yang Daffa lihat di dalam mimpi, saat dia duduk menghadapi bunga-bunga matahari yang bermekaran di rumah sampah.

"Dalam mimpi, aku bersama ayah di rumah sampah. Bunga matahari tumbuh lebat di sana. Bunga yang dulu sempat mati, tumbuh banyak mengelilingi rumah." Daffa memulai bercerita, senyum lembut mengukir di bibir merahnya. Alya diam mendengarkan. "Ayah masih terlihat sangat muda. Dia nggak berubah, dia nggak menua. Kami bukan terlihat seperti ayah dan anak tapi seperti adik dan kakak. Dan Mama juga ada di sana. Tapi Mama di luar pagar, Ayah nggak memperbolehkan Mama masuk. Meskipun Mama berteriak dan terus menggedor pagar. Ayah tetap nggak mau membukakan pintu."

Senyum semakin mengembang di bibir Daffa. "Waktu aku tanya kenapa Ayah melakukan itu, Ayah bilang dia melakukannya agar Mama semakin merindukan Ayah, semakin mencintai Ayah. Dia licik. Ayahnya Senja Azhar licik banget." Tawa merdu terdengar dari Daffa yang masih tidak mengalihkan pandanganya dari langit merah senja.

Namun senyum Daffa yang semula mengembang seketika meluntur.

"Ayah menemaniku. Saat kakiku sama sekali nggak bisa digerakan, Ayah menghiburku. Kakiku tiba-tiba saja lumpuh, aku nggak bisa pergi. Aku bahkan sempat berpikir, 'ah, ini adalah saatnya untuk meninggalkan dunia, aku nggak bisa kembali pada Alya. Aku nggak bisa menepati janjiku." Dia menurunkan pandangan, matanya menatap Alya dengan sendu. "Kupikir, Allah menggariskan takdir di mana kuharus meninggalkan kamu hari itu."

Surga Di Balik Jeruji | SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang